Selasa, 15 September 2015

diet jantung

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem kardiovaskular merupakan salah satu sistem utama pada tubuh manusia yang berfungsi untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas cairan yang ada di dalam tubuh agar tetap homeostatis. Sistem kardiovaskular tersusun atas organ-organ penting, yakni jantung sebagai alat pompa utama, pembuluh darah, dan darah. Apabila sistem kardiovakular sehat, maka organ-organ penyusun sistem berfungsi dengan baik. Namun sebaliknya, jika organ-organ penyusan mengalami keabnormalan dapat menimbulkan berbagai gangguan dan penyakit yang mematikan. Secara umum menurut WHO, penyakit kardiovaskuler/pembuluh jantung merupakan penyebab kematian secara global, setiap tahunnya lebih banyak orang yang meninggal karena penyakit kardiovaskuler dibandingkan dengan penyakit lain. Sekitar 17,3 juta orang diperkirakan meninggal karena penyakit tersebut pada tahun 2008, mewakili 30% dari jumlah angka kematian global. Dari jumlah tersebut, sekitar 7,3 juta orang meninggal karena penyakit jantung koroner dan 6,2 juta orang meninggal karena stroke. Lebih dari 80% angka kematian penyakit kardiovaskuler terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, dengan proporsi yang hampir sama antara pria maupun wanita. Bahkan diperkirakan jumlah orang yang meninggal karena penyakit kardiovaskuler akan meningkat mencapai 23,3 juta pada tahun 2030. Penyakit Kardiovaskuler disebut-sebut sebagai penyebab utama kematian. Di Indonesia, menurut WHO pada tahun 2011 penyakit jantung adalah penyebab kematian nomor 1. Dengan angka kematian yang terhitung sebesar 243.048 jiwa atau menyumbangkan sekitar 17,05 % dari total kematian. Dengan angka harapan hidup rata-rata di Indonesia adalah 71,1 tahun (68,5 tahun untuk pria dan 73,7 tahun untuk wanita). Masih tingginya angka kejadian penyakit jantung ini, diperlukan suatu mekanisme yang benar dan tepat untuk mencegah atau menanggulanginya yaitu dengan salah satu caranya dalah diet jantung. Dengan dilakukannya suatu program diet jantung sangat diharapkan angka kematian akibat penyakit jantung dapat ditekan. Selain itu, masyarakat juga dapat menerapkan hidup sehat dengan dilakukannya diet jantung. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan diet jantung? 1.2.2 Apa tujuan dari diet jantung? 1.2.3 Apa syarat-syarat diet jantung? 1.2.4 Bagaimana jenis dan indikasi diet jantung? 1.2.5 Bagaimana penatalaksanaan diet jantung? 1.2.6 Apa sumber makanan yang dianjurkan dalam menjalani diet jantung? 1.2.7 Apa sumber makanan yang tidak dianjurkan dalam menjalani diet jantung? 1.2.8 Apa peran perawat dalam diet jantung? 1.3 Tujuan 1.3.1 Mengetahui pengertian diet jantung. 1.3.2 Mengetahui tujuan diet jantung. 1.3.3 Mengetahui syarat-syarat diet jantung. 1.3.4 Mengetahui jenis dan indikasi diet jantung. 1.3.5 Mengetahui penatalaksanaan diet jantung. 1.3.6 Mengetahui sumber makanan yang dianjurkan dalam henti jantung. 1.3.7 Mengetahui sumber makanan yang tidak dianjurkan dalam diet jantung. 1.3.8 Mengetahui peran perawat dalam diet jantung. BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Definisi Diet Jantung Penyakit jantung sebagai mana telah dijelaskan sebelumnya adalah penyakit dimana jantung secara berangsur-angsur kehilangan kemampuan untuk melakukan fungsinya secara normal sehingga menghambat proses transportasi jantung yang kemudian akibatnya sangat fatal bagi manusia seperti, menyebabkan sesak nafas, rasa lelah serta sakit pada jantung. Dalam keadaan ini untuk meminimalisir keadaan yang memberatkan pada jantung maka ada dua alternatif penanganan yaitu modifikasi diet dan pemberian obat-obatan. Terfokus pada modifikasi diet, pada penderita penyakit jantung dapat dilakukan diet jantung. Diet jantung (diet pada penderita penyakit jantung) adalah pengaturan pola makan khusus terhadap penderita penyakit jantung baik kuantitas maupun jenis makanan. Diet jantung terdiri atas dua jenis yaitu: a. diet disipidemia tahap I, mengandung kolesterol dan lemak jenuh tinggi; b. diet pisipidemia tahap II, mengandung kolesterol dan lemak jenuh lebih rendah. Dengan catatan apabila penderita ternyata sudah sesuai dengan diet tahap I, maka langsung diberikan diet tahap II dan bila tidak maka diet dimulai lagi dari tahap I. 2.2 Tujuan Diet Jantung Tujuan diet jantung (diet pada penderita penyakit jantung) adalah: a. memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan pekerjaan jantung; b. menurunkan berat badan penderita bila si penderita mengalami obesitas; c. mencegah dan menghilangkan penimbunan garam dan air; d. menurunkan kadar kolesterol dibawah 130 mg/dl dan kadar kolesterol total sebesar 200 mg/dl. 2.3. Syarat Diet Jantung a. Energi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal. b. Protein cukup yaitu 0,8 g/kg BB. c. Lemak sedang, yaitu 25-30% dari kebutuhan energi total, 10% berasal dari lemak jenuh, dan 10-15%lemak tidak jenuh. d. Kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia. e. Vitamin dan mineral cukup. Hindari penggunaan suplemen kalium, kalsium, dan magnesium jika tidakdibutuhkan. f. Garam rendah, 2-3 g/hari, jika disertai hipertensi atau edema. g. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.8. Serat cukup untuk menghindari konstipasi. h. Cairan cukup, ± 2 liter/hari sesuai dengan kebutuhan. i. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit, diberikan dalam porsi kecil. j. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan tambahan berupamakanan enteral, parenteral, atau suplement gizi. 2.4 Jenis Diet Jantung dan Indikasi Pemberian 1. Diet jantung I Diberikan kepada pasien dengan infark miokard akut (IMA) atau gagal jantung kongestif berat dengan gejala dan tanda: nyeri dada, mual dan muntah, adanya perangsangan sistem saraf pusat, dan diikuti oleh pembengkakan hati, edema periphenal, penurunan cardiac output, dan output urine menurun. Diberikan makanan berupa 1-1,5 liter cairan sehari selama 1-2 hari pertama bila pasien dapat menerimanya. Diet ini sangat rendah energi dan semua zat gizi, sehingga sebaiknya diberikan selama 1-3 hari. 2. Diet jantung II Diberikan secara berangsur dalam bentuk makanan lunak atau saring setelah fase akut IMA teratasi. Menurut beratnya hipertensi atau edema yang menyertai penyakit, makanan diberikan sebagai diet jantung II rendah garam. Diet ini rendah energim protein, kalsium, dan thiamin. 3. Diet jantung III Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet jantung II atau kepada pasien penyakit jantung yang tidak terlalu berat seperti rasa sakit pada bagian dada, adanya masalah pencernaan, adanya gejala flu, serta nafas pendek. Makanan diberikan dalam bentuk makanan mudah cerna bentuk lunak. Jika disertai hipertensi atau edema yang menyertai penyakit, diberikan sebagai diet jantung III rendah garam. Diet ini rendah energi dan kalsium, tetapi cukup zat gizi lain. 4. Diet jantung IV Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet jantung III atau kepada pasien penyakit jantung ringan dengan gejala nyeri di bagian dada, sesak nafas, jantung berderbar kencang, pingsan atau terasa mau pingsan. Diberikan dalam bentuk makanan biasa. Jika disertai hipertensi atau edema yang menyertai penyakit, makanan diberikan sebagai diet jantung IV rendah garam. Diet ini cukup energi dan gizi lain, kecuali kalsium. 2.5 Penatalaksanaan Diet Jantung Dalam keadaan menderita penyakit jantung dimana keadaan jantung mengalami kehilangan kemampuannya untuk melakukan fungsinya, pada awal penyakit jantung masih mampu mengkompensasi ketidak efisienan fungsinya, namun dalam keadaan tidak terkonpensasi maka fungsi jantung akan melemah, yang akibatnya berkurang pula aliran darah dan berakibat juga terhadap ginjal, hati, otak, serta tekanan darah sehingga selain obat – obatan, diet jantung mutlak diperlukan. Dalam permulaan pelaksanaan diet jantung ada beberapa tatalaksana serta syarat yang perlu diperhatikan antara lain: a. Gizi seimbang Diet terapeutik apapun harus memadai dalam keseimbangan zat-zat gizi/diet seimbang sesuai dengan nilai kecukupan yang dianjurkan. Pada pelaksanaannya harus terdiri dari bermacam-macam makanan dari semua kelompok makanan dengan mengacu pada slogan “4 sehat 5 sempurna”. b. Lemak total Lemak total pada Diet sebaiknya < 30% kalori total. Pengurangan lemak total mempermudah pengurangan lemak jenuh dan mungkin membantu penurunan berat badan pada pasien dengan obesitas. Asupan lemak total saat ini di Amerika Serikat rata-rata adalah 36-37% dari seluruh kalori, sedangkan di Indonesia rata-rata hanya 18% dari seluruh kalori. Pada ekonomi golongan menengah dan atas di Indonesia asupan lemak kira-kira 35 % dari total kalori. Oleh karena itu, asupan lemak harus dikurangi sekitar seperlimanya untuk mencapai sasaran tersebut di atas. c. Lemak jenuh Lemak jenuh terdiri dari 3 asam lemak utama yang dapat meningkatkan kolesterol, yang mempunyai panjang rantai karbon 12 (asam laurat), 14 (asam miristat) dan 16 (asam palmitat). Makanan yang kaya ketiga asam lemak jenuh ini adalah target utama yang harus dikurangi. Efek dominan lemak jenuh adalah meningkatkan kadar kolesterol. Untuk Indonesia, termasuk di antaranya adalah lemak mentega (terdapat pada mentega, susu, krim, es krim dan keju) dan lemak sapi, babi, kambing dan unggas. Sisanya adalah dari produk nabati. Hidrogenasi (penambahan atom hidrogen) adalah suatu proses mengubah minyak nabati menjadi lemak yang lebih padat, mengubah asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak trans. Pasien dengan kadar kolesterol yang tinggi sebaiknya membatasi asupan makanan yang tinggi asam lemak trans, misalnya shortening yang dihidrogenasi, beberapa jenis margarin, dan makanan yang mengandung lemak ini. Namun demikian, margarin lunak atau cair umumnya mempunyai kandungan asam lemak trans yang lebih rendah dibanding jenis yang padat, bahkan margarin mempunyai potensi yang lebih rendah untuk meningkatkan kolesterol dibanding mentega. Margarin lunak masih menjadi pilihan yang lebih baik untuk olesan dan memasak dibanding mentega. Konsumsi santan yang kental juga harus dihindari. d. Lemak tidak jenuh rantai tunggal Pada kedua tahap diet terapeutik, lemak tak jenuh rantai tunggal, terutama asam oleat, dapat mencapai 15% kalori total. Asam oleat adalah asam lemak utama yang terdapat pada kacang tanah, minyak zaitun, minyak canofa. Selama bertahun-tahun, asam oleat dianggap netral terhadap kolesterol total, tidak meningkatkan maupun menurunkan kadar kolesterol. Narnun demikian bukti terbaru menunjukkan bahwa asam oleat dapat menyebabkan penurunan kadar kolesterol hampir sebesar asam linoleat yang tidak jenuh dan berantai ganda jika salah satunya menggantikan lemak jenuh dalam diet. e. Lemak tidak jenuh rantai ganda Ada dua kelompok utama lemak tak jenuh rantai ganda, yang biasa disebut asam lemak omega-6 dan omega-3. Asam lemak omega-6 utama adalah asam linoleat. Substitusi lemak jenuh tinggi dengan makanan kaya asam linoleat menghasilkan penurunan kadar kolesterol. Beberapa minyak nabati kaya akan asam linoleat, misalnya minyak kedelai, minyak jagung, minyak safflower dan biji bunga matahari. Minyak ini, sebagaimana yang tinggi asam lemak tak jenuh tunggal, mempunyai densitas kalori yang tinggi sehingga dapat menaikkan asupan kalori dan menaikkan berat badan. lkan dan kerang adalah sumber utama asam lemak omega-3. Asam lemak utama pada kelompok ini adalah asam eikosapentaenoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA). Keduanya mempunyai efek yang kecil terhadap kadar kolesterol pada pasien dengan kadar trigliserida normal. Beberapa data epidemiologis menunjukkan bahwa konsumsi ikan jenis apa pun, yang mengandung asam lemak omega-3, berhubungan dengan penurunan resiko, belum jelas apakah hubungan nyata ini disebabkan oleh lemak ikan itu sendiri atau faktor lain. Karena mengandung lemak jenuh yang rendah, ikan baik sebagai sumber protein dalam diet. f. Kolesterol Konsumsi kolesterol yang tinggi menyebabkan hiperkolesterolemia dan aterosklerosis pada sejumlah besar hewan penelitian, termasuk primata bukan manusia. Meskipun asupan tinggi kolesterol pada manusia tidak selalu menyebabkan peningkatan secara nyata kadar kolesterol serum seperti pada kelinci dan beberapa primata, studi epidemiologis menunjukkan bahwa peningkatan asupan kolesterol meningkatkan rata-rata kadar kolesterol serum pada suatu populasi. g. Protein Asupan protein pada Diet adalah 15% dari kalori total. Pada beberapa hewan penelitian, protein nabati (contohnya protein kedelai) menurunkan kadar kolesterol dibandingkan dengan protein hewan; efek ini tidak ditemukan pada manusia dengan jumlah asupan protein yang biasa. h. Karbohidrat Karbohidrat sebaiknya merupakan penyumbang > 55% dari jumlah kalori total pada Diet dan sebaiknya berupa karbohidrat kompleks. i. Serat Serat makanan adalah polimer karbohidrat yang tak dapat dicerna. Satu jenis serat dapat larut dalam air; jenis ini menambah massa feces (tinja) dan membantu menormalkan fungsi kolon. Serat makanan yang tidak larut misalnya bekatul tidak menurunkan kadar kolesterol serum, meskipun memberikan manfaat yang lain bagi kesehatan. Serat yang larut dalam air, misalnya pektin, beberapa jenis gum, dan psyllium seed husks, mempunyai potensi menurunkan kolesterol. Asupan serat dalam menu sehari-hari sebaiknya 20-30g/hari untuk orang dewasa. Rekomendasi ini dibuat terutama untuk mencapai fungsi gastro-intestinal yang normal dan mungkin memberikan manfaat yang lain bagi kesehatan. Sekitar 25% (6 g) sebaiknya berupa serat yang dapat larut. Bahan makanan yang mengandung banyak pektin adalah apel, kesemek dll. Perbanyak konsumsi sayuran dan buah- buahan. j. Garam, Vitamin, dan Mineral Penyakit jantung juga berhubungan dengan tekanan darah yang kemudian berhubungan dengan asupan natrium. Banyak bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa pembatasan asupan garam dapur (natrium klorida) akan menurunkan rata-rata tekanan darah. Konsumsi garam rata-rata di Amerika Serikat adalah 8-12 g/hari, di Indonesia diperkirakan 11-15 g/hari meskipun asupannya sangat bervariasi. Asupan ini jauh lebih besar dibanding kebutuhan natrium bagi kesehatan, yaitu sebesar 500 mg/hari. Vitamin dan mineral yang cukup serta hindari suplemen kalium, kalsium, dan magnesium bila diperlukan. Sesuai dengan pengertian serta tujuan diet yaitu mengatur pola makan untuk jantung serta lakukan olahraga ringan. 2.6 Sumber Makanan yang Dianjurkan a. Buah-buahan: semua buah-buahan segar, seperti : pisang, papaya, jeruk, apel, melon,semangka dan sawo. b. Bumbu: semua bumbu selain bumbu tajam dalam jumlah terbatas. c. Sumber karbohidrat : beras ditim atau disaring; roti, mi, macaroni, biskuit, tepung beras/terigu/sagu aren/sagu ambon, kentang, gula pasir, gula merah,madu dan sirup. d. Lemak : minyak jagung, minyak kedelai, margarine, mentega dalam jumlahterbatas dan tidak untuk menggoreng tetapi untuk menumis; kelapaatau santan encer dalam jumlah terbatas. e. Minuman: teh encer, coklat, sirup. f. Sumber protein nabati: kacang-kacangan kering, seperti : kacang kedelai dan hasil olahannya,seperti tahu dan tempe. g. Sayuran: sayuran yang tidak mengandung gas, seperti : bayam, kangkung, buncis, kacang panjang, wortel, tomat, labu siam dan tauge. h. Sumber protein hewani: daging sapi, ayam dengan lemak rendah; ikan, telur, susu rendah lemak dalam jumlah yang telah ditentukan. 2.7 Sumber Makanan yang Tidak Dianjurkan a. Sumber protein hewani: daging sapi dan ayam yang berlemak; gajih, sosis, ham, hati, limpa, babat, otak, kepiting dan kerang-kerangan; keju, dan susu penuh. b. Sumber karbohidrat : makanan yang mengandung gas atau alcohol, seperti : ubi, singkong,tape singkong dan tape ketan. c. Buah-buahan: buah-buahan segar yang mengandung alcohol atau gas, seperti : durian dan nangka matang d. Sumber protein nabati: kacang-kacangan kering yang mengandung lemak cukup tinggi sepertikacang tanah, kacang mete, dan kacang bogor. e. Sayuran: semua sayuran yang mengandung gas, seperti : kol, kembang kol,lobak, sawi dan nangka muda. 2.8 Peran Perawat Terhadap Asuhan Keperawatan Diet Jantung 1. Sebagai educator Perawat berperan sebagai edukator, yakni memberikan informasi yang jelas pada pasien dan keluarga pasien pada saat perawatan lanjutan setelah dirumah yaitu tentang pemberian diet yang meliputi: a. Pemberan cairan: dibatasi, bila ada edema paru keseimbangan cairan harus negatif, cairan yang masuk (infus & minuman/makanan) lebih sedikit dari pada cairan yang keluar (urine & iwl). b. Anjurkan pemberian bentuk makanan diberikan secara bertahap sesuai kemampuan dapat dimulai dari lunak bubur, tim dan nasi. c. Anjurkan klien untuk latihan fisik dengan ringan selama 10-15 menit. 2. Sebagai care giver Selama tindakan keperawatan dilakukan, perawat melakukan tindakan meliputi: a. Melakukan penurunan kerja jantung klien dengan menganjurkan klien melakukan tirah baring. b. Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh dan pemberian terapi nitrat dan vasodilator koroner yang menyebabkan vasodilatasi perifer dan penurunan konsumsi oksigen miokard. c. Mengendalikan gagal jantung dengan memperbaiki fungsi pompa jantung, mengurangi beban jantung dengan pemberian diet rendah garam, diuretik dan vasodilator. 3. Sebagai kolaborator Sebagi perawat berperan sebagi kolaborator yang nantinya berkolaborasi dengan dokter, ahli gizi, dan apoteker serta radiolog meliputi dengan: a. Pemberian vitamin, mineral & elektrolit. ­ Natrium dibatasi: 1500 – 2000 mg/hari ­ Kalium: 2000 – 6000 mg/hari ­ Magnesium: 300 – 350 mg/hari b. Pemberian asupan protein cukup : 1 g/kgbb/hari. c. Pemberian obat-obatan sesuai dengan program, seperti morfin diberikan untuk menurunkan faktor preload dan afterload ; Furosemide untuk mengurangi oedema/diuresis ; Aminofilin untuk merangsang miokardium ; obat Inotropik (Digitalis glikosida, Dopamin HCL, Phosphodiesterase inhibitor) meningkatkan kontraktilitas miokardium ; ACE inhibitor menurunkan afterload dan meningkatkan kapasitas fisik ; Nitrogliserin untuk menurunkan hipertensi vena paru. d. Membatasi asupan cairan dan garam natrium e. Bila perlu monitoring menggunakan Central Venous Pressure atau juga dengan Swan Ganz Chateter 4. Sebagai Advokat Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khusunya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menntukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi jika ada kelalaian. BAB. 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Diet jantung merupakan sebuah prosedur yang dijalani oleh penderita penyakit jantung yang ingin mempercepat perbaikan sistem kardiovaskuler sehingga dengan adanya diet jantung diharapkan dapat memperbaiki kondisi klien tanpa bergantung secara penuh terhadap obat-obatan. Diet jantung terdiri dari diet disipidemia tahap I dan diet disipidemia tahap II. Jenis diet jantung dibagi menjadi empat, meliputi diet jantung 1, diet jantung 2, diet jantung 3, dan diet jantung 4. Setiap jenis diet jantung dikhususkan untuk penyakit jantung tertentu, misalanya pada jenis diet jantung 1 dikhususkan untuk penyakit infark miokard atau gagal jantung kongestif. 3.1 Saran Sebagai tenaga kesehatan, perawat adalah salah satu pemegang peranan penting dalam pengaturan asupan nutrisi bagi penderita penyakit jantung dengan berkolaborasi dengan ahli gizi. Perawat dengan perannya dapat mengurangi akibat terjadinya penyakit jantung. Oleh karena itu sebagai perawat profesional harus mengerti tentang segala gangguan kardiovaskuler dan asupan nutrisi yang berhubungan dengan penyakit jantung baik yang di anjurkan ataupun yang harus dihindari. DAFTAR PUSTAKA Aaronson&Ward .2010 . At a Glance Sistem Kardiovaskuler Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga Baradero,dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Baugman, Diane C. dan Hackley, JoAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari Brunner dan Suddarth. Alih bahasa oleh Yasmin Asih. Jakarta: EGC. Dianne & Joane. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Sylvia & Lorraine. 2005. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Jumat, 11 September 2015

ASUHAN KEPERAWATAN STOMATITIS




 




 
KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stomatitis” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk melengkapi serta memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik 3B yang telah diberikan oleh dosen pembimbing dan penanggung jawab mata kuliah.
Penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.


                                                                              Jember, Maret 2015
                                                                              Penulis


                                                                             
                                                                             




DAFTAR ISI

Halaman sampul………………………………………………………..  
Halaman Judul…………………………………………………………..   i
KATA PENGANTAR………………………………………………………….  ii
Daftar Isi…………………………………………………………………..   iii
Bab 1 Pendahuluan……………………………………………………..  1
1.1  Latar Belakang…………………………………………………………   1
1.2  Tujuan………………………………………………………………….    2
1.3  Manfaat…………………………………………………………………  2
1.4  Implikasi Keperawatan…………………………………………………   3
Bab 2 TINJAUAN TEORI……………………………………………………. 4
2.1 Pengertian Stomatitis…………………………………………………..  4
2.2 Epidemiologi…………………………………………………………..   5
2.3 Etiologi………………………..……………………………………….   5
2.4 Tanda dan Gejala………………………………………………………  6
2.5 Patofisiologi…..……………………………………………………….   9
2.6 Komplikasi dan Prognosis……………………………………………..   10
2.7 Pengobatan…………………………………………………………….   12
2.8 Pencegahan……………………………………………………………    13
BAB 3. PATHWAY……………………………………………………………  14
BAB 4. Asuhan Keperawatan…………….………………………….   15
4.1  Pengkajian…………………………………………………………….     15
4.2  Diagnosa………….……………………………………………………    25
4.3  Perencanaan……………………………………………………………    27
4.4  Pelaksanaan…………………………………………………………….   32
4.5  Evaluasi…………………………………………………………………  35
BAB 5. PENUTUP……………………………………………………………..  38
5.1  Kesimpulan…………………………………………………………….    38
5.2  Saran……………………………………………………………………   38
Daftar Pustaka………………………………………………………….   39

BAB 1. PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang
Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan yang bersifat merusak. Mukosa mulut dapat mengalami kelainan yang bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan kondisi herediter. Pada keadaan normal di dalam rongga mulut terdapat bermacam-macam kuman yang merupakan bagian daripada flora mulut dan tidak menimbulkan gangguan apapun dan disebut apatogen. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai penyakit/infeksi. Daya tahan mulut dapat menurun karena gangguan mekanik (trauma, cedera), gangguan kimiawi, termik, defisiensi vitamin, kekurangan darah (anemi).
Mulut bukan sekedar pintu masuk makanan dan minuman, tetapi fungsi mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang menyadari besarnya peranan mulut bagi kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Orang tua dan anak-anak akan sadar pentingnya kesehatan gigi dan mulut ketika terjadi masalah atau ketika terkena penyakit. Oleh karena itu kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam menunjang kesehatan seseorang. Jika rongga mulut kotor, maka sistem pencernaan juga akan terganggu.
Pada individu tertentu dapat terjadi reaksi alergi terhadap jenis makanan tertentu sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada mukosa mulut, begitu juga dengan faktor psikis dan hormonal. Ini semua dapat terjadi pada suatu gangguan mulut yang disebut stomatitis. Stomatitis  atau sariawan dapat menyerang segala usia termasuk pada anak. Kesadaran anak dalam menjaga kesehatan rongga mulutnya tentu masih sangat rendah, dimana faktor peran orangtua merupakan hal yang dominan. Peran serta orangtua sangat diperlukan dalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu, orangtua mempunyai peran yang cukup besar dalam mencegah terjadinya berbagai penyakit gigi dan mulut pada anak. Maka perlu diketahui gejala klinik secara dini dari stomatitis, maupun komplikasi neurologisnya dengan harapan angka kejadian stomatitis pada anak-anak dapat ditekan dan mengurangi angka kejadian penyakit tersebut. Dari uraian di atas, penulis menuliskan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stmatitis” dengan harapan dapat memberikan informasi dan pemahaman terhadap tenaga kesehatan serta para pembaca agar dapat waspada dan lebih mengenali sejak dini tenatang penyakit stomatitis.
                                          
1.2    Tujuan
1.3.1        Dapat mengetahui apa itu stomatitis
1.3.2        Dapat mengetahui apa saja penyebab terjadinya penyakit stomatitis
1.3.3        Dapat mengetahui apa saja tanda dan gejala penyakit stomatitis
1.3.4        Dapat mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan penyakit stomatitis
1.3.5        Dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan dan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit stomatitis.

1.3    Manfaat
1.4.1        Manfaat Bagi Pembaca
            Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit sistema pencernaan yaitu stomatitis

1.4.2        Manfaat Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan dan keterampilan mahasiswa calon perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien stomatitis.

1.4.3        Manfaat Bagi Perawat
Dapat digunakan sebagai bahan observasi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan menambah keterampilan dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien stomatitis.

1.4.4        Manfaat Bagi Institusi
            Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan dalam perpustakaan.

1.4    Implikasi Keperawatan
Sistem mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan.. pencernaan terdiri dari saluran pencernaan yaitu tuba muskular panjang yang merentang dari mulut sampai anus, dan organ-organ aksesoris seperti gigi, lidah, kelenjar saliva, hati, kandung empedu, dan pankreas. Sebagai perawat kita harus mampu untuk memberikan asuhan keperawatan secara optimal pada pasien. Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Jika asuhan keperawatan dilakukan dengan baik dan tepat maka kita akan dapat membantu kesembuhan pasien. 
Ketika kita menemui pasien yang mengalami tanda dan gejala yang mengindikasikan adanya gangguan pada sistem pencernaannya, kita dapat melakukan pengkajian kemudian menganalisanya. Setelah menganalisa kita dapat mengambil masalah keperawatan apa saja yang terjadi pada pasien. Kemudian kita dapat memunculkan diagnosa keperawatan.
Setelah diagnosa ini kita rumuskan, perawat dapat membuat rencana asuhan keperawatan yang mempunyai tujuan dan kriteria hasil. Diharapkan dengan adanya pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan tersebut, masalah pasien dapat teratasi sebagian maupun teratasi sepenuhnya. Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan diaplikasikan, perawat lalu membuat evaluasi yang berguna untuk mengetahui efektivitas tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dari evaluasi, kita dapat mengkaji lagi data-data kesehatan pasien yang dapat meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Ketika perawat melakukan asuhan keperawatan secara holistic maka masalah kesehatan yang dialami pasien dapat tertangani dengan baik. Lalu pasien dapat kembali pada kondisinya yang optimal.

BAB 2. TINJAUAN TEORI


2.1    Pengertian Stomatitis
Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi seperti tembakau, defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus atau jamur, dan penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry, 2005). Menurut Donna L.Wong dkk stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi, angit-langit dan dasar mulut.
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, dan palatum lunak dan mukosa orofaring.
SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda adanya penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi orang-orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa sangat terganggu. Apalagi jika SAR dialami oleh bayi dan atau anak-anak dengan frekuensi yang tinggi akan akan membuat bayi dan atau anak tersebut akan mengalami komplikasi yang berbahaya. Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama.
Klasifikasi Stomatitis:
1.        Stomatitis apthous Reccurent terjadi akibat tergigit atau luka benturan dengan sikat gigi, stomatitis ini terdiri atas:
a.      Rekuren apthous stomatitis minor
b.      Rekuren Apthous Stomatitis Major
c.       Herpetiformis apthous stomatitis
2.        Oral thrush disebabkan jamur candida albicans, banyak dijumpai di lidah;
3.        Stomatitis Herpetik disebabkan virus herpes simpleks dan berlokasi di bagian belakang tenggorokan.

2.2    Epidemiologi
Penyakit infeksi pencernaan pada anak yaitu stomatitis dialami 15-20 % pada masyarakat dan 80% pada usia > 30 tahun, bila di atas usia  tersebut kemungkinan besar penyebabnya merupakan suatu yang lebih kompleks. Di Amerika terdapat 29,6 % dari perokok mengalami stomatitis. Sedangkan SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren ) lebih banyak terjadi pada wanita.
Prevalensi stomatitis bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Dari penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan pada umumnya, prevalensi stomatitis berkisar 15-25% dari populasi. Di Amerika, prevalensi tertinggi ditemukan pada mahasiswa keperawatan 60%, mahasiswa kedokteran gigi 56% dan mahasiswa profesi 55%. Resiko terkena stomatitis cenderung meningkat pada kelompok sosioekonomi menengah ke atas, ini berhubungan dengan meningkatnya beban kerja yang dialami kalangan profesi atau jabatan-jabatan yang memerlukan tanggung jawab yang cukup besar, pada wanita dan individu yang stres, seperti mahasiswa yang sedang menghadapi ujian.

2.3    Etiologi
Stomatitis dapat terjadi pada anak dan bayi. Pada anak sariawan dapat disebabkan oleh:
1.    daya tahan tubuh anak yang rendah;
2.    kondisi mulut anak seperti kebersihan mulut yang buruk;
3.    luka pada mulut karena tergigit atau makanan dan minuman yang terlalu panas;
4.    kondisi tubuh seperti adanya alergi atau infeksi;
5.    luka akibat menyikat gigi terlalu keras atau bulu sikat gigi yang sudah mengembang;
6.    kekurangan vitamin c dan vitamin b;
7.    faktor psikologis (stress);
8.    pada penderita yang sering merokok juga bisa menjadi penyebab dari sariawan. pambentukan stomatitis aphtosa yang dahulunya perokok;
9.    disebabkan karena jamur, namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan tubuh (imuno). berasal dari kadar imunoglobin abnormal; gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita.

2.4    Tanda dan Gejala
Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis berdasarkan tanda dan gejalanya, yaitu:
a.       Stomatitis hipertik akut
1)   Nyeri sperti terbakar di mulut
2)   Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih
3)  Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya menjadi lesi berkantung keluar disertai areloa ynag memerah, robek, dan membertuk sisik.
4)   Limfadenitis submaksilari
5)   Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan
b.      Stomatitis aftosis
1)    Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak
2)    Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat berwarna keputihan dan berbatas merah
3)   Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai 3 minggu.
1.      Stomatitis apthous Reccurent
Stomatitis yang sifatnya berulang atau Reccurent Apthous Stomatitis dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinis yaitu ulser minor, ulser major, dan ulser herpetiform
a.      Rekuren apthous stomatitis minor
Sebagian besar klien (80%) yang menderita bentuk minor ditandai dengan ulser berbentuk bulat atau oval dan dangkal dengan diameter yang kurang dari 5 mm serta pada bagian tepinya terdiri dari eritematous. Ulserasi bisa tunggal ataupun merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas. Ulkus ini mempunyai kecendrungan untuk terjadi pada mukosa bergerak yang terletak pada kelenjar saliva minor

 




Gambar 1. Minor apthous ulcer
Sumber : Laskaris G. Pocket atlas of oral desease.
Second Edition. New York: Thieme; 2006.

Ulkus yang berkelompok dapat menetap dalam jangka waktu beberapa bulan. Ulserasi yang menetap seringkali sangat sakit dan biasanya mempunyai gambaran tak teratur. Frekuensi SAR lebih sering pada laki-laki daripada wanita dan mayoritas penyakit terjadi pada usia antara 10 dan 30 tahun. Pasien dengan ulser minor mengalami ulserasi yang berulang dan lesi individual dapat terjadi dalam jangka waktu pendek dibandingkan dengan tiga jenis yang lain. Ulser ini sering muncul pada mukosa non keratin. Lesi ini didahului dengan rasa terbakar, gatal dan rasa pedih dan adanya pertumbuhan makula eritematus. Ulserasi berdiameter  3-10 mm dan sembuh tanpa luka dalam  7-14 hari.

b.    Rekuren Apthous Stomatitis Major
Rekuren apthous stomatitis major diderita kira-kira 10% dari penderita SAR dan lebih hebat dari bentuk minor. Secara sederhana, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm dan berlangsung selama empat minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut termasuk daerah-daerah yang berkeratin. Dasar ulser lebih dalam, melebihi 0,5 cm dan seperti ulser minor, hanya terbatas pada jaringan lunak tidak sampai ke tulang.
Gambar 2.  Mayor apthous ulcer
Sumber : Laskaris G. Pocket atlas of oral desease.
Second Edition. New York: Thieme; 2006.

Ulser mayor dikenal sebagai periadenitis mukosa nekrosis yang rekuren atau disebut juga penyakit Sutton. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun banyak bukti yang berhubungan dengan defek imun. Tanda adanya ulser seringkali dilihat pada penderita bentuk mayor. Jaringan parut terbentuk karena keparahan dan lamanya lesi terjadi. Awal dari ulser mayor terjadi setelah masa puberti dan akan terus menerus tumbuh hingga 20 tahun atau lebih.

c.         Herpetiformis apthous stomatitis
Istilah herpertiformis digunakan karena bentuk klinis dari ulserasi herpetiformis (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer tetapi virus-virus herpes tidak mempunyai peranan dalam etiologi ulserasi herpertiformis atau dalam setiap bentuk ulserasi aptosa.
Gambar 3. Multiple herpetiform ulcers
Sumber : Laskaris G. Pocket atlas of oral desease.
Second Edition. New York: Thieme; 2006.

Herpertiformis apthous stomatitis menunjukkan lesi yang besar dan frekuensi terjadinya berulang. Pada beberapa individu, lesi berbentuk kecil dan berdiameter rata-rata 1-3 mm. Gambaran dari ulser ini adalah erosi-erosi kelabu putih yang jumlahnya banyak, berukuran sekepala jarum yang membesar, bergabung dan menjadi tak jelas batasnya. Pada awalnya ulkus-ulkus tersebut berdiameter 1-2 mm dan timbul berkelompok terdiri atas 10-100. Mukosa disekitar ulkus tampak eritematous dan diperkirakan ada gejala sakit.

2.      Oral thrush
Sariawan yang disebabkan jamur Candida Albican, biasanya banyak dijumpai di lidah. Pada keadaan normal, jamur memang terdapat di dalam mulut. Namun, saat daya tahan tubuh anak menurun, ditambah penggunaan obat antibioka yang berlangsung lama atau melebihi jangka waktu pemakaian, jamur Candida Albican akan tumbuh lebih banyak lagi.

3.      Stomatitis Herpetik
Sariawan yang disebabkan virus herpes simplek dan beralokasi di bagian belakang tenggorokan. Sariawan di tenggorokan biasanya langsung terjadi jika ada virus yang sedang mewabah dan pada saat itu daya tahan tubuh sedang rendah sehingga sistem imun tidak dapat menetralisir atau mengatasi virus yang masuk sehingga terjadilah ulser.

2.5    Patofisiologi
Stomatitis yang disebabkan berbagai macam faktor, diantaranya bakteri, jamur dan faktor traumatic seperti tergigit atau tergores sikat gigi. Penyebab oleh Candida Albicans (monilia: thrush) banyak dijumpai pada bayi. Stomatitis terlihat sebagai titik-titik putih kecil di bagian dalam pipi,lidah, dan atap mulut. Agak mirip dadih susu namun memiliki ukuran yang lebih besar dan dapat dengan mudah dilepaskan menggunakan spatula. Candida albicans dapat di kultur dalam jumlah besar dari apusan namun sering dapat di kultur dari mulut atau tenggorokan anak sehat. Stomatitis berupa reaksi inflamasi dan lesi ulseratif dangkal yang terjadi pada permukaan mukosa mulut atau orofaring. Gingigo-stomatitis herpetica (HGS) disebabkan oleh herpes virus simpleks dapat menyebabkan infeksi primer atau kekambuhan yang tidak terlalu berat. Infeksi primer di mulai dengan faring menjadi edema dan eritema, vesikula muncul pada mukosa menyebabkan nyeri berat dan bau napas khas. Penyakit ini dapat berlangsung 5 sampai 14 hari dengan berbagai keparahan.

2.6    Komplikasi dan Prognosis
2.6.1 Komplikasi
Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia:
a.       Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak
teratur
b.      Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
c.       Pola Hygine : kurang menjaga kebersihan mulut
d.      Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih
Stomatitis memunculkan berbagai macam komplikasi bagi tubuh kita diantaranya:
1. Komplikasi akibat kemoterapi
Karena sel lapisan epitel gastrointestinal mempunyai waktu pergantian yang mirip dengan leukosit, periode kerusakan terparah pada mukosa oral frekuensinya berhubungan dengan titik terendah dari sel darah putih. Mekanisme dari toksisitas oral bertepatan dengan pulihnya granulosit. Bibir, lidah, dasar mulut, mukosa bukal, dan palatum lunak lebih sering dan rentan terkena komplikasi dibanding palatum keras dan gingiva; hal ini tergantung pada cepat atau tidaknya pergantian sel epithelial. Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapeutik yang menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis tinggi atau berkombinasi dengan ionisasi penyinaran radiasi.

2.    Komplikasi Akibat Radiasi
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tapi juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung, termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hypoxia, berkurangnya supplai darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis. Radiasi pada daerah kepala dan leher serta agen antineoplastik merusak divisi sel, mengganggu mekanisme normal pergantian mukosa oral. Kerusakan akibat radiasi berbeda dari kerusakan akibat kemoterapi, pada volume jaringan yang terus teradiasi terus-menerus akan berbahaya bagi pasien sepanjang hidupnya. Jaringan ini sangat mudah rusak oleh obat-obatan toksik atau penyinaran radiasi lanjutan, Mekanisme perbaikan fisiologis normal dapat mengurangi efek ini sebagai hasil dari depopulasi permanen seluler.

3.      Komplikasi Akibat Pembedahan
Pasien dengan osteoradionekrosis yang melibatkan mandibula dan tulang wajah, maka debridemen sisa pembedahan dapat merusak. Usaha rekonstruksi akan menjadi sia-sia, kecuali jaringan oksigenasi berkembang pada pembedahan. Terapi hiperbarik oksigen telah berhasil menunjukkan rangsangan terhadap formasi kapiler baru terhadap jaringan yang rusak dan telah digunakan sebagai tambahan pada debridemen pembedahan.

2.6.2 Prognosis
Prognosis stomatitis didasarkan pada masalah yang menyebabkan adanya gangguan ini. Infeki pada stomatitis biasanya dapat disebabkan karena pengobatan atau bila masalahnya disebabkan oleh obat-obatan maka yang harus dilakukan adalah dengan mengganti obat. Stomatitis yang disebabkan oleh iritasi lokal dapat diatasi dengan oral hygene yang bagus, memeriksakan gigi secara teratur, diet yang bermutu, dan pengobatan.

2.7    Pengobatan
Stomatitis akan sembuh sendiri dalam rentang waktu 10-14 hari. Stomatitis umumnya ditandai dengan rasa nyeri seperti terbakar yang terkadang menyebabkan pederita sulit untuk menelan makanan, dan bila sudah parah dapat menyebabkan demam. Stomatitis dapat diredakan dengan menggunakan beberapa jenis obat, baik dalam bentuk salep (yang mengandung antibiotic dan penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun obat kumur. Saat ini sudah banyak tersedia pasta gigi yang dapat mengurangi terjadinya stomatitis. Jika stomatitis sudah terlanjur parah maka dapat menggunakan antibiotic dan obat penurun panas (bila disertai demam). Stomatitis umumnya akan sembuh dalam waktu 4 hari. Namun bila stomatitis tidak kunjung sembuh, segera periksaan ke dokter karena hal itu dapat menjadi gejala awal adanya kanker mulut.
Penatalaksanaan medis pasien dengan stomatitis adalah sebagai berikut.
1.    Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya
2.    Diet lunak atau halus
3.    Pemberian antibiotik
Antibiotik diberikan harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya. Selain diberikan emolien topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2–3 ulcersi minor, pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur. Tetrasiklin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada respon atau perbaikan keadaan terhadap pemberian kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dakson atau talidomid.
4.    Terapi
Pengobatan stomatitis yang disebabkan oleh herpes bersifat konservatif. Pada beberapa kasus diperlukan antivirus untuk menghilangkan faktor penyebab. Gejala lokal yang terjadi dapat diatasi dengan berkumur air hangat dicampur dengan air garam dan penghilang rasa sakit topikal. Penderita harus menghindari penggunaan antiseptik karena dapat mengiritasi. Pada intinya, pengobatan stomatitis ditujukan untuk menghilangkan rasa sakit topikal. Namun, apabila ingin mendapatkan hasil pengobatan jengka panjang yang efektif maka penderita harus menghindari faktor pencetus stomatitis. Terapi yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut.
a.    Injeksi vitamin B12 IM. Pengobatan diberikan 1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan untuk pasien dengan level serum vitamin B12 di bawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropati peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien yang berasal dari golongan sosial ekonomi kurang mampu.
b.    Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari.

2.8    Pencegahan
Pencegahan pada stomatitis ditekankan untuk menghindari faktor pencetus yang dapat menimbulkan stomatitis. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1.      hindari faktor etiologi;
2.      pelihara kesehatan gigi dan mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup terutama makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi;
3.      hindari stress yang dapat mengakibatkan timbulnya gejala;
4.      usahakan untuk selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut anak;
5.      hati-hati saat menggosok gigi anak agar tidak menimbulkan luka pada mulut;
6.      hindari memberikan makanan yang terlalu panas pada anak, berikan makanan yang lembut dan mudah ditelan;
7.      hindari memberikan anak dot yang berkontur kasar dan terbuat dari karet yang keras;
8.      perbanyak makan yang mengandung B3 seperti serelia, hati, ayam, daging, kacang-kacangan, apukat dan lain sebagainya;
9.      anjurkan  anak makanan berserat seperti sayur dan buah-buahan kususnya bervitamin c;
aturlah makanan agar tetap seimbang sehingga tidak kekurangan gizi.



BAB 3. PATHWAY

 






BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1    Pengkajian
1.      Anamnesa
a.       Data Demografi
Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi). Stomatitis dapat menyerang semua umur, namun mayoritas dapat menyerang pada usia antara 20-40 tahun yang lebih cenderung terjadi pada wanita.
b.      Keluhan Utama: pasien dengan stomatitis biasanya nyeri karena mukosaoral mengalami peradangan dan bibir pecah-pecah.
c.       Riwayat Penyakit Sekarang: Klien biasanya dibawa atau meminta bantuan ke rumah sakit setelah mengeluh nyeri seperti tertusuk-tusuk, rasa terbakar, bengkak, anoreksia, sukar menelan. Stomatitis bisa terjadi pada seseorang karena kebersihan mulut yang buruk, intoleransi dengan pasta gigi, penyakit yang beresiko menimbulkan stomatitis, misalnya faringitis, panas dalam, mengkonsumsi makanan yang berlemak, kurang vitamin C, vitamin B12 dan mineral.
d.      Riwayat Penyakit Dahulu: kline pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun sehingga lebih mudah terkena stomatitis, atau memang pernah menderita penyakit yang sama atau penyakit oral lainnya.
e.       Riwayat Penyakit Keluarga: Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya stomatitis. Karena ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari stomatitis atau sariawan adalah keturunan. Berdasarkan hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita stomatitis lebih rentan untuk mengalami stomatitis juga.
f.       Pengkajian Psikososial : Kaji apakah keluarga tidak memperhatikan kebersihan mulut dan tempat bermain anak di lingkungan kumuh atau tidak, sosial stress psikologis, stress fisik, misalnya penyakit sistemik yang berat, gata hidup (alkohol, perokok), riwayat penggunaan serta pemberian obat penekan sistem imun jangka panjang seperti steroid, obat antibiotik jangka panjang.
g.      Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas: lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.
h.      Riwayat nutrisi : kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk, misalnya hanya mengkonsumsi karbohidrat dan protein saja.
i.        Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :      Pasien yang menderita stomatitis akan lebih lama sembuhnya dikarenakan kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang (energi/kalori yang diperlukan tidak mencukupi dalam proses penyembuhan). Biasanya pasien yang menderita stomatitis mengalami penurunan berat badan karena intake nutrisi yang kurang sehingga mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan.

j.        Pengkajian 11 Pola Gordon
1.      Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Bagaimana pendapat pasien tentang penyakit yang diderita. Apakah orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena sariawan yang tidak kunjung sembuh, namun keluarga pasien tidak mengetahui bagaimana cara mengatasinya atau sebaliknya orang tua pasien langsung meminta bantuan kepada petugas pelayanan kesehatan terdekat.
2.      Pola Nutrisi/Metabolisme
Bagaimana diet yang dilakukan oleh pasien. Apa saja yang dikonsumsi pasien setiap harinya. Apakah pasien kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk
3.      Pola Eliminasi
Bagaimana pengeluaran urine dan feses pasien setiap harinya
4.      Pola Aktivitas
Bagaimana pasien melakukan aktivitas sehari-harinya. Apakah dalam melakukan aktivitas, pasien mengalami gangguan akibat nyeri yang di rasa sehingga pasien akan rewel.
5.      Pola Istirahat Tidur
Apakah tidur pasien setiap harinya cukup. Apakah nyeri akibat stomatitis yang diderita pasien mengganggu pola tidurnya.
6.      Pola Kognitif-Persepsi
Apakah pasien mengalami gangguan dengan fungsi indra. pasien merasa lebih tenang apabila berada ditengah keluarga terutama ibu yang peduli pada kondisi pasien, dan pasien sedih apabila ditinggal keluarga.
7.      Pola Peran Hubungan
Bagaimana pola dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat disekitarnya. Apakah rasa nyeri yang dideritanya mengganggu pola dan peran tersebut. Apakah pasien lebih banyak menangis dan rewel.
8.      Pola Seksualitas/Reproduksi
Bagaimana respon seksualitas pasien.
9.      Pola Koping Toleransi Stress
Apakah pasien menkonsumsi obat untuk menghilangkan nyeri dan stres. Bagaimana keadaan emosi pasien sehari-hari.
10.  Pola Keyakinan Nilai
Apa dan bagaimana keyakinan pasien. Apakah pasien dan keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien.
11.  Pola Konsep diri
Bagaimana pasien menilai dirinya sendiri. Apakah pasien merasa ragu-ragu untuk berkomunikasi karena tidak dapat berbicara dengan jelas akibat adanya ulserasi lokal.

2.      Pemeriksaan Fisik Fokus
a.       Keadaan umum       : lemah.
b.    TTV :    Tekanan Darah  : dalam batas normal
             Suhu                  : suhu tubuh tinggi, lebih dari 37o C (normal 36o C- 37o C)
             Nadi                  : takikardi
             RR                     : dalam batas normal (normal 20-50 x/mnt)
c.       Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1)      Kepala dan leher
Inspeksi : Wajah       :  simetris, dahi mengkerut 
                 Rambut    : lurus/keriting, distribusi merata/tidak
                 Mata         : pupil miosis, konjungtiva anemis
                 Hidung     : tidak terdapat pernafasan cuping hidung
                 Telinga     : bersih
                 Mulut       : mukosa bibir agak kering, terdapat lesi pada rongga mulut, bercak putih, warna lidah merah dan keputihan karena peradangan. Kulit didalam rongga mulut tampak bengkak dan kemerahan
                 Lidah       : Mukosa mulut mengalami peradangan dan ada lesi, bibir pecah-pecah, rasa kering, suatu sensasi rasa luka atau terbakar pada daerah lidah, hipersarivasi.
Palpasi   : ada nyeri tekan (respon nyeri)
2)  Dada
Inspeksi      : simetris, tidak terdapat tarikan otot bantu pernafasan
Palpasi        : denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas, nyeri tekan (-)
Perkusi       :  Jantung    : dullness
                      Paru         : sonor
Auskultasi  : tidak terdengar suara ronchi
                      tidak terdengar bunyi wheezing
3)  Abdomen
Inspeksi   : datar
Palpasi     : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi     : timpani
Auskultasi : ada bising usus
4)  Kulit
Turgor kurang, pucat, kebiruan.
5)  Ekstremitas
Tidak terdapat udem pada pada daerah extremitas

2.      Analisa Data
No.
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
1.
DS: pasien mengatakan bahwa merasa nyeri di daerah rongga mulut.

DO: terdapat luka pada daerah rongga mulut
Nyeri
kerusakan dan inflamasi membrane mukosa mulut
Infeksi local pada mulut, orofaring
Nyeri
2.
DS: keluarga mengatakan bahwa pasien tidak bisa menghitung padahal mudah

DO: pasien terlihat bingung pada saat menghitung
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Nafsu makan turun
Perubahan pola makan

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
3.
DS: keluarga pasien mengatakan pasien jarang BAB karena nutrisi yang di konsumsi kurang dari kebutuhan tubuh.

DO: paien tampak pucat, urin keruh, demam
Gangguan pola eliminasi
Konstipasi
Perubahan pola makan
Gangguan pola eliminasi
4.
DS: keluarga mengatakan bahwa luka pasien semakin meluas

DO: luka pasien sedalam 5mm
Gangguan integritas kulit
Infeksi local pada mulut orofaring
Agen infeksius: bakteri traumatic: tergigit
Gangguan integritas kulit
5.
DS: keluarga mengatakan bahwa pasien sering rewel pada malam hari

DO: pasien tidak mau tidur
Gangguan pola tidur
Nyeri tak terkontrol
Kerusakan dan inflamasi membrane mukosa
Gangguan pola tidur
6.
DS: keluarga mengatakan bahwa pasien jarang membersihkan daerah mulut.

DO: terlihat daerah mulut yang kotor
resiko infeksi
Imunitas menurun: kerentanan
Agen infeksius: bakteri traumatic: tergigit

Resiko infeksi
7.
DS: keluarga mengatakan bahwa pasien jarang makan karena nyeri dan perih di daerah mulut

DO: pasien terlihat lebih kurus dari sebelumnya.
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Nafsu makan menurun
Perubahan pola makan
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
8.
DS: pasien mengatakan malu ketika bicara sama orang lain karena bau mulut.

DO: pasien menjauh dari teman-temannya



Gangguan konsep diri
citra dan harga diri menurun
Sulit berkomunikasi

Gangguan konsep diri
9.
DS: keluarga mengatakan bahwa pasien tidak dapat mandi sendiri.

DO: pasien terlihat kotor tubuhnya
defisit perawatan diri
tubuh lemah
Nafsu makan menurun
Defisit perawatan diri
10.
DS: keluarga mengatakan bahwa selama pasien sakit maka anggota keluarga yang lain tidak bekerja karena harus merawat pasien.

DO: keluarga pasien selalu berada di samping pasien

Perubahan proses keluarga
Isolasi proses perawatan
Infeksi local pada mulut orofaring
Perubahan proses keluarga
11.
DS: keluarga pasien mengatakan pasien tidak mau bermain sama teman sebaya

DO: terlihat pasien menghindar ketika diajak bermain sama teman sebaya.
Hambatan interaksi sosial
Isolasi, proses perawatan
Infeksi local pada mulut orofaring
Hambatan interaksi sosial
12.
DS: keluarga mengatakan bahwa tidak mengerti harus bagaimana mengatasi sakitnya pasien.


DO: terlihat luka pada daerah mulut masih belum ada proses perawatan
Kurangnya pengetahuan
Kurang informasi
Infeksi local pada mulut orofaring

Kurangnya pengetahuan




4.2    Diagnosa
No.
Diagnosa Keperawatan
1.       
Nyeri berhubungan dengan lesi (kerusakan membran mukosa), malaise yang ditandai dengan pasien mengatakan bahwa merasa nyeri di daerah rongga mulut, terdapat luka pada daerah rongga mulut.
2.       
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan intake nutrisi kurang dan faktor psikologi yang ditandai dengan keluarga mengatakan bahwa pasien tidak bisa menghitung padahal mudah, pasien terlihat bingung pada saat menghitung.
3.       
Gangguan pola eleminasi berhubungan dengan intake nitrisi kurang dan stress yang ditandai dengan keluarga mengatakan bahwa pasien tidak bisa menghitung padahal mudah, pasien terlihat bingung pada saat menghitung
4.       
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan infeksi mukosa mulut yang ditandai dengan keluarga mengatakan bahwa luka pasien semakin meluas,  luka pada mukosa mulut pasien sedalam 5mm
5.       
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri yang tidak terkontrol
keluarga mengatakan bahwa pasien sering rewel pada malam hari, pasien tidak mau tidur, cemas
6.       
Resiko infeksi yang berhubungan dengan pejamu yang rentan dan agen infeksius
7.       
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nyeri pada mukosa mulut
8.       
Gangguan konsep diri berhubungan dengan citra dan harga diri menurun akibat bau mulut yang ditandai dengan pasien mengatakan malu ketika bicara sama orang lain karena bau mulut, pasien menjauh dari teman-temannya
9.       
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan tubuh yang ditandai dengan keluarga mengatakan bahwa pasien tidak dapat mandi sendiri, pasien terlihat kotor tubuhnya
10.   
Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan anak yang menderita penyakit yang ditandai dengan keluarga mengatakan bahwa selama pasien sakit maka anggota keluarga yang lain tidak bekerja karena harus merawat pasien, keluarga pasien selalu berada di samping pasien
11.   
Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan isolasi dari teman sebaya yang ditandai dengan keluarga pasien mengatakan pasien tidak mau bermain sama teman sebaya, terlihat pasien menghindar ketika diajak bermain sama teman sebaya
12.   
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit stomatitis yang ditandai dengan keluarga mengatakan bahwa tidak mengerti harus bagaimana mengatasi sakitnya pasien, terlihat luka pada daerah mulut masih belum ada proses perawatan

4.3    Perencanaan

No. Diagnosa
Perencanaan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
1
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,  nyeri pada klien dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil:
1.   Hilangnya rasa sakit dan perih di mukosa mulu
2.   Lesi berkurang dan berangsur sembuh
3.   Membran mukosa oral lembab
4.   Tidak bengkak dan hiperemi
5.   Suhu badan normal

1.      Kaji tingkat nyeri pada pasien
2.      Berikan makanan yang tidak merangsang, seperti makanan yang mengandung zat kimia
3.      Hindari makanan yang terlalu panas dan terlalu dingin
4.      Hindari pasta gigi yang merangsang timbulnya nyeri
5.      Hindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit makan
6.      Anjurkan klien untuk memperbanyak mengkonsumsi buah buah dan sayuran terutama vitamin B12, Vitamin C dan zat Besi
7.      Lakukan elaborasi pemberian analgesik dan kortikosteroid
2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,  nyeri pada klien dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil:
6.        Hilangnya rasa sakit dan perih di mukosa mulu
7.        Lesi berkurang dan berangsur sembuh
8.        Membran mukosa oral lembab
9.        Tidak bengkak dan hiperemi
10.    Suhu badan normal
1.      Kaji pemenuhan nutrisi klien, pola makan dan jumlah kalori yang didapat.
2.      Ukur berat badan dan tinggi badan klien.
3.      Kolaborasi dengan ahli gizi dalam memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
4.      Berikan pengetahuan nutrisi kepeda keluarga klien

3
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam klien terbebas dari resiko konstipasi.
Kriteria hasil:
1.      Menunjukkan pola eliminasi yang teratur
2.      Menunjukkan perubahan perilaku, pola makan teratur
1.      Identifikasi faktor resiko gangguan pola eleminasi
2.      Auskultasi abdomen meliputi jumlah dan lokasi bising usus
3.      Evaluasi diet dan pemenuhan cairan klien.
4.      Instruksikan konsumsi serat yang cukup
5.      Anjurkan meningkatkan pemenuhan cairan klien
6.      Berikan pendidikan tentang pentingnya BAB secara teratur
4
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,  nyeri pada klien dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil:
1. Integritas kulit menjadi baik
2. Luka pada mulut menjadi hilang
1.      Kaji Permukaan kulit pada area mulut
2.      Monitor adanya kemerahan atau jejas lain
3.      Berikan makanan yang tidak terlalu keras
4.      Kolaborasi pemberian obat
5
Setelah dilakukan perawatan 2x 24 jam pasien Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi
dengan kriteria hasil:
1.    pasien yang rentan tidak mengalami penyakit Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
2.    Pasien mengungkapan sudah bisa tidur
3.    Pasien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.

1.      Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur
2.      Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.
3.      Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur
4.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat membuat klien tertidur
5.      Pantau kembali kondisi pasien untuk asuhan selanjutnya
6
Setelah dilakukan perawatan 2x 24 jam pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
1.      Pasien yang rentan tidak mengalami penyakit

1.      Curigai adanya penyakit infeksi, terutama pada anak yang rentan.
2.      Identifikasi anak beresiko tinggi (misalnya anak yang menderita imunodefisiensi atau penyakit hemolitik) jika penyakit menular dapat membuat fatal bagi mereka, pada kasus ledakan penyakit anjurkan orang tua untuk menjaga anaknya tetap di dalam rumah
3.      Berpartisipasi dalam program edukasi dan layanan masyarakat mengenai imunisasi profilaksis, cara penyebaran penyakit menular, penyiapan dan penanganan pasokan makanan dan air yang benar, pengendalian vektor binatang sebagai reservoir penyakit (bukan faktor dalam penyakit menular masa kanak-kanak tetapi
7
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam status nutrisi terpenuhi dengan
kriteria hasil:
1.    Status nutrisi terpenuhi
2.    Nafsu makan klien timbul kembali

1.      Kaji status nutrisi pasien
2.      Beri nutrisi dalam keadaan lunak, porsi sedikit tapi sering
3.      Pantau berat badan tiap hari
4.      Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi
5.      Berikan informasi tentang zat-zat makanan yang sangat penting bagi keseimbangan metabolisme tubuh
8
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam gangguan konsep diri teratasi dengan kriteria hasil:
1.     Pasien mulai percaya diri dan tidak menarik diri dari pergaulan
2.     Bau mulut pasien hilang
1.    Berikan pendidikan tentang asal bau mulut
2.    Berikan perawatan oral hygine
3.    Anjurkan klien untuk banyak minum 8 gelas sehari
4.    Libatkan keluarga dalam meningkatkan percayadiri klien
5.    Ajarkan keluarga dalam perawatan oral hygine
9
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam defisit perawatan diri teratasi, dengan kriteria hasil:
Pasien mampu merawat dirinya sendiri

1.    Pantau tingkat kekuatan dan toleransi terhadap aktivitas
2.    Bantu pasien hanya jika diperlukan
3.    Berikan keamanan dengan mempertahankan lingkungan yang teratur dan pencahayaan yang baik
4.    Ajarkan keluarga tentang perawatan pada pasien.
10
Setelah dilakukan 2x 24 jam tindakan keperawatan  klien (keluarga) mendapatkan dukungan emosi yang adekuat
1.      Informasikan kepada orang tua mengenai pilihan penatalaksanaan.
2.      Dorong upaya keluarga untuk melaksanakan asuhan. Berikan bantuan jika perlu, seperti mendatangkan perawat.
3.      Jaga agar keluarga tetap mewaspadai kemajuan.
4.      Tekankan cepatnya pemulihan
11
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam, pasien memahami alas an isolasi, pasien memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan kriteria hasil:
1.      anak bergabung dengan aktivitas dan interaksi yang sesuai dan teman sebaya dapat menerima keadaan sakit anak
1.      Selalu perkenalkan diri kepada anak biarkan melihat wajah sebelum memberi pakaian pelindung bila perlu berikan aktivitas pengalihan perhatian
2.      Terangkan alasan pengekangan dan penerapan tindakan kewaspadaan khusus.
3.      Perbolehkan anak bermain dengan masker dan gaun (jika digunakan)
4.      Dorong orang tua untuk selalu bersama anak selama hospitalisasi
5.      Dorong kontak dengan teman via telepon (di rumah sakit bisa menggunakan internet)
6.      Persiapkan teman sebaya anak mengenai perubahan penampilan fisik seperti keadaan fisik akibat terkena stomatitis
12
setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam pengetahuan klien adekuat
kriteria Hasil:
klien memahami informasi terkait penyakit stomatitis
adanya perubahan perilaku dan berpartisipasi pada program perawatan
identifikasi dangunakan sumber informasi yang tepat terkait penyakit
1.      Validasi tingkat saat ini pemahaman, mengidentifikasi pembelajaran kebutuhan, dan menyediakan basis pengetahuan dari mana klien dapat membuat keputusan
2.      Bantu identifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahpahaman, dan kesenjangan dalam pengetahuan tentang stomatitis
3.      Tentukan persepsi klien tentang perawatan stomatitis
4.      Tanyakan tentang sendiri atau sebelumnya pengalaman klien atau pengalaman dengan orang lain yang memiliki riwayat stomatitis .
5.      Berikan informasi yang jelas dan akurat secara faktual.
6.      Sediakan bahan-bahan tertulis tentang stomatitis, pengobatan, dan tersedia sistem pendukung.

4.4    Pelaksanaan
No. Diagnosa
Implementasi
1
1.      Mengkaji tingkat nyeri pada pasien
2.      Memerikan makanan yang tidak merangsang, seperti makanan yang mengandung zat kimia
3.      Menghindari makanan yang terlalu panas dan terlalu dingin
4.      Menghindari pasta gigi yang merangsang timbulnya nyeri
5.      Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit makan
6.      Menganjurkan klien untuk memperbanyak mengkonsumsi buah buah dan sayuran terutama vitamin B12, Vitamin C dan zat Besi
7.      Melakukan elaborasi pemberian analgesik dan kortikosteroid
2
1.      Mengkaji pemenuhan nutrisi klien, pola makan dan jumlah kalori yang didapat.
2.      Mengukur berat badan dan tinggi badan klien.
3.      Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
4.      Memberikan pengetahuan nutrisi kepeda keluarga klien
3
1.      Mengidentifikasi faktor resiko gangguan pola eleminasi
2.      Melakukan auskultasi abdomen meliputi jumlah dan lokasi bising usus
3.      Mengevaluasi diet dan pemenuhan cairan klien.
4.      Menginstruksikan konsumsi serat yang cukup
5.      Menganjurkan meningkatkan pemenuhan cairan klien
6.      Memberikan pendidikan tentang pentingnya BAB secara teratur
4
1.      Mengkaji Permukaan kulit pada area mulut
2.      Memonitor adanya kemerahan atau jejas lain
3.      Memberikan makanan yang tidak terlalu keras
4.      Berkolaborasi pemberian obat
5
1.      Menjelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur
2.      Menciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.
3.      Memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur
4.      Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat membuat klien tertidur
5.      Memantau kembali kondisi pasien untuk asuhan selanjutnya
6
1.      Mencurigai adanya penyakit infeksi, terutama pada anak yang rentan.
2.      Mengidentifikasi anak beresiko tinggi (misalnya anak yang menderita imunodefisiensi atau penyakit hemolitik) jika penyakit menular dapat membuat fatal bagi mereka, pada kasus ledakan penyakit anjurkan orang tua untuk menjaga anaknya tetap di dalam rumah
3.      Berpartisipasi dalam program edukasi dan layanan masyarakat mengenai imunisasi profilaksis, cara penyebaran penyakit menular, penyiapan dan penanganan pasokan makanan dan air yang benar, pengendalian vektor binatang sebagai reservoir penyakit (bukan faktor dalam penyakit menular masa kanak-kanak tetapi
7
1.      Mengkaji status nutrisi pasien
2.      Memberi nutrisi dalam keadaan lunak, porsi sedikit tapi sering
3.      Memantau berat badan tiap hari
4.      Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi
5.      Memberikan informasi tentang zat-zat makanan yang sangat penting bagi keseimbangan metabolisme tubuh
8
1.      Memberikan pendidikan tentang asal bau mulut
2.      Memberikan perawatan oral hygine
3.      Menganjurkan klien untuk banyak minum 8 gelas sehari
4.      Melibatkan keluarga dalam meningkatkan percayadiri klien
5.      Mengajarkan keluarga dalam perawatan oral hygine
9
1.      Memantau tingkat kekuatan dan toleransi terhadap aktivitas
2.      Membantu pasien hanya jika diperlukan
3.      Memberikan keamanan dengan mempertahankan lingkungan yang teratur dan pencahayaan yang baik
4.      Mengajarkan keluarga tentang perawatan pada pasien.
10
1.      Menginformasikan kepada orang tua mengenai pilihan penatalaksanaan.
2.      Mendorong upaya keluarga untuk melaksanakan asuhan. Berikan bantuan jika perlu, seperti mendatangkan perawat.
3.      Menjaga agar keluarga tetap mewaspadai kemajuan.
4.      Menekankan cepatnya pemulihan
11
1.      Memperkenalkan diri kepada anak biarkan melihat wajah sebelum memberi pakaian pelindung bila perlu berikan aktivitas pengalihan perhatian
2.      Menerangkan alasan pengekangan dan penerapan tindakan kewaspadaan khusus.
3.      Memperbolehkan anak bermain dengan masker dan gaun (jika digunakan)
4.      Mendorong orang tua untuk selalu bersama anak selama hospitalisasi
5.      Mendorong kontak dengan teman via telepon (di rumah sakit bisa menggunakan internet)
6.      Mempersiapkan teman sebaya anak mengenai perubahan penampilan fisik seperti keadaan fisik akibat terkena stomatitis
12
1.      Memvalidasi tingkat saat ini pemahaman, mengidentifikasi pembelajaran kebutuhan, dan menyediakan basis pengetahuan dari mana klien dapat membuat keputusan
2.      Membantu identifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahpahaman, dan kesenjangan dalam pengetahuan tentang stomatitis
3.      Menentukan persepsi klien tentang perawatan stomatitis
4.      Menanyakan tentang sendiri atau sebelumnya pengalaman klien atau pengalaman dengan orang lain yang memiliki riwayat stomatitis .
5.      Memberikan informasi yang jelas dan akurat secara faktual.
6.      Menyediakan bahan-bahan tertulis tentang stomatitis, pengobatan, dan tersedia sistem pendukung.

4.5    Evaluasi
No. Diagnosa
Evaluasi
1
S: klien mengatakan bahwa, nyeri yang di rasakan sudah agag mendingan.
O: terlihat pada bibir klien sudah tidak terdapat lesi.
A: Masalah nyeri teratasi
P: tindakan di hentikan
2
S: keluarga klien mengatakan klien makan dengan baik
O: BB= 20 kg TB=120 cm
A: masalah teratasi
P: hentikan tindakan keperawatan
3
 S: keluarga klien mengatakan klien BAB setiap pagi
O: intake cairan klien= 1500 ml/hari
A: masalah teratasi
P: tindakan keperawatan dihentikan
4
S: klien mengatakan bahwa, saya ketika makan sudah agak enakan
O: terlihat luka pada permukaan mulut klien sudah tidak ada
A: Masalah integritas kulit teratasi
P: tindakan dihentikan
5
S: klien mengatakan bahwa, saya sudah bisa tidur dengan tenang dan nyaman
O: terlihat pasien tertidur pulas di ruang perawatan
A: Masalah pola tidur teratasi
P: tindakan di hentikan
6
S: Klien mengatakan tidak merasa nyerinya sudah hilang.
O: terlihat uji tes labnya tidak adanya bakteri dan virus
A: Masalah Resiko infeksi teratasi
P: tindakan dihentikan
7
S: Klien mengatakan nafsu makannya sudah kembali seperti sedia kala.
O: pasien sudah menghabiskan makanan yang telah di berikan perawat
A: Masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan teratasi
P: tindakan dihentikan
8
S: keluarga mengatakan pasien sudah mau berbicara dengan temannya lagi
O: bau mulut sudah tidak tercium lagi ketika pasien berbicara
A: gangguan konsep diri berhubungan dengan citra dan harga diri menurun akibat bau mulut teratasi
P: asuhan keperawatan dihentikan
9
S: keluarga mengatakan pasien telah dapat merawat dirinya sendiri, seperti berpakaian, dan menyikat giginya
O: pasien nampak dapat beraktivitas seperti semula, dan tidak lemah
A: defisit perawatan diri teratasi
P: asuhan keperawatan dihentikan
10
S: Klien mengatakan sejak saya sakit ibu semakin perhatian
O: Selama di rumah sakit terlihat keluarga  selalu menemani klien
A: Masalah perubahan proses keluarga teratasi
P: tindakan dihentikan
11
S: Klien mengatakan ”teman sebayanya telah menjenguk saya hari ini”
O: terlihat klien mulai percaya diri untuk berbicara dan bercanda dengan teman sebayanya
A: Masalah Hambatan interaksi sosial teratasi
P: tindakan dihentikan
12
S: Klien mengatakan ”setelah perawat memberikan penyuluhan saya jadi tahu penyakit yang saya alami dan cara pencegahannya”
O: Terlihat klien sudah mulai mengkonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C
A: Masalah kurang pengetahuan teratasi
P: tindakan dihentikan

BAB 5. PENUTUP

5.1    Kesimpulan
Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi seperti tembakau, defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus atau jamur, dan penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry, 2005). Stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi, angit-langit dan dasar mulut. Ada 4 klasifikasi stomatitis, yaitu Mycotic stomatitis, Gingivostomatitis, Denture stomatitis, dan Aphthous stomatitis. Keluhan utama yang sering muncul pada pasien stomatitis adalah nyeri atau pedih pada bagian yang terkena stomatitis. Penatalaksanaannya dengan cara medis dan proses keperawatan, yang paling penting cara penanganannya adalah dengan cara menjaga kebersihan oral klien.
Salah satu factor penyebab stomatitis yaitu perhatian yang kurang terhadap rongga mulut. Stomatitis dapat diredakan dengan menggunakan beberapa jenis obat, baik dalam bentuk salep (yang mengandung antibiotic dan penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun obat kumur. Penyakit stomatitis dapat dihindari dengan cara menjaga kebersihan gigi dan mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup terutama makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi.

5.2    Saran
Tugas dan peran utama perawat harus dilakukan dengan baik agar meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Pemberian asuhan keperawatan juga sangat perlu dilakukan oleh seorang perawat. Pemberian asuhan keperawatan harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan pasien, begitu pula dengan pasien stomatitis terutama pada anak. Maka diharapkan bagi seorang perawat untuk lebih memahami serta menambah pengetahuan lebih dalam akan perkembangan penyakit stomatitis sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak serta kondisi kebutuhan anak yang harus dipenuhi.
           
DAFTAR PUSTAKA


Baughman,D.C& Hackley,J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Ganong, Mcphee, J Stephen. 2010. Patofisiologi Penyakit ed 5. Jakarta : EGC
Hayes, Peter C. 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC
Kumar, dkk. 2009. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC
Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Sloane, Ethel.2004.  Anatomi dan Fisiologi untk Pemula. Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.
Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC


                                           denganang yang berdasarkan per-negara g dilakukan oleh rakyat dalam memilih wakilnya kelak yang akan menjaga dan menuntun negar