Kamis, 10 September 2015

asuhan keperawatan kwarshiorkor



PRAKATA


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuni-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kwashiorkor”. Makalah ini disusun berdasarkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik IIIB Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.           Ns. Lantin Sulistyorini, M.Kes, selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah Keperawatan Klinik IIIB Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember;
2.           Ayah dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan perhatian dan dukungannya baik secara materil maupun non materil;
3.           Rekan-rekan satu kelompok yang sudah bekerjasama dan berusaha semaksimal mungkin sehingga makalah ini dapat terealisasi dengan baik;
4.           Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.


Jember, Mei 2015                                                                                            Penulis







DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................    ii
PRAKATA.....................................................................................................   iii
DAFTAR ISI..................................................................................................   iv
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................   1
1.1 Latar Belakang.............................................................................   1
1.2 Tujuan dan Manfaat.....................................................................   2
1.3 Implikasi Keperawatan.................................................................   2
BAB 2. PEMBAHASAN...............................................................................   3
2.1 Pengertian Kwashiorkor...............................................................   3
2.2 Epidemiologi................................................................................   4
2.3 Etiologi.........................................................................................   5
2.4 Tanda dan Gejala.........................................................................   6
2.5 Patofisiologi.................................................................................   10
2.6 Komplikasi dan Prognosis............................................................   10
2.7 Pencegahan...................................................................................   11
2.8 Pengobatan...................................................................................   11
BAB 3. PATHWAY.......................................................................................   12
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN.........................................................   13
4.1 Pengkajian....................................................................................   14
4.2 Diagnosa Keperawatan................................................................   18
4.3 Intervensi Keperawatan...............................................................   19
4.4 Implementasi Keperawatan..........................................................   30
4.5 Evaluasi........................................................................................   34
BAB 5. PENUTUP.........................................................................................   38
5.1 Kesimpulan...................................................................................   38
5.2 Saran.............................................................................................   38
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................   39

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Kwarsiorkor merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Kwarsiorkor disebabkan karena defisiensi makronutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi permasalahan pada status gizi dari defisiensi makronutrient kwarsiorkorada defisiensi mikronutrient, tetapi beberapa daerah di indonesia prevalensi kwarsiorkormasih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi kwarsiorkor. Kwashiorkor atau yang biasa disebut busung lapar adalah sindrom klnis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak cukup. Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan gejala seperti tinggi dan berat bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun penambahan tinggi dan berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak yang secara tetap bergizi baik.

Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya kwarsiorkor adalah konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, kwarsiorkor timbul pada anggota keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari kwarsiorkor di beberapa daerah di Indonsia kwarsiorkor pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau ho (honger oedeem). Oleh karena itu, penting bagi perawat untuk mempelajari penyakit kwashiorkor pada anak.
1.2  Tujuan dan Manfaat
1.2.1        untuk mengetahui pengertian kwashiorkor;
1.2.2        untuk mengetahui epidemiologi kwashiorkor;
1.2.3        untuk mengetahui etiologi kwashiorkor;
1.2.4        untuk mengetahui tanda dan gejala kwashiorkor;
1.2.5        untuk mengetahui patofisiologi kwashiorkor;
1.2.6        untuk mengetahui komplikasi dan prognosis kwashiorkor;
1.2.7        untuk mengetahui pengobatan kwashiorkor;
1.2.8        untuk mengetahui pencegahan kwashiorkor;
1.2.9        untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan kwashiorkor.
1.3  Implikasi Keperawatan
Implikasi dalam keperawatan adalah dengan adanya makalah ini di harapkan perawat akan dapat memahami pengertian, epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, komplikasi dan prognosis, pengobatan, pencegahan, serta asuhan keperawatan terhadap anak dengan kwashiorkor agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap tindakan yang akan di lakukan oleh perawat terhadap klien.



BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak cukup. Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan gejala seperti tinggi dan berat bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun penambahan tinggi dan berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak yang secara tetap bergizi baik (Behrman et all, 2000). Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein (Ratna Indrawati, 1994). Kwashiorkor juga disebut sebagai defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita) (Ngastiyah, 1997). Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP).
Kwashiorkor atau biasa lebih dikenal “busung lapar", pertama kali diperkenalkan oleh Dr Cecile Williams pada tahun 1933 ketika ia berada di Gold Coast, Afrika. Saat itu, Dr Cecile Williams banyak menemui anak-anak mengalami gejala busung lapar atau kwashiorkor. Istilah kwashiorkor berasal dari bahasa setempat yang artinya “penyakit anak pertama yang timbul begitu anak kedua muncul". Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat akibat mengkonsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Defisiensi protein sangat parah meskipun konsumsi energi atau kalori tubuh mencukupi kebutuhan.

     Gambar 1 Perbandingan Normal dan Kwashiorkor
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut.
a.    Berat badan 60-80% standar tanpa edema                        : gizi kurang (MEP ringan).
b.    Berat badan 60-80% standar dengan edema         : kwashiorkor (MEP berat).
c.    Berat badan <60% standar tanpa edema               : marasmus (MEP berat).
d.   Berat badan <60% standar dengan edema                        : marasmik kwashiorkor
 (MEP berat)
2.2 Epidemiologi
Gizi buruk (malnutrisi) merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada tanggal 12 September 2008, menyatakan malnutrisi sebagai penyebab lebih dari 1/3 dari 9,2 juta kematian pada anak-anak dibawah usia 5 tahun di dunia. UNICEF juga memberitakan tentang terdapatnya kemunduran signifikan dalam kematian anak secara global di tahun 2007, tetapi tetap terdapat  rentang yang sangat jauh antara negara-negara kaya dan miskin,  khususnya di Afrika dan Asia Tenggara (CWS, 2008).
Biasanya, kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia enam bulan sampai tiga tahun. Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada usia itu berlangsung masa peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau makanan sapihan.
2.3 Etiologi
Kwashiorkor terjadi karena adanya defisiensi protein pada anak karena kandungan karbohidrat makanan tersebut tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat rendah. Faktor yang paling mungkin adalah menyusui, ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang. Selain makanan yang tidak mengandung protein, penyakit kwashiorkor juga dapat ditimbulkan karena gangguan penyerapan protein, misalnya pada keadaan diare kronik, kehilangan protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka-luka bakar, serta kegagalan melakukan sintesis protein pada penyakit hati yang kronis. Kompartemen protein visceral akan mengalami deplesi yang lebih parah pada kwashiorkor. Kehilangan kompartemen protein visceral yang nyata pada kwashiorkor akan menimbulkan hipoalbuminemia sehingga terjadi edema yang menyeluruh atau edema dependen.
Faktor yang dapat menyebabkan inadekuatnya intake protein antara lain sebagai berikut:
a.    Pola makan
Protein (asam amino) sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nurisi anak akan berperan penting terhadap terjadinya Kwashiorkor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b.    Faktor sosial
Negara dengan tingkat penduduk tinggi, keadaan sosial dan politik yang tidak stabil, atau adanya pantangan untuk makan makanan tertentu dapat menyebabkan terjadinya kwashiorkor.


c.    Faktor ekonomi
Penghasilan yang rendah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak yang tidak terpenuhi.
d.   Faktor infeksi dan penyakit lain
Infeksi dan MEP saling berhubungan. Infeksi dapat memperburuk keadaan gizi. MEP akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Misalnya, gangguan penyerapan protein karena diare.
2.4  Tanda dan Gejala



Gambar 2 Tanda dan Gejala Kwashiorkor



Tanda dan gejala yang terjadi pada anak dengan Kwashiorkor antara lain sebagai berikut:
a.    Edema, umunya seluruh tubuh terutama pada punggung kaki (dorsum pedis).
Gambar 3 Edema pada seluruh tubuh
b.    Wajah membulat dan sembab.
c.    Pandangan mata sayu.
d.   Rambut tipis kemerahan seperti warna jagung, mudah di cabut tanpa rasa sakit dan rontok. Anak yang rambutnya keriting dapat menjadi lurus.
Gambar 4 Rambut Menipis
e.    Perubahan status mental, apatis, dan rewel.
f.     Tidak nafsu makan.
g.    Pembesaran Hati.
h.    Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri atau duduk.
i.      Warna kulit pucat.
j.      Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).
k.    Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut; anemia; dan diare.
Pada awalnya, bukti klinik awal malutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis, atau iritabilitas. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamina, kehilangan jaringan muskuler, bertambahnya kerentanan terhadap infeksi, dan udem. Salah satu manifestasi yang paling serius dan konstan adalah imunodefisiensi sekunder. Misalnya, campak dapat memburuk dan mematikan pada anak malnutrisi. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan, dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat serta sering terjadi infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi di awal, penurunan berat badan yang dapa dilihat pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, angka filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Manifestasi klinis yang lain adalah dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasitetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Penyebaran rambut jarang dan tipis serta kehilangan sifat elastisitasnya. Pada anakyang berambut hitam, dispigmentasi menyebabkan warna merah atau abu-abu seperti coretan pada rambut (hipokromtrichia). Rambur menjadi kasar pada fase kronik. Anak juga mengalami anoreksi, muntah, dan diare terus menerus. Otot menadi lemah, tipis dan atrofi, tetapi kadang-kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental tertama iritabilitas dan apati sering terjadi.
Perubahan-perubahan pada kwashiorkor sebagai berikut:
a.    Wujud umum: secara umum, penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita seperti moon face akibat terjadinya edema.
b.    Retardasi pertumbuhan: gejala yang paling penting adalah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
c.    Perubahan mental: biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan, dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun dan anak menjadi pasif.
d.   Edema: sebagian besar anak dengan Kwashiorkor ditemukan edema, baik ringan maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
e.    Kelainan rambut: perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture) maupun warnanya. Rambut kepala mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih.
f.     Kelainan kulit: kulit biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian besar penderita ditemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan, terutama bila tekanan terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti pada fosa politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, pantat, dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan menjadi hitam. Pada suatu saat, bercak-bercak ini akan mengelupas dan memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi.
g.    Kelainan gigi dan tulang: pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
h.    Kelainan hati: pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropic.
i.      Kelainan darah dan sumsum tulang: anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis dan amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah seperti ferum dan vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh, akibatnya terjadi defek umunitas seluler dan gangguan sistem komplimen.
j.      Kelainan pankreas dan kelenjar lain: di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva, dan usus halus terjadi perlemakan.
k.    Kelainan jantung: bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan hipokalemi dan hipmagnesemia.
l.      Kelainan gastrointestinal: terjadi anoreksia sampai semua pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena tiga masalah utama, yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu, konjugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa usus halus.
2.5 Patofisiologi
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainanan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edema dan lemak dalam hati. Kekurangan protein dalam diet akan terjadi karena kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme yang akan disalurkan ke jaringan otot. Semakin asam amino berkurang dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat edema. Lemak dalam hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein sehingga transport lemak dari hati terganggu dan berakibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati.
2.6 Komplikasi dan Prognosis
Kwashiorkor yang tidak cepat diatasi akan mengakibatkan marasmus bahkan marasmus-kwashiorkor. Anak akan mudah terserang infeksi, seperti diare, ISPA (infeksi saluran pernapasan atas), TBC, polio, dan lain-lain. Lebih dari 40% anak-anak yang menderita Kwashiorkor meninggal karena gangguan elektrolit, infeksi, hipotermia, dan kegagalan jantung. Keterbelakangan mental yang bersifat ringan bisa menetap sampai anak mencapai usia sekolah dan mungkin lebih. Anak dengan Kwashiorkor dapat terjadi penurunan IQ secara permanen. Diperlukan waktu sekitar 2-3 bulan agar berat badan anak kembali ke berat badan ideal. Komplikasi jangka pendek yang akan terjadi bagi penderita kwashiorkor adalah diare, hipoglikemia, anemia, hipokalemia, shock, hipotermi, dehidrasi, gangguan fungsi vital, gangguan keseimbangan elektrolit asam-basa, infeksi berat, serta hambatan penyembuhan penyakit penyerta. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah tubuh pendek dan berkurangnya potensi tumbuh kembang.
2.7 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah anak terkena Kwashiorkor adalah mencukupi kebutuhan protein yang lengkap dengan mengkonsumsi sumber protein yang dikombinasikan antara sumber protein hewani dan sumber protein nabati sehingga saling melengkapi jumlah protein yang harus dikonsumsi bayi setiap hari. Hal ini bergantung pada umur, berat badan, jenis kelamin, mutu protein yang dikonsumsi, serta keadaan tertentu, misalnya sedang sakit atau baru sembuh dari sakit, yang mengharuskan anak untuk mengkonsumsi protein dalam jumlah yang lebih besar. Umumnya tingkat kebutuhan protein anak dalam keadaan sehat normal membutuhkan sekitar 40-60 gram protein tiap hari.
2.8 Pengobatan
            Dalam mengatasi kwashiorkor adalah dengan memberikan makanan bergizi secara bertahap. Bila bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang diencerkan. Secara bertahap keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai konsistensi yang normal seperti susu biasa kembali. Jika anak sudah agak besar, bisa mulai dengan makanan encer, kemudian makanan lunak (bubur) dan bila keadaan membaik, maka baru diberikan makanan padat biasa. Dalam melaksanakan hal ini selalu diberikan pengobatan sesuai dengan penyakit yang diderita. Bila keadaan kesehatan dan gizi sudah mencapai normal, perlu diteruskan dengan imunisasi. Makanan yang dihidangkan diet tinggi kalori, protein, cairan, vitamin, dan mineral. Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit.

BAB 3. PATHWAY

















BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
1.    Identitas Klien
a.    Nama
     Nama meliputi nama lengkap dan nama panggilan atau nama kesukaan pasien.
b.    Jenis Kelamin
     Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko lebih besar jika dibandingkan dengan perempuan karena laki-laki membutuhkan lebih banyak asupan protein.
c.    Usia
    Usia 1-3 tahun lebih sering terkena penyakit kwarsiokor karena kebutuhan pada usia tersebut sangat meningkat.
d.   Alamat
     Alamat mengindikasikan lingkungan tempat tinggal. Lingkungan tempat tinggal  yang kumuh akan lebih rentan menimbulkan penyakit pada penghuninya, utamanya penyakit kwarsiokor sehingga dibutuhkan protein yang lebih banyak untuk membentuk sistem imunitas yang lebih baik.
e.    Pendidikan Terakhir
     Pendidikan keluarga terutama orang tua secara tidak langsung akan mempengaruhi derajat pemenuhan kesehatan anak. 
f.     Pekerjaan Orang Tua
     Pekerjaan orang tua menggambarkan kesejahteraan kesehatan anak. Pekerjaan orang tua dengan penghasilan yang kurang akan berpengaruh pada pemenuhan nutrisi keluarga dan anak.
g.    Sumber Informasi
     Sumber informasi didapatkan dari orang tua klien.
h.    Tanggal MRS
     Tanggal masuk rumah sakit menjadi penting karena sebagai data identitas klien sebelum dilakukan pemeriksaan atau pengobatan lebih lanjut.

i.      Nomor Registrasi
     Nomor registrasi menjadi bagian dari identitas klien yang penting karena dapat memudahkan bagi perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam mengidentifikasi layanan kesehatan yang akan dilakukan.
2.    Keluhan Utama
     Umumnya keluhan utama pada anak dengan kwarsiokor adalah terjadi gangguan pada pertumbuhannya yaitu semakin turunnya berat badan, edema pada ekstremitas, diare dan keluhan lainnya yang menunjukkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan. 
3.    Riwayat Kesehatan Klien
a.    Riwayat Penyakit Sekarang
     Biasanya anak dengan kwarsiokor mengalami anoreksia, diare, penurunan berat badan (BB <80% BB normal seusianya), keterbelakangan mental yaitu apatis dan rewel, bengkak pada bagian ekstremitas bahkan wajah, adanya luka dan lain-lain.
b.    Riwayat Penyakit Dahulu
     Penyakit kwarsiokor biasanya terjadi pada anak dengan kelahiran premature sehingga refleks menghisap ASI nya kurang. Anak dengan berat badan lahir rendah, anak dengan alergi susu sehingga pemenuhan kebutuhan nutrisinya kurang. Selain itu anak dengan ibu peminum alcohol, AIDS atau kekurangan gizi dapat mengakibatkan anak kwarsiokor.
c.    Riwayat Perinatal
1)   Tahap perinatal
     Kurangnya asupan nutrisi pada ibu selama hamil dapat menyebabkan malnutrisi pada anak. Selain itu, infeksi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dapat menular pada anak dan menjadi infeksi kronis bagi anak.
2)   Tahap Intranatal
     Bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan kurangnya pengetahuan ibu dapat menyebabkan bayi mengalami kwarsiokor.
3)   Tahap Post Natal
     Asupan nutrisi seperti pemberian ASI eksklusif dan nutrisi lainnya setelah ASI eksklusif dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi baru lahir.
d.   Riwayat Kesehatan Keluarga
     Riwayat penyakit keluarga sebagian besar tidak berpengaruh, karena kwarsiokor bukan penyakit genetik, namun kebanyakan karena anak mengalami malnutrisi.
e.    Riwayat Nutrisi
     Anak yang mengalami kwarsiokor biasanya dikarenakan malnutrisi terutama defisiensi protein. Selain itu, anak juga kekurangan asupan karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang penting bagi tubuh.
f.     Riwayat Tingkat Perkembangan
     Anak yang mengalami kwarsiokor mengalami keterlambatan pertumbuhan karena kurangnya asupan protein. Kecerdasan anak juga menurun karena adanya keterbelakangan pertumbungan dan perkembangan tersebut.
4.    Pola Fungsi Kesehatan
a.    Pola Persepsi dan Tatalaksana Kesehatan
     Orang tua anak yang menderita kwarsiokor kebanyakan tidak mengetahui cara melakukan perawatan pada anak dan cara mengasuhnya.
b.    Pola Nutrisi dan Metabolisme
     Anak yang mengalami kwarsiokor karena mengalami defisiensi nutrisi akan mengganggu metabolisme tubuh anak dan akibatnya zat-zat penting dalam tubuh tidak tersedia dengan cukup. Contohnya terjadinya pembesaran hati karena kekurangan asam amino.
c.    Pola Eliminasi
     Anak akan mengalami gangguan pada gastrointestinalnya seperti diare dan anoreksia.
d.   Pola Aktivitas / Bermain
     Anak akan mengalami gangguan aktivitas karena gangguan mental  yaitu apatis dan rewel. Selain itu juga karena adanya edema pada ekstremitas serta penurunan fungsi otot.
e.    Pola Istirahat dan Tidur
     Anak mengalami gangguan pola istirahat dan tidurnya karena rewel dan ketidaknyamanan karena edema ekstremitas.
f.     Pola Kognitif dan Persepsi Sensori
     Anak akan mengalami gangguan kognitif akibat kurangnya asupan nutrisi, keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan serta penglihatan karena defisiensi vitamin A.
g.    Pola Konsep Diri
     Anak akan merasa malu dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya karena adanya ketidaknormalan pada tubuhnya.
h.    Pola Hubungan Peran
     Pola hubungan dan peran anak dengan dunia luar akan terganggu dengan adanya citra diri yang rendah dan gangguan pertumbuhan.
i.      Pola Seksual-Seksualitas
     Klien tidak mengalami kelainan apapun.
j.      Pola Mekanisme Koping
     Keluarga perlu memeberi dukungan semangat utuk kesembuhan anak.
k.    Pola Nilai dan Kepercayaan
     Keluarga terutama orang tua selalu optimis dan mendoakan kesembuhan anaknya.
5.    Pemeriksaan Fisik
a.    Keadaaan Umum
     Umumnya anak penderita kwarsiokor akan tampak pucat, kurus, edema pada ekstremitas, wajahnya menunjukkan tanda moon face karena terjadinya edema. Anak cengeng dan rewel. Keadaan anak komposmentis namun pada stadium lanjut dapat menjadi apatis, kesadarannya pun akan menurun dan anak akan menjadi pasif.
     Pada tanda-tanda vitalnya ditemukan; TD meningkat karena terjadi takikardi, ritme nadi tidak teratur, RR meningkat terjadi dyspnea dan terdapat bunyi abnormal, suhu turun kurang dari 37oC.

b.    Head to Toe
1)   Rambut
     Akibatnya pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh, rambut menjadi kusam, kering, mudah dicabut, warna tidak merata dan kemerahan.
2)   Wajah
     Wajah pucat jika terjadi anemia dan wajah akan bengkak (moon face).
3)   Mata
     Mata menjdi sayu, selaput mata pucat, kornea menjadi putih buram.
4)   Bibir
     Terdapat luka pada sudut-sudut mulut.
5)   Kulit
     Terdapat bintik / belang hiperpigmentasi bilateral pada kulit yang mengelupas mirip luka bakar. Jaringan bawah kulit edema akibat terjadi penumpukan cairan dan akan membentuk cekungan jika di palpasi, lalu akan kembali ke bentuk semula setelah beberapa detik atau menit.
6)   Otot
     Atrofi otot ada sehingga anak tampak lemah terus-menerus dan tidak mampu berjalan dengan baik.
7)   Gastrointestinal
     Saat dilakukan palpasi akan ditemukan hepatomegali. 
8)   Sistem saraf
     Anak menjadi apatis, kurang perhatian, bingung, kurang ceria dan iritabilitas.
9)   Kaki
     Terjadi edema pada ektremitas bawah dan luka pada paha.
6.    Pemeriksaan Diagnostik
a.    Kadar albumin: normal 4-5,2g/dl. Pada anak dengan kwarsiokor ringan memiliki kadar albumin hanya 2,7-3,4g/dl, dan pada kwarsiokor berat memiliki kadar albumin 2,1g/dl.
b.    Tes imun: jumlah limfosit <1500 sel/mm menandakan penurunan generasi sel T yang sensitif terhadao malnutrisi.
c.    Tes kreatinin (Cr): normal 20-35g/dl/24 jam, penurunan Cr sebanyak 60% menandakan terjadi penurunan berat badan.
d.   Tes hemoglobin: normal pada bayi 9-14 u/L dan pada anak usia 6-12 bulan sebanyak 11,5-15 u/L. jika hemoglobin menurun maka anak akan mengalami anemia akibat dari turunnya protein yang mengganggu pembentukan sel darah.
4.2 Diagnosa Keperawatan
1.        Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
2.        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
3.        Gangguan kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.
4.        Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan defisiensi vitamin A.
5.        Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.
6.        Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal dan malabsorpsi lemak.
7.        Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai penyakit.
8.        Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh rendah.
9.        Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan nutrisi.
10.    Gangguan citra diri berhubungan dengan edema ekstremitas.  




4.3 Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/ kriteria hasil
Perencanaan/ Intervensi
Rasional
1
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu bertumbuh dan berkembang sesuai usianya.
1.   Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai uisa anak.
2.   Kaji keadaan fisik kemampuan anak.
3.   Lakukan pemberian makanan/minuman sesuai terapi diit pemulihan.
4.   Lakukan program antropometrik secara berkala.
5.   Lakukan stimulasi tingkat perkembanngan sesuai dengan usia klien.
6.   Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembanagan (puskesmas/posyandu)
1.  Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatann pertumbuhan dan perkembangan anak.
2.  Untuk mengetahui pertumbuhan fisik dan tugas perkembangan anak yang belum tercapai sesuai umur.
3.  Diit khusus untuk pemulihan nutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi system pencernaan.
4.  Untuk menilai perkembangan masalah klien.
5.  Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa, dan personal/social.
6.  Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.
2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, kebetuhan nutrisi pasien adekuat. 
1.    Kaji antropometri.
2.    Kaji pola makan klien.
3.    Berikan intake makan tinggi potein, kalori, mineral, dan vitamin.
4.    Timbang berat badan.
5.    Tingkat pemberian ASI dengan pemasukan nutrisi yang adekuat pada ibu
6.    Kolaborasi dengan ahli gizi.
1.  Untuk menentukan berat badan, osteometri dan resiko berat berlemak, kurus.
2.  Untuk mengetahui kebiasaan makan klien.
3.  Untuk mempertahankan berat badan, kebutuhan memenuhi metabolik dan meningkatkan penyembuhan
4.  Untuk menentukan diet dan menetahui keefektifan terapi.
5.  Pemberian ASI yang adekuat mempengaruhi kebutuhan nutrisi si anak dan pemasukan nutrisi pada ibu dapat meningkatkan produksi ASI si ibu.
6.   Untuk merencanakan masukan nutrisi dan cairan.
3
Gangguan kekurangan cairan b.d  intake cairan tidak adekuat.
1.   Pantau Tanda-tanda vital.
2.   Ukur intake dan output.
3.   Kaji terjadinya kulit kering, membran mukosa kering dan pengisian kapiler.
4.   Pantau adanya edema.
5.    Berikan cairan yang adekuat sesuai dengan kondisi.
6.   Kolaborasikan untuk adanya pemberian cairan parental.
1.    Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2.    Untuk mengetahui status keseimbangan cairan.
3.    Menunjukkan kehilangan cairan berlebih.
4.    Edema dapat terjadi karena perpindahan cairan dan berkenaan dengan penurunan kadar albunim serum / protein.
5.    Untuk meminimalkan terjadinya dehidrasi.
6.    Untuk mempertahankan keseimbangan cairan elektrolit

4
Gangguan persepsi sensori (penglihatan) b.d  defisiensi vitamin A.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, tidak terjadi gangguan persepsi sensori (penglihatan)
1.    Kaji ketajaman pengelihatan.
2.    Dorong agar pasien mengekspresikan perasaan tentang kehilangan atau kemungkinan kehilangan pengelihatan.
3.    Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan pengelihatan, contoh : kurangi kekacauan, atur prabot, perbaiki sinar yang suram dan masalah pengelihatan malam.
4.    Kolaborasikan untuk dilakukan Test adaptasi gelap.
5.    Lakukan kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi, pemberian vitamin A dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A oral 50.000-75.000 IU/kgBB tidak lebih dari 400.000-500.000 IU.
6.    Lakukan kolaborasi untuk pengobatan kelainan pada mata.
1.    Untuk mengetahui ketajaman pengelihatan klien dan sumber pengelihatan menurut ukuran yang baku.
2.    Pada saat intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi kemungkinan kehilangan pengelihatan sebagian atau total, meskipun kehilangan pengelihatan telah terjadi tidak dapat diperbaiki meskipun dengan pengobatan kehilangan lanjut dapat dicegah.
3.    Untuk menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapang pandang atau kehilangan pengelihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan.
4.    Untuk mengetahui adanya kelainan atau abnormalitas dari fungsi pengelihatan klien.
5.    Pemberian vitamin A dosis terapeutik dapat mengatasi gangguan pengelihatan secara teratur dapat mengembalikan pengelihatan pada mata.
6.    Untuk mengembelikan ke fungsi pengelihatan yang beik da mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.
5
Gangguan integritas kulit b.d gangguan nutrisi atau status metabolik.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, tidak terjadi gangguan integritas kulit pada pasien
1.     Obervasi adanya kemerahan, pucat, ekskoriasi.
2.     Gunakan krim kulit 2 kali sehari setelah mandi, pijat kulit, khususnya di daerah di atas penonjolan tulang.
3.     Lakukan perubahan posisi sering.

4.     Tekankan pentingnya masukan nutrisi/cairan adekuat.
1.    Area ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan dan perawatan lebih intensif
2.    Melicinkan kulit dan menurunkan gatal. Pemijatan sirkulasi pada kulit, dapat meningkatkan tonus kulit.
3.    Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan lama pada jaringan.
4.    Perbaikan nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi kulit.
6
Intoleransi aktivitas b.d gangguan faktor sekunder akibat malnutrisi.
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS. Kriteria hasil klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien.
1.      Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas.
2.      Tingkatkan istirahat (di tempat tidur) dan batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
3.      Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas.
4.      Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas.
5.       Fasilitasi klien memilih aktivitas yang mampu dilakukan secara mandiri dan aktivitas yang memerlukan bantuan dari orang lain.
1.    Mengetahui kondisi terkini pasien sebelum dan setelah melakukan aktivitas.
2.    Menurunkan kinerja metabolise tubuh dan mengurangi penggunaan energi.
3.    Meningkatkan pengetahuan pasien dalam perubahan bertahapa pada tingkatan aktivitas.
4.    Mengetahui gangguan yang terjadi akibat pasien tidak toleran pada suatu aktivitas.
5.     Meningkatkan kemampuan klien dalam beraktivitas secara bertahap dan mengurangi resiko kecelakaan dari intoleransi aktivitas.
7
Kerusakan gigi b.d penurunan asupan kalsium.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan gigi berkurang teratasi, dengan kriteria hasil kondisi gigi pasien mulai membaik dan caries gigi berkurang.
1.       Kaji kondisi umum gigi klien.
2.       Anjurkan klien gosok gigi 2x sehari.
3.       Tingkatkan asupan kalsium klien untuk mengurangi caries gigi.
4.        Informasikan kepada pasien pentingnya asupan kalsium bagi tulang dan gigi.
1.    Mengetahui kondisi umum gigi klien yang mengalami caries gigi.
2.    Menjaga kebersihan mulut dan gigi untuk mengurangi pengeroposan gigi.
3.    Kalsium merupakan bagian penting yang ada digigi dan jika tubuh kekurangan kalsium maka tubuh akan mengambil kalsium dari gigi.
4.    Meningkatkan pengetahuan pasien mengenai pentingnya kalsium.
                                   
8
Diare b.d inflamasi GI, malabsorbsi lemak.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan diare teratasi, dengan Kriteria Hasil:
1.    Fungsi usus stabil.
2.    BAB anak berkurang dan konsistensi normal.
3.    Tanda-tanda vital dalam keadaan normal.
1.      Observasi tanda-tanda vital klien.
2.      Observasi adanya demam, takikardi, ansietas dan kelemahan.
3.      Observasi dan catat frekuensi BAB, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus.
4.      Berikan masukan makanan dan cairan per oral secara bertahap .
5.       Elaborasi dengan tim kesehatan lain terkait pemberian antibiotik (sesuai indikasi).
1.       Mengetahui keadaan umum pasien.
2.       Tanda terjadinya perforasi atau toksik megakolon.
3.       Mengetahui keadaan klien dan membantu membedakan kondisi dan keparahan penyakit.
4.       Bertahap dapat memberikan periode istirahat pada kolon, sedangkan pemasukan kembali mencegah kram dan diare.
5.       Mengobati infeksi supuratif lokal.
9
Ansietas b.d  perubahan tumbuh kembang
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tingkat kecemasan pasien menurun.Kriteria hasil:
1.      Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
2.       Berpartisipasi dalam program perawatan.
1.      Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi.
2.      Ajarkan teknik relaksasi: nafas dalam untuk mengurangi kecemasan pasien
3.      Informasikan kondisi pasien dan kondisi penyakit yang dialami.
4.      Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase
1.    Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.
2.    Untuk membantu pasien memperoleh kenyamanan.
3.    Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan mengurangi tingkat kecemasan pasien.
4.    Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius dan mengurangi kecemasan pasien
10
Resiko infeksi b.d daya tahan tubuh rendah.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan resiko infeksi berkurang.
Pasien akan menunjukkan bebas tanda infeksi/inflamasi, drainase purulen,eritema dan edema
1.      Awasi TTV. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatkan nyeri abdomen.
2.      Lakukan pencucian tangan yang benar dalam perawatan pasien.
3.      Berikan informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada pasien atau orang terdekat.
4.      Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
1.      Dugaan adanya infeksi.
2.      Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
3.      Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosional, membantu menurunkan ansietas.
4.      Mencegah dan menurunkan penyebaran bakteri di rongga abdomen.
11
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan nutrisi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam pengetahuan klien adekuat
kriteria Hasil:
klien memahami informasi terkait penyakit kwarsiokor
adanya perubahan perilaku dan berpartisipasi pada program perawatan
identifikasi dangunakan sumber informasi yang tepat terkait penyakit
1.    Validasi tingkat saat ini pemahaman, mengidentifikasi pembelajaran kebutuhan, dan menyediakan basis pengetahuan dari mana klien dapat membuat keputusan
2. Identifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahpahaman,dan kesenjangan dalam pengetahuan tentang kwarsiokor
3.    Tentukan persepsi klien tentang perawatan kwarsiokor
4.    Tanyakan tentang sendiri atau sebelumnya pengalaman klien atau pengalaman dengan orang lain yang memiliki riwayat kwarsiokor .
5.    Berikan informasi yang jelas dan akurat secara faktual.
6.    Sediakan bahan-bahan tertulis tentang kwarsiokor, pengobatan, dan tersediasistem pendukung.
1.      Mengidentifikasi pengetahuan pasein, sehingga dapat meberikan pendidikan kesehatan yang tepat.
2.      Memudahkan pendidikan yang diberikan oleh perawat.
3.      Persepsi klien mempengaruhi proses perawatan anak.
4.      Pengalaman membantu proses adaptasi klien
5.      Meningkatkan pengetahuan klien
6.      Media membantu meningkatkan pengetahuan klien.







4.4    Implementasi
No
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
1
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
1.Mengajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai uisa anak.
2.     Mengkaji keadaan fisik kemampuan anak.
3.     Melakukan pemberian makanan/minuman sesuai terapi diit pemulihan.
4.     Melakukan program antropometrik secara berkala.
5.     Melakukan stimulasi tingkat perkembanngan sesuai dengan usia klien.
6.     Melakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembanagan (puskesmas/posyandu)
2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
1.      Mengkaji antropometri.
2.      Mengkaji pola makan klien.
3.      Memberikan intake makan tinggi potein, kalori, mineral, dan vitamin.
4.      Menimbang berat badan.
5.      Meningkatkan pemberian ASI dengan pemasukan nutrisi yang adekuat pada ibu
6.      Mengkolaborasikan dengan ahli gizi.
3
Gangguan kekurangan cairan b.d intake cairan tidak adekuat.
1.      Memantau Tanda-tanda vital.
2.      Mengukur intake dan output.
3.      Mengkaji terjadinya kulit kering, membran mukosa kering dan pengisian kapiler.
4.      Memantau adanya edema.
5.      Memberikan cairan yang adekuat sesuai dengan kondisi.
6.      Mengkolaborasikan untuk adanya pemberian cairan parental.
4
Gangguan persepsi sensori (penglihatan) b.d defisiensi vitamin A.
1.      Mengkaji ketajaman pengelihatan.
2.      Mendorong agar pasien mengekspresikan perasaan tentang kehilangan atau kemungkinan kehilangan pengelihatan.
3.      Melakukan tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan pengelihatan, contoh : kurangi kekacauan, atur prabot, perbaiki sinar yang suram dan masalah pengelihatan malam.
4.      Mengkolaborasikan untuk dilakukan Test adaptasi gelap.
5.      Melakukan kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi, pemberian vitamin A dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A oral 50.000-75.000 IU/kgBB tidak lebih dari 400.000-500.000 IU.
6.      Melakukan kolaborasi untuk pengobatan kelainan pada mata
5
Gangguan integritas kulit b.d an gangguan nutrisi atau status metabolik.
1.        Mengobservasi adanya kemerahan, pucat, ekskoriasi.
2.        Menggunakan krim kulit 2 kali sehari setelah mandi, pijat kulit, khususnya di daerah di atas penonjolan tulang.
3.        Melakukan perubahan posisi sering.
4.        Menekankan pentingnya masukan nutrisi/cairan adekuat.
6
Intoleransi aktivitas b.d gangguan faktor sekunder akibat malnutrisi.
1.      Mencatat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas.
2.      Melakukan peningkatkan istirahat (di tempat tidur) dan membatasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
3.      Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas.
4.      Mengkaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas.
5.      Memfasilitasi klien memilih aktivitas yang mampu dilakukan secara mandiri dan aktivitas yang memerlukan bantuan dari orang lain.
7
Kerusakan gigi b.d penurunan asupan kalsium.
1.      Mengkaji kondisi umum gigi klien.
2.      Menganjurkan klien gosok gigi 2x sehari.
3.      Meningkatkan asupan kalsium klien untuk mengurangi caries gigi.
4.      Menginformasikan kepada pasien pentingnya asupan kalsium bagi tulang dan gigi.
8
Diare b.d inflamasi GI, malabsorbsi lemak.
1.      Mengobservasi tanda-tanda vital klien.
2.      Mengobservasi adanya demam, takikardi, ansietas dan kelemahan.
3.      Mengobservasi dan catat frekuensi BAB, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus
4.      Memberikan masukan makanan dan cairan per oral secara bertahap
5.      Mengkolaborasikan dengan tim kesehatan lain terkait pemberian antibiotik (sesuai indikasi).
9
Ansietas b.d perubahan tumbuh kembang
1.      Mengkaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi.
2.      Mengajarkan teknik relaksasi: nafas dalam untuk mengurangi kecemasan pasien
3.      Menginformasikan kondisi pasien dan kondisi penyakit yang dialami.
4.      Mengidentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase
10
Resiko infeksi b.d daya tahan tubuh rendah.
1.      Memonitor TTV. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatkan nyeri abdomen.
2.      Melakukan pencucian tangan yang benar dalam perawatan pasien.
3.      Memberikan informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada pasien atau orang terdekat.
4.      Mengkolaborasikan pemberian antibiotik sesuai indikasi.
11
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan nutrisi.
1. Memvalidasi tingkat saat ini pemahaman, mengidentifikasi pembelajaran kebutuhan, dan menyediakan basis pengetahuan dari mana klien dapat membuat keputusan
2. Mengidentifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahpahaman,dan kesenjangan dalam pengetahuan tentang kwarsiokor
3. Menentukan persepsi klien tentang perawatan kwarsiokor
4. Menanyakan tentang sendiri atau sebelumnya pengalaman klien atau pengalaman dengan orang lain yang memiliki riwayat kwarsiokor .
5. Memberikan informasi yang jelas dan akurat secara faktual.
6. Menyediakan bahan-bahan tertulis tentang kwarsiokor, pengobatan, dan tersedia sistem pendukung.
4.5    Evaluasi
No
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
1
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
S: Keluarga pasien mengatakan “sus, anak saya sudah bisa berhitung”
O: Anak mampu menebak gambar
A: Tujuan tercapai sebagian
P: Lanjutkan intervensi keperawatan
2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
S: Keluarga pasien mengatakan “sus, anak saya sudah menghabiskan porsi makannya”
O: BB pasien bertambah
A: Tujuan tercapai
P: Hentikan tindakan keperawatan
3
Gangguan kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.
S: Keluarga pasien mengatakan “sus, anak saya mampu menghabiskan 8 gelas air sehari”
O: Anak terlihat tidak pucat
A: Tujuan telah tercapai
P: Hentikan tindakan keperawatan.
4
Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan defisiensi vitamin A.
S: Pasien mengatakan “sus, anak saya sudah bisa melihat dengan jelas jarak jauh”
O: Hasil Test menunjukkan ketajaman penglihatan pasien meningkat
A: Tujuan telah tercapai
P: Hentikan tindakan keperawatan
5
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.
S: Pasien mengatakan “sus, anak saya sudah tidak gatal-gatal lagi”
O: Tidak terjadi abnormalitas pada kulit
A:Tujuan telah tercapai
P: Hentikan tindakan keperawatan
6
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan faktor sekunder akibat malnutrisi.
S: Klien mengatakan bahwa kondisi mulai membaik dan tidak merasa lemah.
O: Klien terlihat mulai mampu beraktivitas secara normal
A: Masalah intoleransi teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi keperawatan
7
Kerusakan gigi berhubungan dengan penurunan asupan kalsium.
S: Klien mengatakan kondisi giginya mulai membaik
O: Caries pada gigi klien berkurang.
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi keperawatan
8
Diare berhubungan dengan inflamasi GI, malabsorbsi lemak.
S: Klien mengatakan bahwa diare berkurang
O: BAB klien normal (<3x/hari)
A: Masalah diare teratasi.
P: Tindakan dihentikan.
9
Ansietas berhubungan perubahan tumbuh kembang.
S: Pasien mengatakan sudah merasa lebih tenang
O: Raut muka pasien tenang dan pasien mampu menjelaskan kondisi mengenai dirinya.
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan.
10
Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh rendah.
S: Klien mengatakan tidak merasa nyerinya sudah hilang.
O: Terlihat raut muka pasien tidak merintih menahan nyeri.
A: Masalah Resiko infeksi teratasi
P: Tindakan dihentikan
11
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan nutrisi.
S: Klien mengatakan ”setelah perawat memberikan penyuluhan saya jadi tahu penyakit yang saya alami dan caraperawatannya”
O: Terlihat klien sudah mulai mengkonsumsi makanan yang bernutrisi.
A: Masalah kurang pengetahuan teratasi
P: Tindakan dihentikan



BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Kwashiorkor adalah sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak cukup ,atau biasa di sebut juga dengan busung lapar ini biasanya terjadi pada anak anak dan balita mereka  kehilangan kesimbangan tubuh karena kurang nya asupan makanan, terutama makanan yang mengandung protein,bisa menyebabkan berat dan tinggi badan menurun, tidak sesuai dengan usianya. Kwashiorkor terjadi akibat dari beberapa faktor yang terjadi pada masyarakat, yaitu pola makan, faktor sosial, faktor ekonomi, faktor infeksi dan penyakit lain.
5.2 Saran
            Perawat harus mengetahui tanda dan gejala, komplikasi, pengobatan serta asuhan keperawatan terhadap pasien yang menderita kwarshiorkor. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu Mahasiswa keperawatan baik dalam penanganannya yaitu mengembalikan anak ke kondisi normal maupun pemberian edukasi dan penyuluhan untuk pencegahannya.










DAFTAR PUSTAKA
Behrman, et all. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 1. E/15. Alih bahasa oleh Wahab. Jakarta: EGC.
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC.

Dongoes, M.E., Mary F.M., dan Alice C. G. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kee, Joyce LeFever. 1997. Buku saku pemeriksaan laboratorium dan diagnostik dengan implikasi keperawatan. Alih bahasa Easter Nurses. Editor Monica Ester. Jakarta: EGC.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-1014. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan,Edisi Empat. Vol.1. Jakarta:EGC.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar