PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuni-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Kwashiorkor”. Makalah ini disusun berdasarkan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik IIIB Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Jember.
Penyusunan
makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.
Ns. Lantin Sulistyorini, M.Kes, selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah Keperawatan Klinik IIIB Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember;
2.
Ayah dan Ibu tercinta yang telah
mencurahkan perhatian dan dukungannya baik secara materil maupun non materil;
3.
Rekan-rekan
satu kelompok yang sudah bekerjasama dan berusaha semaksimal mungkin sehingga
makalah ini dapat terealisasi dengan baik;
4.
Semua
pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima
segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Jember, Mei 2015 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................... ii
PRAKATA..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iv
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Tujuan
dan Manfaat..................................................................... 2
1.3 Implikasi
Keperawatan................................................................. 2
BAB 2. PEMBAHASAN............................................................................... 3
2.1 Pengertian Kwashiorkor............................................................... 3
2.2 Epidemiologi................................................................................ 4
2.3 Etiologi......................................................................................... 5
2.4 Tanda dan Gejala......................................................................... 6
2.5 Patofisiologi................................................................................. 10
2.6 Komplikasi dan
Prognosis............................................................ 10
2.7 Pencegahan................................................................................... 11
2.8 Pengobatan................................................................................... 11
BAB 3. PATHWAY....................................................................................... 12
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN......................................................... 13
4.1 Pengkajian.................................................................................... 14
4.2 Diagnosa
Keperawatan................................................................ 18
4.3 Intervensi
Keperawatan............................................................... 19
4.4 Implementasi
Keperawatan.......................................................... 30
4.5 Evaluasi........................................................................................ 34
BAB 5. PENUTUP......................................................................................... 38
5.1 Kesimpulan................................................................................... 38
5.2 Saran............................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 39
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Gizi
buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga
bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor),
karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan
kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita
(bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi
buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi,
atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat
gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe
malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh
kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari
proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Kwarsiorkor merupakan
salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Kwarsiorkor disebabkan karena
defisiensi makronutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi permasalahan
pada status gizi dari defisiensi makronutrient kwarsiorkorada defisiensi
mikronutrient, tetapi beberapa daerah di indonesia
prevalensi kwarsiorkormasih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi kwarsiorkor. Kwashiorkor atau yang biasa disebut
busung
lapar
adalah sindrom klnis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori
tidak cukup. Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan
gejala seperti tinggi dan berat bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari
kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka
metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun penambahan tinggi dan
berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama dengan
tinggi dan berat badan anak yang secara tetap bergizi baik.
Kwashiorkor disebabkan
karena kurang protein. Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya kwarsiorkor adalah
konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang
dewasa, kwarsiorkor timbul pada anggota keluarga rumahtangga miskin
olek karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk
berat dari kwarsiorkor di beberapa daerah di Indonsia kwarsiorkor
pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau ho (honger oedeem). Oleh karena
itu, penting bagi perawat untuk mempelajari penyakit kwashiorkor pada anak.
1.2 Tujuan
dan Manfaat
1.2.1
untuk mengetahui
pengertian kwashiorkor;
1.2.2
untuk mengetahui
epidemiologi kwashiorkor;
1.2.3
untuk mengetahui
etiologi kwashiorkor;
1.2.4
untuk mengetahui
tanda dan gejala kwashiorkor;
1.2.5
untuk mengetahui
patofisiologi kwashiorkor;
1.2.6
untuk mengetahui
komplikasi dan prognosis kwashiorkor;
1.2.7
untuk mengetahui
pengobatan kwashiorkor;
1.2.8
untuk mengetahui
pencegahan kwashiorkor;
1.2.9
untuk mengetahui
asuhan keperawatan pada anak dengan kwashiorkor.
1.3 Implikasi
Keperawatan
Implikasi dalam keperawatan adalah
dengan adanya makalah ini di harapkan perawat akan dapat memahami pengertian,
epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, komplikasi dan
prognosis, pengobatan, pencegahan, serta asuhan keperawatan terhadap anak
dengan kwashiorkor agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap tindakan yang
akan di lakukan oleh perawat terhadap klien.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kwashiorkor
Kwashiorkor
adalah sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori
tidak cukup. Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan
gejala seperti tinggi dan berat bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari
kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka
metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun penambahan tinggi dan
berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama dengan
tinggi dan berat badan anak yang secara tetap bergizi baik (Behrman et all, 2000). Kwashiorkor ialah gangguan yang
disebabkan oleh kekurangan protein (Ratna Indrawati, 1994). Kwashiorkor juga
disebut sebagai defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya
yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita)
(Ngastiyah, 1997). Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk
sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP).
Kwashiorkor atau biasa
lebih dikenal “busung lapar", pertama kali diperkenalkan oleh Dr Cecile
Williams pada tahun 1933 ketika ia berada di Gold Coast, Afrika. Saat itu, Dr
Cecile Williams banyak menemui anak-anak mengalami gejala busung lapar atau
kwashiorkor.
Istilah kwashiorkor berasal dari
bahasa setempat yang artinya “penyakit anak pertama yang timbul begitu anak
kedua muncul". Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kwashiorkor adalah satu bentuk
malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat akibat
mengkonsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Defisiensi
protein sangat parah meskipun konsumsi energi atau kalori tubuh mencukupi
kebutuhan.
Gambar 1 Perbandingan Normal dan
Kwashiorkor
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan
perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut.
a. Berat badan 60-80% standar tanpa
edema : gizi kurang
(MEP ringan).
b. Berat badan 60-80% standar dengan
edema : kwashiorkor (MEP berat).
c. Berat badan <60% standar tanpa
edema : marasmus (MEP
berat).
d. Berat badan <60% standar dengan
edema : marasmik
kwashiorkor
(MEP berat)
2.2
Epidemiologi
Gizi
buruk (malnutrisi) merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, khususnya di
berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations Children’s Fund
(UNICEF) pada tanggal 12 September 2008, menyatakan malnutrisi sebagai penyebab
lebih dari 1/3 dari 9,2 juta kematian pada anak-anak dibawah usia 5 tahun di
dunia. UNICEF juga memberitakan tentang terdapatnya kemunduran signifikan dalam
kematian anak secara global di tahun 2007, tetapi tetap terdapat rentang yang sangat jauh antara negara-negara
kaya dan miskin, khususnya di Afrika dan
Asia Tenggara (CWS, 2008).
Biasanya,
kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia enam bulan sampai
tiga tahun. Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada
usia itu berlangsung masa peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau makanan
sapihan.
2.3
Etiologi
Kwashiorkor terjadi karena adanya
defisiensi protein pada anak karena kandungan karbohidrat makanan tersebut
tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat rendah. Faktor yang paling
mungkin adalah menyusui, ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat
atau tidak seimbang. Selain makanan yang tidak mengandung protein, penyakit
kwashiorkor juga dapat ditimbulkan karena gangguan penyerapan protein, misalnya
pada keadaan diare kronik, kehilangan protein secara tidak normal pada
proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka-luka bakar, serta
kegagalan melakukan sintesis protein pada penyakit hati yang kronis. Kompartemen protein visceral akan mengalami deplesi yang lebih
parah pada kwashiorkor. Kehilangan kompartemen protein visceral yang nyata pada kwashiorkor akan menimbulkan hipoalbuminemia
sehingga terjadi edema yang menyeluruh atau edema dependen.
Faktor
yang dapat menyebabkan inadekuatnya intake protein antara lain sebagai berikut:
a. Pola makan
Protein
(asam amino) sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Kurangnya
pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nurisi anak akan berperan penting
terhadap terjadinya Kwashiorkor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan
pengganti ASI.
b. Faktor
sosial
Negara dengan
tingkat penduduk tinggi, keadaan sosial dan politik yang tidak stabil, atau
adanya pantangan untuk makan makanan tertentu dapat menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
c. Faktor
ekonomi
Penghasilan
yang rendah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan
nutrisi anak yang tidak terpenuhi.
d. Faktor
infeksi dan penyakit lain
Infeksi dan MEP saling berhubungan.
Infeksi dapat memperburuk keadaan gizi. MEP akan menurunkan imunitas tubuh
terhadap infeksi. Misalnya, gangguan penyerapan protein karena diare.
2.4 Tanda dan Gejala
Gambar
2 Tanda dan Gejala Kwashiorkor
Tanda dan gejala yang terjadi pada anak dengan
Kwashiorkor antara lain sebagai berikut:
a. Edema,
umunya seluruh tubuh terutama pada punggung kaki (dorsum pedis).
Gambar 3
Edema pada seluruh tubuh
b. Wajah
membulat dan sembab.
c. Pandangan
mata sayu.
d. Rambut tipis
kemerahan seperti warna jagung, mudah di cabut tanpa rasa sakit dan rontok.
Anak yang rambutnya keriting dapat menjadi lurus.
Gambar 4
Rambut Menipis
e. Perubahan
status mental, apatis, dan rewel.
f. Tidak nafsu makan.
g. Pembesaran
Hati.
h. Otot
mengecil (hipotrofi), lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri atau duduk.
i. Warna kulit
pucat.
j. Kelainan
kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).
k. Sering
disertai: penyakit infeksi, umumnya akut; anemia; dan diare.
Pada
awalnya, bukti klinik awal malutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi
letargi, apatis, atau iritabilitas. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan
tidak cukup, kurang stamina, kehilangan jaringan muskuler, bertambahnya
kerentanan terhadap infeksi, dan udem. Salah satu manifestasi yang paling
serius dan konstan adalah imunodefisiensi sekunder. Misalnya, campak dapat
memburuk dan mematikan pada anak malnutrisi. Pada anak dapat terjadi anoreksia,
kekenduran jaringan subkutan, dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat
terjadi awal atau lambat serta sering terjadi infiltrasi lemak. Udem biasanya
terjadi di awal, penurunan berat badan yang dapa dilihat pada muka dan tungkai.
Aliran plasma ginjal, angka filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal
menurun. Manifestasi klinis yang lain adalah dermatitis. Penggelapan kulit
tampak pada daerah yang teriritasitetapi tidak ada pada daerah yang terpapar
sinar matahari. Penyebaran rambut jarang dan tipis serta kehilangan sifat
elastisitasnya. Pada anakyang berambut hitam, dispigmentasi menyebabkan warna
merah atau abu-abu seperti coretan pada rambut (hipokromtrichia). Rambur
menjadi kasar pada fase kronik. Anak juga mengalami anoreksi, muntah, dan diare
terus menerus. Otot menadi lemah, tipis dan atrofi, tetapi kadang-kadang
mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental tertama iritabilitas dan
apati sering terjadi.
Perubahan-perubahan pada kwashiorkor sebagai berikut:
a.
Wujud umum: secara umum, penderita kwashiorkor tampak pucat,
kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites.
Muka penderita seperti moon face
akibat terjadinya edema.
b.
Retardasi pertumbuhan: gejala yang paling penting adalah pertumbuhan
yang terganggu. Selain berat badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan
dengan anak sehat.
c.
Perubahan mental: biasanya penderita cengeng, hilang nafsu
makan, dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa
menurun dan anak menjadi pasif.
d.
Edema: sebagian besar anak dengan Kwashiorkor ditemukan
edema, baik ringan maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa
disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari
gangguan eliminasi ADH.
e.
Kelainan rambut: perubahan rambut sering dijumpai, baik
mengenai bangunnya (texture) maupun warnanya. Rambut kepala mudah tercabut
tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam,
halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih.
f.
Kelainan kulit: kulit biasanya kering dengan menunjukkan
garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan
hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian besar penderita ditemukan
perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan
bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian
tubuh yang sering mendapat tekanan, terutama bila tekanan terus-menerus dan
disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti pada fosa politea,
lutut, buku kaki, paha, lipat paha, pantat, dan sebagainya. Perubahan kulit
demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam waktu singkat
bertambah dan menjadi hitam. Pada suatu saat, bercak-bercak ini akan mengelupas
dan memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen dibatasi oleh
tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi.
g.
Kelainan gigi dan tulang: pada tulang penderita kwashiorkor
didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga
ditemukan caries pada gigi penderita.
h.
Kelainan hati: pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa
juga ditemukan semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga
ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan
hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropic.
i.
Kelainan darah dan sumsum tulang: anemia ringan selalu
ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama
infestasi parasit (ankilostomiasis dan amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia
berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan
darah seperti ferum dan vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari
pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan
defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan
gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh, akibatnya terjadi defek umunitas
seluler dan gangguan sistem komplimen.
j.
Kelainan pankreas dan kelenjar lain: di pankreas dan
kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva, dan usus halus
terjadi perlemakan.
k.
Kelainan jantung: bisa terjadi miodegenerasi jantung dan
gangguan fungsi jantung disebabkan hipokalemi dan hipmagnesemia.
l.
Kelainan gastrointestinal: terjadi anoreksia sampai semua
pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde
lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena
tiga masalah utama, yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi
laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi
laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu, konjugasi
hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa usus halus.
2.5
Patofisiologi
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme
jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi
oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainanan yang mencolok adalah gangguan
metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edema dan lemak
dalam hati. Kekurangan protein dalam diet akan terjadi karena kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang
diperlukan untuk sentesis dan metabolisme yang
akan disalurkan ke jaringan otot. Semakin asam amino berkurang
dalam serum ini akan menyebabkan
kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat edema. Lemak dalam hati terjadi karena gangguan pembentukan
beta-lipoprotein sehingga transport lemak dari hati
terganggu dan berakibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati.
2.6
Komplikasi dan Prognosis
Kwashiorkor
yang tidak cepat diatasi akan mengakibatkan marasmus bahkan
marasmus-kwashiorkor. Anak akan mudah terserang infeksi, seperti
diare, ISPA (infeksi saluran pernapasan atas), TBC, polio, dan lain-lain. Lebih dari 40% anak-anak yang
menderita Kwashiorkor meninggal karena gangguan elektrolit, infeksi,
hipotermia, dan kegagalan jantung. Keterbelakangan mental yang bersifat ringan
bisa menetap sampai anak mencapai usia sekolah dan mungkin lebih. Anak dengan
Kwashiorkor dapat terjadi penurunan IQ secara permanen. Diperlukan waktu
sekitar 2-3 bulan agar berat badan anak kembali ke berat badan ideal. Komplikasi
jangka pendek yang akan terjadi bagi penderita kwashiorkor adalah diare, hipoglikemia,
anemia, hipokalemia, shock, hipotermi, dehidrasi, gangguan fungsi vital, gangguan
keseimbangan elektrolit asam-basa, infeksi berat, serta hambatan penyembuhan
penyakit penyerta. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah tubuh pendek dan
berkurangnya potensi tumbuh kembang.
2.7
Pencegahan
Pencegahan
yang dapat dilakukan untuk mencegah anak terkena Kwashiorkor adalah mencukupi
kebutuhan protein yang lengkap dengan mengkonsumsi sumber protein yang
dikombinasikan antara sumber protein hewani dan sumber protein nabati sehingga
saling melengkapi jumlah protein yang harus dikonsumsi bayi setiap hari. Hal
ini bergantung pada umur, berat badan, jenis kelamin, mutu protein yang
dikonsumsi, serta keadaan tertentu, misalnya sedang sakit atau baru sembuh dari
sakit, yang mengharuskan anak untuk mengkonsumsi protein dalam jumlah yang
lebih besar. Umumnya tingkat kebutuhan protein anak dalam keadaan sehat normal
membutuhkan sekitar 40-60 gram protein tiap hari.
2.8
Pengobatan
Dalam mengatasi kwashiorkor adalah dengan memberikan makanan
bergizi secara bertahap. Bila bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut
diberi susu yang diencerkan. Secara bertahap keenceran susu dikurangi, sehingga
suatu saat mencapai konsistensi yang normal seperti susu biasa kembali. Jika
anak sudah agak besar, bisa mulai dengan makanan encer, kemudian makanan lunak
(bubur) dan bila keadaan membaik, maka baru diberikan makanan padat biasa.
Dalam melaksanakan hal ini selalu diberikan pengobatan sesuai dengan penyakit
yang diderita. Bila keadaan kesehatan dan gizi sudah mencapai normal, perlu
diteruskan dengan imunisasi. Makanan yang dihidangkan diet tinggi kalori,
protein, cairan, vitamin, dan mineral. Bila diperlukan dilakukan pemberian
cairan dan elektrolit.
BAB
3. PATHWAY
BAB
4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1
Pengkajian
1. Identitas
Klien
a. Nama
Nama
meliputi nama lengkap dan nama panggilan atau nama kesukaan pasien.
b. Jenis
Kelamin
Jenis
kelamin laki-laki memiliki resiko lebih besar jika dibandingkan dengan
perempuan karena laki-laki membutuhkan lebih banyak asupan protein.
c. Usia
Usia 1-3
tahun lebih sering terkena penyakit kwarsiokor karena kebutuhan pada usia
tersebut sangat meningkat.
d. Alamat
Alamat
mengindikasikan lingkungan tempat tinggal. Lingkungan tempat tinggal yang kumuh akan lebih rentan menimbulkan
penyakit pada penghuninya, utamanya penyakit kwarsiokor sehingga dibutuhkan
protein yang lebih banyak untuk membentuk sistem imunitas yang lebih baik.
e. Pendidikan
Terakhir
Pendidikan
keluarga terutama orang tua secara tidak langsung akan mempengaruhi derajat
pemenuhan kesehatan anak.
f. Pekerjaan
Orang Tua
Pekerjaan
orang tua menggambarkan kesejahteraan kesehatan anak. Pekerjaan orang tua
dengan penghasilan yang kurang akan berpengaruh pada pemenuhan nutrisi keluarga
dan anak.
g. Sumber
Informasi
Sumber
informasi didapatkan dari orang tua klien.
h. Tanggal
MRS
Tanggal
masuk rumah sakit menjadi penting karena sebagai data identitas klien sebelum
dilakukan pemeriksaan atau pengobatan lebih lanjut.
i. Nomor
Registrasi
Nomor
registrasi menjadi bagian dari identitas klien yang penting karena dapat
memudahkan bagi perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam mengidentifikasi
layanan kesehatan yang akan dilakukan.
2. Keluhan
Utama
Umumnya
keluhan utama pada anak dengan kwarsiokor adalah terjadi gangguan pada
pertumbuhannya yaitu semakin turunnya berat badan, edema pada ekstremitas,
diare dan keluhan lainnya yang menunjukkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.
3. Riwayat
Kesehatan Klien
a. Riwayat
Penyakit Sekarang
Biasanya
anak dengan kwarsiokor mengalami anoreksia, diare, penurunan berat badan (BB
<80% BB normal seusianya), keterbelakangan mental yaitu apatis dan rewel,
bengkak pada bagian ekstremitas bahkan wajah, adanya luka dan lain-lain.
b. Riwayat
Penyakit Dahulu
Penyakit
kwarsiokor biasanya terjadi pada anak dengan kelahiran premature sehingga
refleks menghisap ASI nya kurang. Anak dengan berat badan lahir rendah, anak
dengan alergi susu sehingga pemenuhan kebutuhan nutrisinya kurang. Selain itu
anak dengan ibu peminum alcohol, AIDS atau kekurangan gizi dapat mengakibatkan
anak kwarsiokor.
c. Riwayat
Perinatal
1) Tahap
perinatal
Kurangnya
asupan nutrisi pada ibu selama hamil dapat menyebabkan malnutrisi pada anak.
Selain itu, infeksi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dapat menular pada anak
dan menjadi infeksi kronis bagi anak.
2) Tahap
Intranatal
Bayi yang
lahir dengan berat badan rendah dan kurangnya pengetahuan ibu dapat menyebabkan
bayi mengalami kwarsiokor.
3) Tahap
Post Natal
Asupan
nutrisi seperti pemberian ASI eksklusif dan nutrisi lainnya setelah ASI
eksklusif dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi baru lahir.
d. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Riwayat
penyakit keluarga sebagian besar tidak berpengaruh, karena kwarsiokor bukan
penyakit genetik, namun kebanyakan karena anak mengalami malnutrisi.
e. Riwayat
Nutrisi
Anak yang
mengalami kwarsiokor biasanya dikarenakan malnutrisi terutama defisiensi
protein. Selain itu, anak juga kekurangan asupan karbohidrat, lemak, vitamin
dan mineral yang penting bagi tubuh.
f. Riwayat
Tingkat Perkembangan
Anak yang
mengalami kwarsiokor mengalami keterlambatan pertumbuhan karena kurangnya
asupan protein. Kecerdasan anak juga menurun karena adanya keterbelakangan
pertumbungan dan perkembangan tersebut.
4. Pola
Fungsi Kesehatan
a. Pola
Persepsi dan Tatalaksana Kesehatan
Orang tua
anak yang menderita kwarsiokor kebanyakan tidak mengetahui cara melakukan
perawatan pada anak dan cara mengasuhnya.
b. Pola
Nutrisi dan Metabolisme
Anak yang
mengalami kwarsiokor karena mengalami defisiensi nutrisi akan mengganggu
metabolisme tubuh anak dan akibatnya zat-zat penting dalam tubuh tidak tersedia
dengan cukup. Contohnya terjadinya pembesaran hati karena kekurangan asam
amino.
c. Pola
Eliminasi
Anak akan
mengalami gangguan pada gastrointestinalnya seperti diare dan anoreksia.
d. Pola
Aktivitas / Bermain
Anak akan
mengalami gangguan aktivitas karena gangguan mental yaitu apatis dan rewel. Selain itu juga
karena adanya edema pada ekstremitas serta penurunan fungsi otot.
e. Pola
Istirahat dan Tidur
Anak
mengalami gangguan pola istirahat dan tidurnya karena rewel dan ketidaknyamanan
karena edema ekstremitas.
f. Pola
Kognitif dan Persepsi Sensori
Anak akan
mengalami gangguan kognitif akibat kurangnya asupan nutrisi, keterbelakangan
pertumbuhan dan perkembangan serta penglihatan karena defisiensi vitamin A.
g. Pola
Konsep Diri
Anak akan
merasa malu dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya karena adanya
ketidaknormalan pada tubuhnya.
h. Pola
Hubungan Peran
Pola
hubungan dan peran anak dengan dunia luar akan terganggu dengan adanya citra
diri yang rendah dan gangguan pertumbuhan.
i. Pola
Seksual-Seksualitas
Klien
tidak mengalami kelainan apapun.
j. Pola
Mekanisme Koping
Keluarga
perlu memeberi dukungan semangat utuk kesembuhan anak.
k. Pola
Nilai dan Kepercayaan
Keluarga
terutama orang tua selalu optimis dan mendoakan kesembuhan anaknya.
5. Pemeriksaan
Fisik
a. Keadaaan
Umum
Umumnya
anak penderita kwarsiokor akan tampak pucat, kurus, edema pada ekstremitas,
wajahnya menunjukkan tanda moon face karena terjadinya edema. Anak
cengeng dan rewel. Keadaan anak komposmentis namun pada stadium lanjut dapat
menjadi apatis, kesadarannya pun akan menurun dan anak akan menjadi pasif.
Pada
tanda-tanda vitalnya ditemukan; TD meningkat karena terjadi takikardi, ritme
nadi tidak teratur, RR meningkat terjadi dyspnea dan terdapat bunyi abnormal,
suhu turun kurang dari 37oC.
b. Head
to Toe
1) Rambut
Akibatnya
pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh, rambut menjadi kusam,
kering, mudah dicabut, warna tidak merata dan kemerahan.
2) Wajah
Wajah
pucat jika terjadi anemia dan wajah akan bengkak (moon face).
3) Mata
Mata
menjdi sayu, selaput mata pucat, kornea menjadi putih buram.
4) Bibir
Terdapat
luka pada sudut-sudut mulut.
5) Kulit
Terdapat
bintik / belang hiperpigmentasi bilateral pada kulit yang mengelupas mirip luka
bakar. Jaringan bawah kulit edema akibat terjadi penumpukan cairan dan akan
membentuk cekungan jika di palpasi, lalu akan kembali ke bentuk semula setelah
beberapa detik atau menit.
6) Otot
Atrofi
otot ada sehingga anak tampak lemah terus-menerus dan tidak mampu berjalan
dengan baik.
7) Gastrointestinal
Saat
dilakukan palpasi akan ditemukan hepatomegali.
8) Sistem
saraf
Anak
menjadi apatis, kurang perhatian, bingung, kurang ceria dan iritabilitas.
9) Kaki
Terjadi
edema pada ektremitas bawah dan luka pada paha.
6. Pemeriksaan
Diagnostik
a. Kadar
albumin: normal 4-5,2g/dl. Pada anak dengan kwarsiokor ringan memiliki kadar
albumin hanya 2,7-3,4g/dl, dan pada kwarsiokor berat memiliki kadar albumin
2,1g/dl.
b. Tes
imun: jumlah limfosit <1500 sel/mm menandakan penurunan generasi sel T yang
sensitif terhadao malnutrisi.
c. Tes
kreatinin (Cr): normal 20-35g/dl/24 jam, penurunan Cr sebanyak 60% menandakan
terjadi penurunan berat badan.
d. Tes
hemoglobin: normal pada bayi 9-14 u/L dan pada anak usia 6-12 bulan sebanyak
11,5-15 u/L. jika hemoglobin menurun maka anak akan mengalami anemia akibat
dari turunnya protein yang mengganggu pembentukan sel darah.
4.2
Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan pertumbuhan
dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan protein yang tidak
adekuat.
2.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang tidak
adekuat, anoreksia dan diare.
3.
Gangguan
kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.
4.
Gangguan
persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan defisiensi vitamin A.
5.
Gangguan integritas
kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.
6.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal dan malabsorpsi lemak.
7.
Ansietas berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan mengenai penyakit.
8.
Resiko infeksi berhubungan
dengan daya tahan tubuh rendah.
9.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan mengenai kondisi, prognosis dan
kebutuhan nutrisi.
10. Gangguan
citra diri berhubungan dengan edema ekstremitas.
4.3
Intervensi Keperawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan/
kriteria hasil
|
Perencanaan/
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan b.d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu bertumbuh dan berkembang sesuai
usianya.
|
1.
Ajarkan
kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas
perkembangan sesuai uisa anak.
2.
Kaji
keadaan fisik kemampuan anak.
3.
Lakukan
pemberian makanan/minuman sesuai terapi diit pemulihan.
4.
Lakukan
program antropometrik secara berkala.
5.
Lakukan
stimulasi tingkat perkembanngan sesuai dengan usia klien.
6.
Lakukan
rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembanagan
(puskesmas/posyandu)
|
1. Untuk meningkatkan pengetahuan
keluarga tentang keterlambatann pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Untuk mengetahui pertumbuhan fisik
dan tugas perkembangan anak yang belum tercapai sesuai umur.
3. Diit khusus untuk pemulihan
nutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan
kemampuan toleransi system pencernaan.
4. Untuk menilai perkembangan masalah
klien.
5. Stimulasi diperlukan untuk
mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa, dan
personal/social.
6. Mempertahankan kesinambungan
program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan
sistem pendukung yang ada.
|
2
|
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam, kebetuhan nutrisi pasien adekuat.
|
1.
Kaji
antropometri.
2.
Kaji
pola makan klien.
3.
Berikan
intake makan tinggi potein, kalori, mineral, dan vitamin.
4.
Timbang
berat badan.
5.
Tingkat
pemberian ASI dengan pemasukan nutrisi yang adekuat pada ibu
6.
Kolaborasi
dengan ahli gizi.
|
1.
Untuk
menentukan berat badan, osteometri dan resiko berat berlemak, kurus.
2.
Untuk
mengetahui kebiasaan makan klien.
3.
Untuk
mempertahankan berat badan, kebutuhan memenuhi metabolik dan meningkatkan
penyembuhan
4.
Untuk
menentukan diet dan menetahui keefektifan terapi.
5.
Pemberian
ASI yang adekuat mempengaruhi kebutuhan nutrisi si anak dan pemasukan nutrisi
pada ibu dapat meningkatkan produksi ASI si ibu.
6.
Untuk merencanakan masukan nutrisi dan cairan.
|
3
|
Gangguan kekurangan cairan b.d intake cairan tidak adekuat.
|
1.
Pantau
Tanda-tanda vital.
2.
Ukur
intake dan output.
3.
Kaji
terjadinya kulit kering, membran mukosa kering dan pengisian kapiler.
4.
Pantau
adanya edema.
5.
Berikan cairan yang adekuat sesuai dengan kondisi.
6.
Kolaborasikan
untuk adanya pemberian cairan parental.
|
1.
Untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
2.
Untuk
mengetahui status keseimbangan cairan.
3.
Menunjukkan
kehilangan cairan berlebih.
4.
Edema
dapat terjadi karena perpindahan cairan dan berkenaan dengan penurunan kadar
albunim serum / protein.
5.
Untuk
meminimalkan terjadinya dehidrasi.
6.
Untuk
mempertahankan keseimbangan cairan elektrolit
|
4
|
Gangguan persepsi sensori
(penglihatan) b.d defisiensi vitamin
A.
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama 2 x 24 jam, tidak terjadi gangguan persepsi sensori
(penglihatan)
|
1.
Kaji
ketajaman pengelihatan.
2.
Dorong
agar pasien mengekspresikan perasaan tentang kehilangan atau kemungkinan
kehilangan pengelihatan.
3.
Lakukan
tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan pengelihatan, contoh :
kurangi kekacauan, atur prabot, perbaiki sinar yang suram dan masalah
pengelihatan malam.
4.
Kolaborasikan
untuk dilakukan Test adaptasi gelap.
5.
Lakukan
kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi, pemberian vitamin A dalam
dosis terapeutik yaitu vitamin A oral 50.000-75.000 IU/kgBB tidak lebih dari
400.000-500.000 IU.
6.
Lakukan
kolaborasi untuk pengobatan kelainan pada mata.
|
1.
Untuk
mengetahui ketajaman pengelihatan klien dan sumber pengelihatan menurut
ukuran yang baku.
2.
Pada
saat intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi kemungkinan kehilangan
pengelihatan sebagian atau total, meskipun kehilangan pengelihatan telah
terjadi tidak dapat diperbaiki meskipun dengan pengobatan kehilangan lanjut
dapat dicegah.
3.
Untuk
menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapang pandang atau
kehilangan pengelihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan.
4.
Untuk
mengetahui adanya kelainan atau abnormalitas dari fungsi pengelihatan klien.
5.
Pemberian
vitamin A dosis terapeutik dapat mengatasi gangguan pengelihatan secara
teratur dapat mengembalikan pengelihatan pada mata.
6.
Untuk
mengembelikan ke fungsi pengelihatan yang beik da mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut.
|
5
|
Gangguan integritas kulit b.d
gangguan nutrisi atau status metabolik.
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama 2 x 24 jam, tidak terjadi gangguan integritas kulit pada
pasien
|
1.
Obervasi
adanya kemerahan, pucat, ekskoriasi.
2.
Gunakan
krim kulit 2 kali sehari setelah mandi, pijat kulit, khususnya di daerah di
atas penonjolan tulang.
3.
Lakukan
perubahan posisi sering.
4.
Tekankan
pentingnya masukan nutrisi/cairan adekuat.
|
1.
Area
ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan dan
perawatan lebih intensif
2.
Melicinkan
kulit dan menurunkan gatal. Pemijatan sirkulasi pada kulit, dapat
meningkatkan tonus kulit.
3.
Meningkatkan
sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan lama pada jaringan.
4.
Perbaikan
nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi kulit.
|
6
|
Intoleransi aktivitas b.d gangguan
faktor sekunder akibat malnutrisi.
|
Terjadi
peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan
selama di RS. Kriteria hasil klien
berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien.
|
1.
Catat
frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas.
2.
Tingkatkan
istirahat (di tempat tidur) dan batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan
aktifitas sensori yang tidak berat.
3.
Jelaskan
pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas.
4.
Kaji
ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas.
5.
Fasilitasi klien memilih aktivitas yang mampu dilakukan
secara mandiri dan aktivitas yang memerlukan bantuan dari orang lain.
|
1.
Mengetahui
kondisi terkini pasien sebelum dan setelah melakukan aktivitas.
2.
Menurunkan
kinerja metabolise tubuh dan mengurangi penggunaan energi.
3.
Meningkatkan
pengetahuan pasien dalam perubahan bertahapa pada tingkatan aktivitas.
4.
Mengetahui
gangguan yang terjadi akibat pasien tidak toleran pada suatu aktivitas.
5.
Meningkatkan kemampuan klien dalam beraktivitas secara
bertahap dan mengurangi resiko kecelakaan dari intoleransi aktivitas.
|
7
|
Kerusakan gigi b.d penurunan
asupan kalsium.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan kerusakan gigi berkurang teratasi, dengan kriteria
hasil kondisi gigi pasien mulai membaik dan caries gigi berkurang.
|
1.
Kaji
kondisi umum gigi klien.
2.
Anjurkan
klien gosok gigi 2x sehari.
3.
Tingkatkan
asupan kalsium klien untuk mengurangi caries gigi.
4.
Informasikan kepada pasien pentingnya asupan kalsium bagi
tulang dan gigi.
|
1.
Mengetahui
kondisi umum gigi klien yang mengalami caries gigi.
2.
Menjaga
kebersihan mulut dan gigi untuk mengurangi pengeroposan gigi.
3.
Kalsium
merupakan bagian penting yang ada digigi dan jika tubuh kekurangan kalsium
maka tubuh akan mengambil kalsium dari gigi.
4.
Meningkatkan
pengetahuan pasien mengenai pentingnya kalsium.
|
8
|
Diare b.d inflamasi GI,
malabsorbsi lemak.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan diare teratasi, dengan Kriteria Hasil:
1.
Fungsi
usus stabil.
2.
BAB
anak berkurang dan konsistensi normal.
3.
Tanda-tanda
vital dalam keadaan normal.
|
1.
Observasi
tanda-tanda vital klien.
2.
Observasi
adanya demam, takikardi, ansietas dan kelemahan.
3.
Observasi
dan catat frekuensi BAB, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus.
4.
Berikan
masukan makanan dan cairan per oral secara bertahap .
5.
Elaborasi dengan tim kesehatan lain terkait pemberian
antibiotik (sesuai indikasi).
|
1.
Mengetahui
keadaan umum pasien.
2.
Tanda
terjadinya perforasi atau toksik megakolon.
3.
Mengetahui
keadaan klien dan membantu membedakan kondisi dan keparahan penyakit.
4.
Bertahap
dapat memberikan periode istirahat pada kolon, sedangkan pemasukan kembali
mencegah kram dan diare.
5.
Mengobati
infeksi supuratif lokal.
|
9
|
Ansietas b.d perubahan tumbuh kembang
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tingkat kecemasan pasien menurun.Kriteria
hasil:
1.
Menyatakan
pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
2.
Berpartisipasi dalam program perawatan.
|
1.
Kaji
ulang pembatasan aktivitas pasca operasi.
2.
Ajarkan
teknik relaksasi: nafas dalam untuk mengurangi kecemasan pasien
3.
Informasikan
kondisi pasien dan kondisi penyakit yang dialami.
4.
Identifikasi
gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri,
edema/eritema luka, adanya drainase
|
1.
Memberikan
informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa
menimbulkan masalah.
2.
Untuk
membantu pasien memperoleh kenyamanan.
3.
Pemahaman
meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan
mengurangi tingkat kecemasan pasien.
4.
Upaya
intervensi menurunkan resiko komplikasi serius dan mengurangi kecemasan
pasien
|
10
|
Resiko infeksi b.d daya tahan
tubuh rendah.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam diharapkan resiko infeksi berkurang.
Pasien akan menunjukkan bebas tanda infeksi/inflamasi,
drainase purulen,eritema dan edema
|
1. Awasi TTV. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat,
perubahan mental, meningkatkan nyeri abdomen.
2. Lakukan pencucian tangan yang benar dalam perawatan
pasien.
3. Berikan informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada pasien
atau orang terdekat.
4. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
|
1.
Dugaan
adanya infeksi.
2.
Menurunkan
resiko penyebaran bakteri.
3.
Pengetahuan
tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosional, membantu menurunkan
ansietas.
4.
Mencegah
dan menurunkan penyebaran bakteri di rongga abdomen.
|
11
|
Kurang pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan nutrisi
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam
pengetahuan klien adekuat
kriteria Hasil:
klien memahami informasi terkait penyakit kwarsiokor
adanya perubahan perilaku dan berpartisipasi pada program
perawatan
identifikasi dangunakan sumber informasi yang tepat
terkait penyakit
|
1. Validasi tingkat saat ini pemahaman, mengidentifikasi
pembelajaran kebutuhan, dan menyediakan basis pengetahuan dari mana klien
dapat membuat keputusan
2. Identifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahpahaman,dan
kesenjangan dalam pengetahuan tentang kwarsiokor
3. Tentukan persepsi klien tentang perawatan kwarsiokor
4. Tanyakan tentang sendiri atau sebelumnya pengalaman
klien atau pengalaman dengan orang lain yang memiliki riwayat kwarsiokor .
5. Berikan informasi yang jelas dan akurat secara faktual.
6. Sediakan bahan-bahan tertulis tentang kwarsiokor,
pengobatan, dan tersediasistem pendukung.
|
1.
Mengidentifikasi
pengetahuan pasein, sehingga dapat meberikan pendidikan kesehatan yang tepat.
2.
Memudahkan
pendidikan yang diberikan oleh perawat.
3.
Persepsi
klien mempengaruhi proses perawatan anak.
4.
Pengalaman
membantu proses adaptasi klien
5.
Meningkatkan
pengetahuan klien
6.
Media
membantu meningkatkan pengetahuan klien.
|
4.4 Implementasi
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Implementasi
|
1
|
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d asupan kalori
dan protein yang tidak adekuat.
|
1.Mengajarkan kepada orang tua
tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai uisa
anak.
2.
Mengkaji
keadaan fisik kemampuan anak.
3.
Melakukan
pemberian makanan/minuman sesuai terapi diit pemulihan.
4.
Melakukan
program antropometrik secara berkala.
5.
Melakukan
stimulasi tingkat perkembanngan sesuai dengan usia klien.
6.
Melakukan
rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembanagan
(puskesmas/posyandu)
|
2
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan
yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
|
1.
Mengkaji
antropometri.
2.
Mengkaji
pola makan klien.
3.
Memberikan
intake makan tinggi potein, kalori, mineral, dan vitamin.
4.
Menimbang
berat badan.
5.
Meningkatkan
pemberian ASI dengan pemasukan nutrisi yang adekuat pada ibu
6.
Mengkolaborasikan
dengan ahli gizi.
|
3
|
Gangguan kekurangan cairan b.d intake cairan tidak
adekuat.
|
1.
Memantau
Tanda-tanda vital.
2.
Mengukur
intake dan output.
3.
Mengkaji
terjadinya kulit kering, membran mukosa kering dan pengisian kapiler.
4.
Memantau
adanya edema.
5.
Memberikan
cairan yang adekuat sesuai dengan kondisi.
6.
Mengkolaborasikan
untuk adanya pemberian cairan parental.
|
4
|
Gangguan persepsi sensori (penglihatan) b.d defisiensi
vitamin A.
|
1.
Mengkaji
ketajaman pengelihatan.
2.
Mendorong
agar pasien mengekspresikan perasaan tentang kehilangan atau kemungkinan
kehilangan pengelihatan.
3.
Melakukan
tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan pengelihatan, contoh :
kurangi kekacauan, atur prabot, perbaiki sinar yang suram dan masalah
pengelihatan malam.
4.
Mengkolaborasikan
untuk dilakukan Test adaptasi gelap.
5.
Melakukan
kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi, pemberian vitamin A dalam
dosis terapeutik yaitu vitamin A oral 50.000-75.000 IU/kgBB tidak lebih dari
400.000-500.000 IU.
6.
Melakukan
kolaborasi untuk pengobatan kelainan pada mata
|
5
|
Gangguan integritas kulit b.d an gangguan nutrisi atau
status metabolik.
|
1.
Mengobservasi
adanya kemerahan, pucat, ekskoriasi.
2.
Menggunakan
krim kulit 2 kali sehari setelah mandi, pijat kulit, khususnya di daerah di
atas penonjolan tulang.
3.
Melakukan
perubahan posisi sering.
4.
Menekankan
pentingnya masukan nutrisi/cairan adekuat.
|
6
|
Intoleransi aktivitas b.d gangguan faktor sekunder akibat
malnutrisi.
|
1.
Mencatat
frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas.
2.
Melakukan
peningkatkan istirahat (di tempat tidur) dan membatasi aktifitas pada dasar
nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
3.
Menjelaskan
pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas.
4.
Mengkaji
ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas.
5.
Memfasilitasi
klien memilih aktivitas yang mampu dilakukan secara mandiri dan aktivitas
yang memerlukan bantuan dari orang lain.
|
7
|
Kerusakan gigi b.d penurunan asupan kalsium.
|
1.
Mengkaji
kondisi umum gigi klien.
2.
Menganjurkan
klien gosok gigi 2x sehari.
3.
Meningkatkan
asupan kalsium klien untuk mengurangi caries gigi.
4.
Menginformasikan
kepada pasien pentingnya asupan kalsium bagi tulang dan gigi.
|
8
|
Diare b.d inflamasi GI, malabsorbsi lemak.
|
1.
Mengobservasi
tanda-tanda vital klien.
2.
Mengobservasi
adanya demam, takikardi, ansietas dan kelemahan.
3.
Mengobservasi
dan catat frekuensi BAB, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus
4.
Memberikan
masukan makanan dan cairan per oral secara bertahap
5.
Mengkolaborasikan
dengan tim kesehatan lain terkait pemberian antibiotik (sesuai indikasi).
|
9
|
Ansietas b.d perubahan tumbuh kembang
|
1.
Mengkaji
ulang pembatasan aktivitas pasca operasi.
2.
Mengajarkan
teknik relaksasi: nafas dalam untuk mengurangi kecemasan pasien
3.
Menginformasikan
kondisi pasien dan kondisi penyakit yang dialami.
4.
Mengidentifikasi
gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri,
edema/eritema luka, adanya drainase
|
10
|
Resiko infeksi b.d daya tahan tubuh rendah.
|
1.
Memonitor
TTV. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatkan
nyeri abdomen.
2.
Melakukan
pencucian tangan yang benar dalam perawatan pasien.
3.
Memberikan
informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada pasien atau orang terdekat.
4.
Mengkolaborasikan pemberian
antibiotik sesuai indikasi.
|
11
|
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan nutrisi.
|
1.
Memvalidasi tingkat
saat ini pemahaman, mengidentifikasi pembelajaran kebutuhan, dan menyediakan
basis pengetahuan dari mana klien dapat membuat keputusan
2.
Mengidentifikasi
ide, sikap, rasa takut, kesalahpahaman,dan kesenjangan dalam pengetahuan
tentang kwarsiokor
3.
Menentukan persepsi
klien tentang perawatan kwarsiokor
4.
Menanyakan tentang
sendiri atau sebelumnya pengalaman klien atau pengalaman dengan orang lain
yang memiliki riwayat kwarsiokor .
5.
Memberikan
informasi yang jelas dan akurat secara faktual.
6.
Menyediakan
bahan-bahan tertulis tentang kwarsiokor, pengobatan, dan tersedia sistem
pendukung.
|
4.5 Evaluasi
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Implementasi
|
1
|
Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
|
S: Keluarga pasien mengatakan
“sus, anak saya sudah bisa berhitung”
O: Anak mampu menebak gambar
A: Tujuan tercapai sebagian
P: Lanjutkan intervensi
keperawatan
|
2
|
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan
diare.
|
S: Keluarga pasien mengatakan
“sus, anak saya sudah menghabiskan porsi makannya”
O: BB pasien bertambah
A: Tujuan tercapai
P: Hentikan tindakan keperawatan
|
3
|
Gangguan kekurangan cairan
berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.
|
S: Keluarga pasien mengatakan
“sus, anak saya mampu menghabiskan 8 gelas air sehari”
O: Anak terlihat tidak pucat
A: Tujuan telah tercapai
P: Hentikan tindakan keperawatan. |
4
|
Gangguan persepsi sensori
(penglihatan) berhubungan dengan defisiensi vitamin A.
|
S: Pasien mengatakan “sus, anak
saya sudah bisa melihat dengan jelas jarak jauh”
O: Hasil Test menunjukkan
ketajaman penglihatan pasien meningkat
A: Tujuan telah tercapai
P: Hentikan tindakan keperawatan
|
5
|
Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.
|
S: Pasien mengatakan “sus, anak
saya sudah tidak gatal-gatal lagi”
O: Tidak terjadi abnormalitas pada
kulit
A:Tujuan telah tercapai
P: Hentikan tindakan keperawatan
|
6
|
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan gangguan faktor sekunder akibat malnutrisi.
|
S: Klien mengatakan bahwa kondisi mulai membaik dan tidak
merasa lemah.
O: Klien terlihat mulai mampu beraktivitas secara normal
A: Masalah intoleransi teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi keperawatan
|
7
|
Kerusakan gigi berhubungan
dengan penurunan asupan kalsium.
|
S: Klien mengatakan kondisi giginya mulai membaik
O: Caries pada gigi klien berkurang.
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi keperawatan
|
8
|
Diare berhubungan dengan inflamasi
GI, malabsorbsi lemak.
|
S: Klien mengatakan bahwa diare berkurang
O: BAB klien normal (<3x/hari)
A: Masalah diare teratasi.
P: Tindakan dihentikan.
|
9
|
Ansietas berhubungan perubahan tumbuh
kembang.
|
S: Pasien mengatakan sudah merasa lebih tenang
O: Raut muka pasien tenang dan pasien mampu menjelaskan
kondisi mengenai dirinya.
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan.
|
10
|
Resiko infeksi berhubungan dengan
daya tahan tubuh rendah.
|
S: Klien mengatakan tidak merasa nyerinya sudah hilang.
O: Terlihat raut muka pasien tidak merintih menahan nyeri.
A: Masalah Resiko infeksi teratasi
P: Tindakan dihentikan
|
11
|
Kurang pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan nutrisi.
|
S: Klien mengatakan ”setelah perawat memberikan penyuluhan
saya jadi tahu penyakit yang saya alami dan caraperawatannya”
O: Terlihat klien sudah mulai mengkonsumsi makanan yang
bernutrisi.
A: Masalah kurang pengetahuan teratasi
P: Tindakan dihentikan
|
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kwashiorkor
adalah sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori
tidak cukup ,atau biasa di sebut juga dengan busung lapar ini biasanya terjadi
pada anak anak dan balita mereka
kehilangan kesimbangan tubuh karena kurang nya asupan makanan, terutama
makanan yang mengandung protein,bisa menyebabkan berat dan tinggi badan
menurun, tidak sesuai dengan usianya. Kwashiorkor
terjadi akibat dari beberapa faktor yang terjadi pada masyarakat, yaitu pola
makan, faktor sosial, faktor ekonomi, faktor infeksi dan penyakit lain.
5.2 Saran
Perawat harus
mengetahui tanda dan gejala, komplikasi, pengobatan serta asuhan keperawatan
terhadap pasien yang menderita kwarshiorkor. Dengan adanya makalah ini diharapkan
dapat membantu Mahasiswa keperawatan baik dalam penanganannya yaitu mengembalikan
anak ke kondisi normal
maupun
pemberian edukasi dan
penyuluhan untuk pencegahannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Behrman, et all.
2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 1.
E/15. Alih bahasa oleh Wahab. Jakarta: EGC.
Brashers,
Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis
Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan, Jakarta : EGC.
Dongoes,
M.E., Mary F.M., dan Alice C. G. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Kee, Joyce LeFever. 1997. Buku saku pemeriksaan laboratorium dan
diagnostik dengan implikasi keperawatan. Alih bahasa Easter Nurses. Editor
Monica Ester. Jakarta: EGC.
NANDA
International. 2012. Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-1014. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan,Edisi
Empat. Vol.1. Jakarta:EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar