MODUL A. PENGKAJIAN FISIK SISTEM PERKEMIHAN
Standar Kompetensi
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu
menjelaskan dan mendemostrasikan teknik pemeriksaan fisik pada sistem
perkemihan
Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1.
Menjelaskan
konsep dasar pemeriksaan fisik pada sistem
perkemihan
2. Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik ginjal
3. Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik kandung kemih
4. Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik genitalia
eksterna
5. Menjelaskan
teknik pemeriksaan fisik
rektum
6.
Mendemonstrasikan prosedur pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan
A. Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir ini angka morbiditas
dan mortalitas penyakit di pada sistem perkemihan di Indonesia semakin meningkat jumlahnya. Perubahan
gaya hidup masyarakat dan pengetahuan masyarakat mengenai informasi penyakit-penyakit
sistem perkemihan diyakini sebagai salah satu penyebab tingginya penyakit
tersebut. Keluhan penyakit yang terkait dengan sistem ini banyak dijumpai di
layanan kesehatan primer. Sehingga kemampuan seorang tenaga kesehatan dalam
mendeteksi dini kelainan tersebut akan sangat membantu dalam menurunkan angka
kesakitan, kecacatan, dan meningkatkan kualitas hidup penderita.
Kemajuan penatalaksanaan penyakit sistem perkemihan
mulai dari pengkajian yang tepat, diagnostik, terapi medik, terapi bedah dan
rehabilitasi menyebabkan jumlah penderita penyakit sistem perkemihan yang
ditangani semakin baik yang meningkatkan harapan hidup penderita. Meskipun
demikian, hal ini tidak menyelesaikan masalah karena adakalanya, beberapa
penyakit meninggalkan gejala sisa bagi penderita sehingga mengurangi
produktivitas kerja dan kualitas hidup. Selain itu semuanya memerlukan biaya
yang sangat besar, dan sumber daya manusia yang terampil dalam
penatalaksanaannya.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit sistem perkemihan perlu
ditingkatkan
karena selain murah dan mudah, dapat dilakukan dimana saja, kapan saja
dan oleh siapa saja, tetapi memerlukan
perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia terhadap penyakit sistem perkemihan.
Faktor risiko dari penyakit sistem perkemihan perlu mendapat perhatian khusus, karena risiko hari ini merupakan penyakit
di masa yang akan datang. Selain memfokuskan perhatian pada mereka
yang telah menderita penyakit, kita juga perlu memusatkan perhatian pada mereka
yang belum menderita tetapi mempunyai resiko untuk menderita penyakit. Karena
sesungguhnya jumlah orang
yang mempunyai risiko jatuh sakit jauh lebih banyak daripada mereka yang telah
menderita penyakit.
Penegakkan diagnosis
kelainan-kelainan pada sistem perkemihan yang tepat menjadi sangat penting dalam tata laksana pasien
berikutnya. Seorang tenaga kesehatan dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan
dasar urologi dengan seksama dan sistematik mulai dari:
1.
Pemeriksaan subyektif untuk mencermati keluhan yang
disampaikan oleh pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik
- Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien untuk mencari data-data objektif mengenai keadaan pasien, dan
- Pemeriksaan penunjang yaitu melalui pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan diagnostic lainnya.
B. Konsep dasar pemeriksaan
Sistem Perkemihan
Pemeriksaan sistem
perkemihan terhadap kelainan yang mungkin dialami oleh klien dilakukan dengan
melakukan anamnesis keluhan yang dialami oleh klien, pemeriksaan fisik terhadap
fungsi dari sistem perkemihan, dan kemudian dibandingkan dengan hasil dari pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan diagnostik lainnya.
1.
Anamnesis
Anamnesis merupakan
suatu wawancara kepada klien yang ditujukan untuk mengetahui secara dini
penyakit yang kemungkinan di derita oleh klien. Anamnesis merupakan suatu
proses pengumpulan data adalah
mengumpulkan informasi yang sistematik tentang klien termasuk kekuatan dan
kelemahan klien. Data dikumpulkan dari klien (autoanamnesa) atau dari orang lain (alloanamnesa), yaitu dari keluarga, orang terdekat,
masyarakat.
Data yang diperoleh
dari proses anamnesis merupakan data subjektif. Data Subjektif menunjukkan persepsi dan sensasi klien tentang
masalah kesehatan. Klien mengungkapkan persepsi dan perasaan subjektif seperti
harga diri atau nyeri. Data subjektif
adalah informasi yang diucapkan oleh klien kepada perawat selama wawancara atau
pengkajian keperawatan, yaitu komentar yang didengar oleh perawat. Data
subjektif biasa disebut ”gejala”.
Data subjektif atau gejala adalah fenomena yang dialami oleh klien dan mungkin suatu permulaan kebiasaan dari
sensasi normal klien. Contoh : saya merasa sakit dan perih
ketika buang air kecil, perut
saya terasa melilit, badan saya sakit semua, dll.
Anamnesis yang sistematik mencakup : keluhan
utama pasien, riwayat penyakit saat ini
yang sedang di derita klien, seperti : keluhan sistemik yang merupakan
penyulit dari kelainan urologi, seperti malaise, pucat, uremia yang merupakan
gejala gagal ginjal, atau demam akibat infeksi dan keluhan
lokal, seperti nyeri, keluhan miksi, disfungsi seksual, atau infertilitas. Selain itu perlu adanya pengkajian terhadap riwayat penyakit
lain yang pernah dideritanya maupun pernah diderita keluarganya. Beberapa
pertanyaan yang bias diajukan kepada klien adalah :
a) Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah
urine 24 jam, warna, kekeruhan dan ada/tidaknya sedimen.
b) Kaji keluhan gangguan frekuensi
BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih.
c) Kaji kembali riwayat pengobatan
dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan sistem perkemihan.
a. Nyeri
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada
organ urogenitalia dirasakan sebagai nyeri lokal (nyeri yang dirasakan di
sekitar organ tersebut) atau berupa referred pain (nyeri
yang dirasakan jauh dari tempat organ yang sakit). Inflamasi akut pada organ
padat traktus urogenitalia seringkali dirasakan sangat nyeri, hal ini
disebabkan karena regangan kapsul yang melingkupi organ tersebut. Maka dari
itu, pielonefritis, prostatitis, maupun epididimitis akut dirasakan sangat
nyeri, berbeda dengan organ berongga sperti buli-buli atau uretra, dirasakan
sebagai kurang nyaman/discomfort.
1. Nyeri Ginjal
Nyeri ginjal terjadi akibat regangan kapsul ginjal.
Regangan kapsul ini dapat terjadi pada pielonefritis akut yang menumbulkan
edema, pada obstruksi saluran kemih yang menjadi penyebab hidronefritis, atau
pada tumor ginjal.
2. Nyeri Kolik
Nyeri kolik terjadi pada spasmus otot polos ureter
karena gerakan peristaltik yang terhambat oleh batu, bekuan darah atau
corpus alienum lain. Nyeri ini sangat sakit, namun hilang timbul
bergantung dari gerakan perilstaltik ureter. Nyeri tersebut dapat dirasakan
pertama tama di daerah sudut kosto-vertebra, kemudian menjalar ke dinding depan
abdomen, ke regio inguinal hingga ke daerah kemalian. Sering nyeri ini diikuti
keluhan pada sistem pencernaan, seperti mual dan muntah.
3. Nyeri Vesika
Nyeri vesika dirasakan pada daerah suprasimfisis.
Nyeri terjadi akibat overdistensi vesika urinaria yang mengalami retensi urin
atau terdapatnya inflamasi pada buli buli. Nyeri muncul apabila buli-buli
terisi penuh dan nyeri akan berkurang pada saat selesai miksi. Stranguria
adalah keadaan dimana pasien merasakan nyeri sangat hebat seperti ditusuk-tusuk
pada akhir miksi dan kadang disertai hematuria.
4. Nyeri Prostat
Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yang
mengakibatkan edema kelenjar postat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri
sulit ditentukan, namun umunya diaraskan pada abdomen bawah, inguinal,
perineal, lumbosakral atau nyeri rektum. Nyeri prostat ini sering diikuti
keluhan miksi seperti frekuensi, disuria dan bahkan retensi urine.
5. Nyeri testis/epididimis
Nyeri dirasakan pada kantong skrotum dapat berupa
nyeri primer (yakni berasal dari kelainan organ di kantong skrotum) atau
refered pain (berasal dari organ di luar skrotum). Nyeri akut primer dapat
disebabkan oleh toriso testis atau torsio apendiks testis, epididimitis/orkitis
akut, atau trauma pada testis. Inflamasi akut pada testis atau epididimis
menyebabkan pergangan pada kapsulnya dan sangat nyeri. Nyeri testis sering
dirasakan pada daerah abdomen, sehingga sering dianggap disebabkan kelainan
organ abdominal. Blunt pain disekitar testis dapat disebabkan varikokel,
hidrokel, maupun tumor testis.
6. Nyeri penis
Nyeri yang dirasakan pada penis yang sedang flaccid
(tidak ereksi) biasanya merupakan refered pain dari inflamasi pada mukosa buli
buli atau ueretra, terutama pada meatus uretra eksternum. Nyeri pada ujung
penis dapat disebabkan parafimosis atau keradangan pada prepusium atau glans penis.
Sedangkan nyeri yang terasa pada saat ereksi mungkin disebabkan oleh penyakit
Peyronie atau priapismus (ereksi terus menerus tanpa diikuti ereksi glans).
b. Keluhan
Miksi
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi
meliputi keluhan iritasi, obstruksi, inkontinensia dan enuresis. Keluhan
iritasi meliputi urgensi, polakisuria, nokturia dan disuria; sedangkan keluhan
obstruksi meluiputi hesitansi, harus mengejan saat miksi, pancaran urine
melemah, intermitensi dan menetes serta masih terasa ada sisa urine sehabis
miksi. Keluhan iritasi dan obstruksi dikenal sebagai lower urinary tract
syndrome.
1. Gejala Iritasi
Urgensi adalah
rasa sangat ingin kencing hingga terasa sakit, akibat hiperiritabilitas dan
hiperaktivitas buli-buli sehingga inflamasi, terdapat benda asing di dalam
buli-buli, adanya obstruksi intravesika atau karena kelainan buli-buli nerogen.
Frekuensi, atau polaksuria, adalah frekuensi berkemih yang lebih dari normal
(keluhan ini paling sering ditemukan pada pasien urologi). Hal ini dapat
disebabkan karena produksi urine yang berlebihan atau karena kapasitas buli
buli yang menurun. Nokturia adalah polaksuria yang terjadi pada malam
hari. Pada malam hari, produksi urin meningkat pada pasien-pasien gagal jantung
kongestif dan edema perifer karena berada pada posisi supinasi. Pada pasien
usia tua juga dapat ditemukan produksi urine pada malam hari meningkat karena
kegagalan ginjal melakukan konsenstrasi urine.
2. Gejala Obstruksi
Normalnya,
relaksasi sfingter uretra eksterna akan diikuti pengeluaran urin. Apabila
terdapat obstruksi intravesika, awal keluarnya urine menjadi lebih lama dan
sering pasien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah urine keluar,
seringkali pancarannya lemah dan tidak jauh, bahkan urine jatuh dekat kaki
pasien. Di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti dan kemudian memancar
lagi (disebut dengan intermiten), dan miksi diakhiri dengan perasaan masih
terasa ada sisa urine di dalam buli buli dengan masih keluar tetesan urine
(terminal dribbling). Apabila buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya,
akan terasa nyeri pada daerah suprapubik dan diikuti dengan keinginan miksi
yang sakit (urgensi). Lama kelamaan, buli-buli isinya makin penuh hingga keluar
urin yang menetes tanpa disadari yang dikenal sebagai inkontinensia paradoksa.
Obstruksi uretra karena striktura uretra anterior biasanya ditandai dengan
pancaran kecil, deras, bercabang dan kadang berputar putar.
3. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan seseorang
untuk menahan urine yang keluar dari buli buli, baik disadari ataupun tidak
disadari. Terdapat beberapa macam inkontinensia urine, yaitu inkontinensia true
atau continuous (urine selalu keluar), inkontinensia stress (Tekanan abdomen
meningkat), inkontinensia urge (ada keinginan untuk kencing) dan inkontinensia
paradoksa (Buli-buli penuh).
4. Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah
merah di dalam urine. Hal ini perlu dibedakan dengan bloody urethral discharge,
yaitu adanya perdarahan per uretram yang keluar tanpa proses miksi. Porsi
hematuria perlu diperhatikan apakah terjadi pada awal miksi (hematuria
inisial), seluruh proses miksi (hematuria total) atau akhir miksi (hematuria
terminal). Hematuria dapat disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran
kemih, mulai dari infeksi hingga keganasan.
5. Pneumaturia
Pneumaturia adalah berkemih yang tercampur dengan
udara, dapat terjadi karena adanya fistula antara buli-buli dengan usus, atau
terdapat proses fermentasi glukosa menjadi gas karbondioksida di dalam urine,
seperti pada pasien diabetes mellitus.
6. Hematospermia
Hematospermia atau hemospermia adalah adanya darah di
dalam ejakulat, biasa ditemukan pada pasien usia 30-40 tahun. Kurang lebih
85-90% mengeluhkan hematospermia berulang. Hematospermia paling sering
disebabkan oleh kelainan pada prostat dan vesikula seminalis. Paling banyak
hematospermia tidak diketahui penyebabnya dan dapat sembuh sendiri.
Hematospermia sekunder dapat disebabkan oleh paska biopsi prostat, adanya
infeksi vesikula seminalis atau prostat, atau oleh karsinoma prostat.
7. Cloudy Urine
Cloudy urine adalah urine bewarna keruh dan berbau
busuk akibat adanya infeksi saluran kemih.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan komponen pengkajian kesehatan yang bersifat obyektif. Terdapat empat
teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk digunakan selama
pemeriksaan fsik : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Teknik-teknik ini
digunakan sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada indera penglihatan,
pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan semua indera
tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang koheren. Teknik-teknik
tersebut secara keseluruhan disebut sebagai observasi/pengamatan, dan harus
dilakukan sesuai dengan urutan di atas, dan setiap teknik akan menambah data
yang telah diperoleh sebelumnya. Dua perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika
usia pasien atau tingkat keparahan gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan
ketika abdomen yang diperiksa.
Inspeksi :
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien
dengan gangguan sistem perkemihan adalah inspeksi, yaitu melihat dan
mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan
untuk mengkaji/menilai pasien. Secara formal, pemeriksa menggunakan indera
penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama, persisten dan
tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu, dengan cara memperoleh riwayat
pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan.
Inspeksi juga menggunakan indera
pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan
memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang
berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan
informasi yang diterima oleh semua indera tersebut, baik disadari maupun tidak
disadari, dan membentuk opini, subyektif dan obyektif, mengenai pasien, yang
akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis dan terapi. Pemeriksa yang
telah melakukan observasi selama bertahun-tahun (ahli) melaporkan bahwa mereka
seringkali mempunyai persepsi intuitif mengenai sumber/penyebab masalah
kesehatan pasien segera setelah melihat pasien. Inspeksi pada sistem
perkemihan meliputi :
1) Keadaan umum sistem perkemihan
2) Keadaan lokalis sistem perkemihan (ginjal, kandung kemih, alat
genitalia, rectum, dll)
3) Penggunaan alat bantu seperti : condom catheter, folleys catheter, silikon
kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
4) Dll
Palpasi
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan
dengan tangan, adalah langkah kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk
menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada permukaan maupun dalam
rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan informasi mengenai posisi,
ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi
yang normal, dan apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ atau
adanya massa yang dapat teraba. Palpasi juga efektif untuk menilai menganai
keadaan cairan pada ruang tubuh.
Palpasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
pada awal selalu digunakan palpasi
ringan, dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus sepanjang pasien
dapat mentoleransi. Jika pada awal palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda
mungkin melewatkan dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan
palpasi anda akan mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan bersifat superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada
permukaan atau dalam otot. Juga dapat membuat pasien relaks sebelum melakukan
palpasi medium dan dalam. Untuk melakukan palpasi ringan, letakkan/tekan secara
ringan ujung jari anda pada kulit pasien, gerakkan jari secara memutar.
Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada
peritoneum dan untuk massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri
pada kebanyakan struktur tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari
1-2 cm ke dalam tubuh pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar. Sedangkan palpasi dalam digunakan untuk menilai organ dalam
rongga tubuh, dan dapat dilakukan dengan satu atau dua tangan. Jika dilakukan
dengan dua tangan, tangan yang di atas menekan tangan yang di bawah 2-4 cm ke
bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman selalu
dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa tidak nyaman atau
nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.
Pemeriksaan fisik
dengan menggunakan teknik palpasi dapat dilakukan pada ginjal, kandung kemih,
alat genitalia dan rectum klien dengan memperhatikan prinsip diatas untuk
mendapatkan informasi tambahan terkait kondisi klien.
Perkusi
Perkusi, merupakan langkah ketiga
pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh secara ringan dan tajam,
untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di
bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang berjalan
sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda
karakteristiknya tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu.
Prinsip dasarnya adalah jika suatu
struktur berisi lebih banyak udara (misalnya paru-paru) akan menghasilkan suara
yang lebih keras, rendah dan panjang daripada struktur yang lebih padat
(misalnya otot paha), yang menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan
pendek. Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti
proteksi akustik menyerap suara pada ruang “kedap suara”.
Ada dua metode perkusi langsung (segera)
dan tak langsung (diperantarai). Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah
metode yang menggunakan alat pleksimeter untuk menimbulkan perkusi. Dari
sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil, dan digunakan untuk mengetuk
plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat dari gading), yang
dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan metode yang disukai selama
hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa repot untuk membawa peralatan ekstra
ini. Sehingga, perkusi tak langsung, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
atau hanya jari tengah satu tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk
jari tengah tangan yang lain sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode
pilihan sekarang. Kini, jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan
erat pada permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya agak terangkat di atas
permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter, mengetuk
plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas interphalangeal proksimal.
Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera diangkat, agar tidak menyerap
suara. Lihat gambar 2.
Perkusi langsung dan tak langsung juga
dapat dilakukan dengan kepalan tangan (Gambar 3). Perkusi langsung kepalan
tangan melibatkan kepalan dari tangan yang dominan yang kemudian mengetuk
permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung kepalan bermanfaat untuk toraks
posterior, terutama jika perkusi jari tidak berhasil. Pada perkusi tak langsung
dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan yang pasif, diletakkan pada tubuh
ketika pleksimeter (kepalan dari tangan yang dominan) mengetuk. Kedua metode
prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya, nyeri tekan costovertebral angle
(CVA) ginjal.
Pada pemeriksaan fungsi sistem
perkemihan pada saat dilakukan perkusi mungkin akan dirasakan nyeri pada lokasi
yang sakit. Sehingga perlu diperhatikan
dalam melakukan tindakan perkusi agar dilakukan dengan hati-hati dengan memperhatikan
ekspresi klien.
Auskultasi
Auskultasi adalah ketrampilan untuk
mendengar suara tubuh pada paru-paru, jantung pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya,
auskultasi adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan.
Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara
dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran
darah yang melalui sistem kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan
frekuensi (pitch), intensitas (keras lemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya.
Pemeriksa akan mengauskultasi suara
jantung, suara tekanan darah (suara Korotkoff), suara aliran udara melalui
paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh. Auskultasi dilakukan dengan
stetoskop (Gambar 4). Stetoskop regular tidak mengamplifikasi suara. Stetoskop
regular meneruskan suara melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung
yang ke telinga (earpiece), menghilangkan suara gangguan eksternal dan demikian
memisahkan dan meneruskan satu suara saja. Stetoskop khusus yang
mengamplifikasi suara juga tersedia dengan akuitas suara yang lebih rendah.
Yang penting diperhatikan adalah kesesuaian dan kualitas stetoskop. Ujung yang
ke telinga harus diletakkan pas ke dalam telinga, dan tabung/pipa tidak boleh
lebih panjang dari 12-18 inci.
Auskultasi adalah keterampilan yang
mudah dipelajari tapi sulit interpretasinya. Pertama, suara normal yang
bermacam-macam harus dipelajari sebelum dapat membedakan mana suara yang
abnormal dan ektra. Ketika menggunakan stetoskop, kurangi suara-suara eksternal
yang mengganggu dan suara artefak. Tutup mulut anda dan, jika endpiece telah diletakkan
pada permukaan tubuh, tutup mata anda dan berkonsentrasilah. Dengan cara
demikian, anda akan mengeliminasi suara yang ditransmisikan melalui mulut yang
terbuka, yang dapat berfungsi seperti megaphone, dan gangguan
akibat stimulasi visual terus menerus. Pada pemeriksaan sistem perkemihan
beberapa suara abnormal yang mungkin ditemukan adalah suara bruit yang
merupakan indikasi terjadinya stenosis arteri renal.
C. Pemeriksaan Fisik Ginjal
Ginjal terletak pada regio
posterior, dilindungi oleh iga. Sudut costovertebral adalah regio dimana kita
menilai nyeri tekan dan nyeri ketok pada ginjal. Pada level yang lebih bawah
pada kwadran kanan atas, pool bawah ginjal kanan, kadang-kadang dapat diraba.
Vesica urinaria yang terisi penuh dan uterus hamil dapat diraba di atas
simpisis pubis. Beberapa hal penting yang diperhatikan sewaktu pemeriksaan
adalah cahaya ruangan cukup baik, klien harus rileks, pakaian harus terbuka
dari processus xyphoideus sampai sympisis pubis. Kondisi rileks dari klien dapat diperoleh
dengan cara :
1. Vesica urinaria harus dikosongkan
lebih dahulu
2. Pasien dalam posisi tidur dengan bantal
dibawah kepala dan lutut pada posisi fleksi (bila diperlukan)
3. Kedua tangan disamping atau dilipat
diatas dada. Bila tangan diatas kepala akan menarik dan menegangkan otot perut
4. Telapak tangan pemeriksa harus cukup
hangat, sdan kuku harus pendek. Dengan jalan menggesek gesekan tangan akan
membuat telapak tangan jadi hangat.
5. Lakukan pemeriksaan perlahan lahan,
hindari gerakan yang cepat dan tak diinginkan
6. Jika perlu ajak klien berbicara
sehingga pasien akan lebih relak
7. Jika klien sangat sensitif dan penggeli
mulailah palpasi dengan tangan klien sendiri dibawah tangan pemeriksa kemudian
secara perlahan lahan tangan pemeriksa menggantikan tangan klien
8. Perhatikan hasil pemeriksaan dengan
memperhatikan rawut muka dan emosi klien
Inspeksi
Atur posisi pasien dengan tidur terlentang, minta klien
membuka bajunya. Perhatikan sekitar abdomen klien. Lakukan inspeksi pada abdominal jika terdapat
massa di
abdominal atas, massa keras dan padat kemungkinan terjadi keganasan atau
infeksi perinefritis.
Palpasi
a.
Palpasi
Ginjal Kanan
1. Letakkan tangan kiri anda di belakang
penderita, paralel pada costa ke-12, dengan ujung jari anda menyentuh sudut
kostovertebral. Angkat, dan cobalah mendorong ginjal kanan ke depan (anterior).
2. Letakkan tangan kanan anda dengan lembut
pada kuadran kanan atas, di sebelah lateral dan sejajar terhadap otot rektus (muskulus rektus abdominis dekstra)
3. Mintalah penderita untuk bernapas dalam.
Pada waktu puncak inspirasi, tekanlah tangan kanan anda dalam-dalam ke kuadran
kanan atas, di bawah arcus costa, dan cobalah untuk “menangkap” ginjal diantara
kedua tangan anda.
4. Mintalah penderita untuk membuang napas
dan menahan napas. Pelan-pelan, lepaskan tekanan tangan kanan anda, dan rasakan
bagaimana ginjal akan kembali ke posisi pada waktu ekspirasi. Apabila ginjal teraba
(normalnya jarang teraba), tentukan ukurannya, contour, dan ada/tidaknya nyeri
tekan.
b.
Palpasi
Ginjal Kiri
Untuk meraba ginjal kiri, pindahlah ke sebelah kiri penderita. Gunakan tangan
kanan Anda untuk menyanggga dan mengangkat dari belakang, dan tangan kiri untuk
meraba pada kuadran kiri atas. Lakukan pemeriksaan seperti ginjal kanan. Ginjal
kiri yang normal jarang dapat teraba.
C. Palpasi Aorta
Tekanlah kuat-kuat abdomen bagian atas, sedikit di sebelah kiri garis
tengah, dan rasakan adanya pulsasi aorta. Pada penderita di atas 50 tahun,
cobalah memperkirakan lebar aorta dengan menekan kedua tangan pada kedua sisi.
Perkusi
Teknik perkusi digunakan untuk mengetahui nyeri ketok pada ginjal. Nyeri tekan
ginjal mungkin ditemui saat palpasi abdomen, tetapi juga dapat dilakukan pada
sudut costovertebrae. Kadang-kadang penekanan pada ujung jari pada tempat tersebut
cukup membuat nyeri, tetapi seringkali harus digunakan kepalan tangan untuk
menumbuhkan nyeri ketok ginjal (ditinju dengan permukaan ulnar kepalan tangan
kanan dengan beralaskan volar tangan kiri ( fish percussion). Letakkan satu tangan pada sudut kostovertebra, dan pukullah dengan sisi ulner
kepalan tangan Anda.
C. Pemeriksaan
Fisik Genitalia Eksterna
1. Pemeriksaan fisik genetalia Pria
Pemeriksaan fisik genitalia dengan
inspeksi dan palpasi termasuk prosedur rutin yang harus dikerjakan pada
penderita dengan indikasi kelainan genitalia pria dan traktus urinarius segmen
distal. Organ genitalia pria terdiri
dari penis, scrotum, testis, epididimis, vesika seminalis dan kelenjar prostat. Uretra merupakan saluran berbentuk pipa yang berfungsi saluran pengeluaran urine yang telah ditampung di dalam vesica urinaria
(kandung kencing) ke luar badan (dunia luar) dan saluran semen. Saluran tersebut dimulai
dari orificium urethra internum dan masuk lewat di dalam prostat, berlanjut
berjalan di dalam corpus cavernosum urethrae dan berakhir pada lubang luar pada
ujung penis (orificium uretra eksternum). Dengan demikian uretra laki-laki menurut
tempat yang dilewati dapat dibedakan menjadi tiga bagian berurutan, yaitu pars prostatica,
pars membranosa clan pars spongiosa urethrae.
Penis terdiri atas dua buah
corpora cavernosa penis, satu buah corpus cavernosum urethrae (corpus
spongiosum penis) dan satu buah corpus cavernosum glandis sebagai lanjutannya.
Saluran uretra melewati corpus spongiosum. Penis mempunyai 2 permukaan yaitu
permukaan ventral dan dorsal, dan terdiri atas akar, batang dan glans.
Skrotum merupakan kantung yang
dibentuk oleh lapisan yang tipis, kulit yang berkerut-kerut (rugous skin) yang
menutupi lapisan tebal, tunica dartos yang terdiri dari serat-serat otot
polos dan fascia. Skrotum menggantung pada pangkal penis, dimana bagian kiri
lebih rendah dibanding yang kanan karena pada skrotum yang kiri funiculus
spermaticus lebih panjang. Kulit skrotum terbagi dua oleh median raphe yang
memanjang dari bagian ventral korpus penis, melewati pertengahan skrotum sampai
ke anus. Dibagian dalam, kedua skrotum dipisahkan oleh septal fold dari tunica
dartos. Masing-masing skrotum berisi testis, epididimis dan funiculus
spermaticus. Kulit skrotum hiperpigmentasi dan mengandung banyak folikel
sebasea yang dapat menyebabkan timbulnya kista. Kelenturan otot dartos
menentukan ukuran skrotum; paparan suhu eksternal yang dingin menyebabkan
skrotum mengecil, sebaliknya sensasi hangat akan merelaksasikan otot dan
memperbesar ukuran skrotum.
Gambar 8. Organ genetalia pria
Hal yang harus diperiksa/dilihat pada saat
melakukan pemeriksaan genitalia eksternal pria adalah:
a. inspeksi kulit dan rambut disekitar
genitalia: bertujuan untuk melihat perubahan warna, bercak kemerahan dan
sebagainya
b.
inspeksi penis dan skrotum:
-
pasien telah sirkumsisi atau belum
-
ukuran penis dan skrotum (bandingkan kiri dan kanan)
-
adanya lesi
-
bentuk penis (phimosis)
c.
inspeksi meatus eksternal uretra
-
letak muara eksternal (normalnya terletak ditengah
gland penis)
-
adanya cairan abnormal yang keluar dari muara
(discharge)
d.
Skrotum
-
adanya lesi/perubahan warna
-
pembengkakan
-
memeriksa bagian posterior skrotum
Keadaan anatomis berikut ini sebaiknya diingat sebelum
melakukan tindakan procedural seperti memasukkan kateter atau alat lain kedalam
uretra pria:
1. orifisium eksternus glans penis
merupakan bagian uretra yang paling sempit.
2. didalam glans, uretra melebar
membentuk fossa terminalis
3. dekat ujung posterior fossa, dari
atapnya terdapat lipatan mukosa yang menonjol ke
4. lumen
5. uretra pars membranosa sempit dan
terfiksasi
6. uretra pars prostatika paling luas
dan paling lebar
7.
dengan memegang penis ke atas, bentuk uretra yang
seperti S berubah menjadi bentuk huruf J
2.
Pemeriksaan fisik genetalia Wanita
Genitalia eksternal wanita atau
vulva (gambar 9 ) terdiri dari: mons veneris, labia majora, labia minora,
vestibulum dan kelenjar-kelenjarnya, introitus vaginal, meatus urethra and
clitoris. Saluran uretra wanita panjangnya sekitar 3,8 cm. Uretra bermuara
sekitar 2,5 cm dibawah klitoris dan terletak tepat didepan vagina.
Gambar 9. Organ gentelia wanita
Bagian-bagian organ genetalia wanita :
1. Mons veneris adalah tonjolan bulat dari jaringan lemak diatas
simfisis pubis.
2.
Labia mayora adalah dua buah lipatan kulit lebar yang membentuk
batas lateral vulva. Kedua labia mayora bertemu dibagian anterior di mons
veneris untuk membentuk komisura anterior. Labia mayor dan mons veneneris
mempunyai folikel rambut dan kelenjar sebasea.
3.
Labia minora sesuai dengan skrotum pada pria. Labia minora adalah
lipatan kulit yang sempit dan berpigmen yang antara labia mayora dan menutupi
vestibulum, yang merupakan daerah diantara kedua labia minora. Diantara
anterior, kedua labia minora membentuk prepusium klitoris.
4.
Klitoris, yang analog dengan penis, terdiri dari jaringan
erektil dan banyak mengandung ujung saraf, klitoris mempunyai satu glans dan
dua korpora kavernosa. Meatus uretra eksternal terletak dibagian anterior
vestibulum dibawah kritoris.
5.
Kelenjar parauretra, atau kelenjar Skene, adalah kelenjar –kelenjar kecil
yang bermuara di lateral uretra. Sekresi kelenjar sebasea di daerah ini
melindungi jaringan yang rentan terhadap urin.
6. Kelenjer Bartholin terdiri dari struktur kecil,ukuran diameter sekitar
0,5 sampai 1 cm, merupakan kelenjer vestibular mayor, terdapat pada batas sisi
luar orifisium vagina kearah fourchette.
Ketika melakukan pemeriksaan fisik, usahakan untuk
menyentuh pasien dengan punggung tangan sambil mengatakan bahwa akan dilakukan
pemeriksaan genitalia. Ini
diperlukan agar pasien merasa nyaman.
D.
Pemeriksaan Rectal Touche
Pemeriksaan rectal touche
dilakukan pada penderita dengan kelainan dan keluhan di daerah rectum, anus dan
pemeriksaan prostate pada laki-laki. Pada pemeriksaan ini, kita dapat memilih
posisi pasien sbb:
1.
Left lateral prone position Letak miring memudahkan
pemeriksaan inspeksi dan palpasi anal kanal dan rektum. Tetapi posisi ini
kurang sesuai untuk pemeriksaan peritoneum.
2.
Litothomy position : Posisi litotomi biasanya
dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak memerlukan pemeriksaan anus secara
detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan prostate dan vesika seminalis karena
memudahkan akses pada cavum peritoneal.
3.
Knee-chest position : Posisi ini biasanya tidak/kurang
menyenangkan bagi pasien.
4.
Standing elbow-knee position Posisi ini jarang digunakan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA SISTEM
PERKEMIHAN
Standar Kompetensi
Setelah menyelesaikan pembelajaran
praktikum mahasiswa mampu menjelaskan teknik pemeriksaan penunjang pada sistem
perkemihan
Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1.
Menjelaskan
foto polos abdomen (BNO)
2.
Menjelaskan
pemeriksaan IVP dan uretrocystography
§
Menjelaskan
persiapan penderita
§
Menjelaskan
Indikasi dan kontra indikasi
§
Menjelaskan
fungsi, anatomi dan kelainan traktus urinarius (Ginjal, ureter, vesika
urinaria, uretra, prostat)
3.
Mendeskripsikan
dan menilai IVP
§
IVP
menit ke 5, 15, 30, 45 , dst
§
penilaian
terhadap kelainan pada :
a)
Ren
: letak, posisi, jumlah ren, hidronefrosis, infeksi, nefrolithiasis,
tumor/massa
b)
Ureter
: hidroureter, ureterolithiasis, infeksi, massa, sumbatan/obstruksi
c)
Vesica
urinaria : massa/tumor, vesicolithiasis, infeksi, pembesaran prostat
§
Mendeskripsikan
dan menilai uretrocystography
a)
strictura,
obstruksi
b)
uretrolithiasis
c)
infeksi
d)
pembesaran
prostate
A. BNO
Dalam bidang
foto rontgen, terdapat beberapa jenis foto yang digunakan. Dan dalam bidang uroradiologi dengan rontgen, ada
beberapa jenis foto yang familier, yaitu BNO. BNO dalam bahasa Inggris disebut pula KUB (Kidney
Ureter Bladder). Sebelumnya mari kita bedakan
dulu antara foto polos abdomen dan foto BNO. Foto polos abdomen tidak dilakukan
persiapan atau urus-urus. Pasien dateng ke radiologi, langsung saja difoto. Sedangkan foto BNO, pasien
diminta untuk melakukan urus-urus misalnya dengan memakan obat pencahar,
meminimalisasi bicara dan merokok, dan puasa tidak makan pada malam sebelum
foto dilakukan, agar udara usus dan fekalitnya minimal. Persamaannya, yaitu
baik foto polos maupun BNO sama-sama tidak menggunakan kontras.
Hal yang harus kita perhatikan pada foto BNO
:
1) Preperitoneal fat line, tampak
atau tidak
2) Psoas line dan renal out line,
tampak atau tidak
3) Distribusi udara usus, distensi
usus, banyak atau sedikit
4) Tanda-tanda pneumoperitoneum, ada
tidaknya semilunar sign (udara di atas hepar)
5) Bayangan opasitas : batu, massa
intra abdomen, deskripsikan letak, ukuran batu, jumlah batu, bentuk batu
6) Sistema tulang : fraktur,
spondilosis, metastase
Gambar 10. Contoh hasil pemeriksaan BNO
Keterangan
:
·
Preperitoneal fat linenya Nampak (yang membentuk pinggang).
·
Psoas
linenya juga nampak.
·
Distribusi
udara ususnya minimal.
·
Tidak
ada tanda-tanda pneumoperitoneum
·
Tidak
ada bayangan opasitas abnormal
·
Sistema
tulang intak
B. INTRAVENA
PIELOGRAPHY (IVP)
Definisi
IVP adalah
pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras secara intravena untuk melihat
anatomi dan fungsi dari traktus urinarius (ginjal, ureter, vesica urinaria).
Intravena di sini berarti bahan kontras diinjeksikan melalui vena. (Boleh vena mana saja, contoh
: vena mediana cubiti atau vena renalis). Pada saat media
kontras diinjeksikan melalui pembuluh vena pada tangan pasien, media kontras
akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan dalam ginjal dan tractus urinary,
sehingga ginjal dan tractus urinary menjadi berwarna putih. Dengan IVP,
radiologist dapat melihat dan mengetahui anatomy serta fungsi ginjal, ureter
dan blass. Biasanya IVP didahului dulu
dengan BNO. Sebelum pasien disuntik dengan kontras, pada malam sebelumnya
pasien diminta untuk melakukan urus-urus juga sama seperti pada BNO. Kemudian,
pasien dites alergi dulu, karena kontras yang digunakan dapat menimbulkan
reaksi alergi.
Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan IVP adalah :
1. Pemeriksaan IVP membantu mengetahui
adanya kelainan pada sistem urinary, dengan melihat kerja ginjal dan sistem
urinary pasien.
2.
Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengetahui gejala seperti kencing
darah (hematuri) dan sakit pada daerah punggung.
3. Mengetahui adanya kelainan pada sistem
tractus urinary dari : batu ginjal, pembesaran
prostat, tumor pada ginjal, ureter dan blass.
Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVP yakni
untuk melihat anatomi dan fungsi dari traktus urinarius yang terdiri dari
ginjal, ureter, dan bladder, yang meliputi
·
Kelainan
kongenital
·
Radang
atau infeksi
·
Massa
atau tumor
·
Trauma
Diantaranya adalah :
1.
Renal agenesis
2.
Polyuria
3.
BPH (benign prostatic hyperplasia)
4. Congenital anomali : Duplication of
ureter n renal pelvis, Ectopia kidney, Horseshoe kidney, Malroration
5. Hydroneprosis
6. Pyelonepritis
7. Renal hypertention
Kontra indikasi
1. Alergi terhadap media kontras
2. Pasien yang mempunyai kelainan atau
penyakit jantung
3. Pasien dengan riwayat atau dalam
serangan jantung
4. Multi myeloma
5. Neonatus
6. Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
7. Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
8. Hasil ureum dan creatinin tidak normal
Syarat-syarat
seseorang boleh melakukan IVP yakni :
1.
Tidak
memiliki riwayat alergi
2. Fungsi ginjalnya baik. Cara untuk
mengetahuinya yakni dengan mengukur kadar BUN atau kreatininnya. Karena kontras
itu bersifat nefrotoksik dan dikeluarkan lewat ginjal, jadi apabila ginjal
rusak atau tidak berfungsi, akan sangat berbahaya bagi pasien.
PERSIAPAN PEMERIKSAAN
1. Persiapan
Pasien
a. Pasien makan bubur kecap saja sejak 2
hari (48 jam) sebelum pemeriksaan BNO/IVPdilakukan.
b. Pasien tidak boleh minum susu, makan
telur serta sayur-sayuran yang berserat.
c. Jam 20.00 pasien minum garam inggris
(magnesium sulfat), dicampur 1 gelas air matang untuk urus-urus, disertai minum
air putih 1-2 gelas, terus puasa.
d. Selama puasa pasien dianjurkan untuk
tidak merokok dan banyak bicara guna meminimalisir udara dalam usus.
e. Jam 08.00 pasien datang ke unit
radiologi untuk dilakukan pemeriksaan, dan sebelum pemeriksaan dimulai pasien
diminta buang air kecil untuk mengosongkan blass.
f.
Berikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan dan penandatanganan informed consent.
2. Persiapan
Media Kontras
Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana
jumlahnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.
Persiapan Alat dan Bahan
a. Peralatan Steril
1) Wings needle No. 21 G (1 buah)
2) Spuit 20 cc (2 buah)
3) Kapas alcohol atau wipes
4) Tourniquet
b. Peralatan
Non Steril
1) Plester
2) Marker R/L dan marker waktu
3) Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)
4) Obat-obatan emergency (antisipasi
alergi media kontras)
5) Baju pasien
PROSEDUR PEMERIKSAAN BNO-IVP
1) Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP, untuk
melihat persiapan pasien
2) Jika persiapan pasien baik/bersih,
suntikkan media kontras melalui intravena 1 cc saja, diamkan sesaat untuk
melihat reaksi alergis.
3) Jika tidak ada reaksi alergis
penyuntikan dapat dilanjutkan dengan memasang alat compressive ureter terlebih
dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri.
4) Setelah itu lakukan foto nephogram
dengan posisi AP supine 1 menit setelah injeksi media kontras untuk melihat
masuknya media kontras ke collecting sistem, terutama pada pasien hypertensi
dan anak-anak.
5) Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan
posisi AP supine menggunakan ukuran film 24 x 30 untuk melihat pelviocaliseal
dan ureter proximal terisi media kontras.
6) Foto 15 menit post injeksi dengan posisi
AP supine menggunakan film 24 x 30 mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan
bladder mulai terisi media kontras
7) Foto 30 menit post injeksi dengan posisi
AP supine melihat gambaran bladder terisi penuh media kontras. Film yang
digunakan ukuran 30 x 40
8) Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada
dokter spesialis radiologi, biasanya dibuat foto blast oblique untuk melihat
prostate (umumnya pada pasien yang lanjut usia).
9) Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk melihat kelainan kecil yang
mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect dapat menunjukan adanya
ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada kasus pos hematuri.
KRITERIA GAMBAR
1. Foto 5 menit post injeksi : Tampak kontras
mengisi ginjal kanan dan kiri.
Pada menit ke-5, organ yang dinilai yaitu
perginjalan, yang meliputi nefrogram dan sistem pyelocalices (SPC). Nefrogram
yaitu bayangan dari ginjal kanan dan kiri yang terisi kontras. Warnanya
semiopaque, jadi putihnya sedang-sedang saja.
Yang kita cermati pada menit ke-5 ini yaitu:
·
Letak/posisi
ren. Normalnya, ren kanan lebih rendah dibanding ren kiri. Letak keduanya yaitu
setinggi V.T12 – V.L3
·
Ukuran
ren
·
SPC.
Normalnya berbentuk seperti mangkuk (cupping). Namun apabila terjadi
hidronefrosis, SPC akan berubah bentuk tergantung pada derajat hidronefrosisnya.
·
Ada
4 grade hidronefrosis :
a)
Hidronefrosis
derajat 1. Calices berbentuk blunting,
alias tumpul.
b) Hidronefrosis derajat 2. Calices
berbentuk flattening, alias
mendatar.
c)
Hidronefrosis
derajat 3. Calices berbentuk clubbing,
alias menonjol.
d) Hidronefrosis derajat 4. Calices
berbentuk ballooning, alias
menggembung.
·
Gambaran
batu, baik batu lusen atau opaq. Apabila ada batu, khasnya yaitu ada filling
defek.
·
Pada
menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-penyakit yang
ada di ren, misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis, hidronefrosis, massa/tumor
renal, dll.
2. Foto 15 menit post injeksi
: Tampak kontras mengisi ginjal, ureter.
3. Foto 30 menit post injeksi
(full blass) : Tampak blass terisi penuh oleh kontras
Pada menit ke-15 sampai 30, yang nampak yaitu
SPC, kedua ureter, dan vesika urinaria. Tapi kita fokuskan pada pencitraan
ureter dan vesika urinaria. Pada ureter, yang diamati yaitu :
1)
Jumlah
ureter.
Terkadang, ureter bisa hanya nampak 1 aja,
padahal pasien tidak merasakan keluhan apa-apa, dan tidak ada pembesaran di
proksimal. Berarti ureternya tetep normal.
2) Posisi ureter
3) Kaliber ureter : diameternya, ukurannya normal atau tidak (pembesaran).
4) Dinding ureter : Apakah dindingnya licin atau tidak, reguler
atau irreguler.
5) Ada tidaknya sumbatan/obstruksi
6) Ada tidaknya batu, baik lusen
maupun opaque. Kemudian nyatakan bentuk, jumlah, ukuran, dan
letak batu.
Contoh penyakit pada menit ke 15-30
diantaranya: hidroureter, ureterolithiasis, ureteritis, cystitis, pembesaran
prostat, massa vesikolithiasis, dll.
4. Foto Post Miksi : Tampak blass yang telah kosong.
Perawatan Lanjutan
Tidak ada perawatan khusus yang diberikan kepada
pasien setelah menjalani pemeriksaan BNO-IVP ini.
Kelebihan IVP
1. Bersifat invasif.
2.
IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas,
sehingga dokter dapat mendiagnosa dan memberikan pengobatan yang tepat mulai
dari adanya batu ginjal hingga kanker tanpa harus melakukan pembedahan
3.
Diagnosa kelainan tentang kerusakan dan adanya batu
pada ginjal dapat dilakukan.
4.
Radiasi relative rendah
5. Relative aman
Kekurangan IVP
1. Selalu ada kemungkinan
terjadinya kanker akibat paparan radiasi yang diperoleh.
2. Dosis efektif pemeriksaan
IVP adalah 3 mSv, sama dengan rata-rata radiasi yang diterima dari
alam dalam satu tahun.
3. Penggunaan media kontras
dalam IVP dapat menyebabkan efek alergi pada pasien, yang menyebabkan pasien
harus mendapatkan pengobatan lanjut.
4. Tidak dapat dilakukan pada wanita
hamil.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Adams. Textbook of Physical
Diagnosis.17ed.Williams & Wilkins.1987.
2. DeGowin RL, Donald D
Brown.2000.Diagnostic Examination. McGraw Hill.USA.
3.
Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan
Moelia Radja Siregar.
EGC 1996
4.
De
Jong W.1997.Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC. Jakarta Lynn. S. Bickley; Bates Guide to Physical Examination and History
taking, 8 th Edition, Lippincott 2003.
5.
Simadibrata MK, 2006. Pemeriksaan abdomen, urogenital
dan anorektal. Dalam:
6.
Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK. S,
Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, hal:51-55.
7. Zubir N. Pemeriksaan abdomen. Dalam:
Acang N, Zubir N, Najirman, Yuliwansyah R, Eds. Buku Ajar Diagnosis Fisik.
Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas,
Padang. 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar