Kamis, 10 September 2015

pengkajian fisik dan penunjang sistem perkemihan


MODUL A. PENGKAJIAN FISIK SISTEM PERKEMIHAN




Standar Kompetensi
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu menjelaskan dan mendemostrasikan teknik pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan


Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1.       Menjelaskan konsep dasar pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan 
2.       Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik ginjal
3.       Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik kandung kemih
4.       Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik genitalia eksterna
5.        Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik rektum
6.       Mendemonstrasikan prosedur pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan



A.  Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir ini angka morbiditas dan mortalitas penyakit di pada sistem perkemihan di Indonesia semakin meningkat jumlahnya. Perubahan gaya hidup masyarakat dan pengetahuan masyarakat mengenai informasi penyakit-penyakit sistem perkemihan diyakini sebagai salah satu penyebab tingginya penyakit tersebut. Keluhan penyakit yang terkait dengan sistem ini banyak dijumpai di layanan kesehatan primer. Sehingga kemampuan seorang tenaga kesehatan dalam mendeteksi dini kelainan tersebut akan sangat membantu dalam menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan meningkatkan kualitas hidup penderita.
Kemajuan penatalaksanaan penyakit sistem perkemihan mulai dari pengkajian yang tepat, diagnostik, terapi medik, terapi bedah dan rehabilitasi menyebabkan jumlah penderita penyakit sistem perkemihan yang ditangani semakin baik yang meningkatkan harapan hidup penderita. Meskipun demikian, hal ini tidak menyelesaikan masalah karena adakalanya, beberapa penyakit meninggalkan gejala sisa bagi penderita sehingga mengurangi produktivitas kerja dan kualitas hidup. Selain itu semuanya memerlukan biaya yang sangat besar, dan sumber daya manusia yang terampil dalam penatalaksanaannya.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit sistem perkemihan perlu ditingkatkan
karena selain murah dan mudah, dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan  oleh siapa saja, tetapi memerlukan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia terhadap penyakit sistem perkemihan. Faktor risiko dari penyakit sistem perkemihan perlu mendapat perhatian khusus, karena risiko hari ini merupakan penyakit di masa yang akan datang. Selain memfokuskan perhatian pada mereka yang telah menderita penyakit, kita juga perlu memusatkan perhatian pada mereka yang belum menderita tetapi mempunyai resiko untuk menderita penyakit. Karena sesungguhnya jumlah orang yang mempunyai risiko jatuh sakit jauh lebih banyak daripada mereka yang telah menderita penyakit.
Penegakkan diagnosis kelainan-kelainan pada sistem perkemihan yang tepat menjadi sangat penting dalam tata laksana pasien berikutnya. Seorang tenaga kesehatan dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dasar urologi dengan seksama dan sistematik mulai dari:
1.       Pemeriksaan subyektif untuk mencermati keluhan yang disampaikan oleh pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik
  1. Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien untuk mencari data-data objektif mengenai keadaan pasien, dan
  2. Pemeriksaan penunjang yaitu melalui pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan diagnostic lainnya.

B. Konsep dasar pemeriksaan Sistem Perkemihan
Pemeriksaan sistem perkemihan terhadap kelainan yang mungkin dialami oleh klien dilakukan dengan melakukan anamnesis keluhan yang dialami oleh klien, pemeriksaan fisik terhadap fungsi dari sistem perkemihan, dan kemudian dibandingkan dengan hasil dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik lainnya.

1.      Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu wawancara kepada klien yang ditujukan untuk mengetahui secara dini penyakit yang kemungkinan di derita oleh klien. Anamnesis merupakan suatu proses pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang sistematik tentang klien termasuk kekuatan dan kelemahan klien. Data dikumpulkan dari klien (autoanamnesa) atau dari orang lain (alloanamnesa), yaitu dari keluarga, orang terdekat, masyarakat. 
                Data yang diperoleh dari proses anamnesis merupakan data subjektif. Data Subjektif  menunjukkan persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan. Klien mengungkapkan persepsi dan perasaan subjektif seperti harga diri atau nyeri.  Data subjektif adalah informasi yang diucapkan oleh klien kepada perawat selama wawancara atau pengkajian keperawatan, yaitu komentar yang didengar oleh perawat. Data subjektif biasa disebut ”gejala”. Data subjektif atau gejala adalah fenomena yang dialami oleh klien dan mungkin suatu permulaan kebiasaan dari sensasi normal klien. Contoh : saya merasa sakit dan perih ketika buang air kecil, perut saya terasa melilit, badan saya sakit semua, dll.
Anamnesis yang sistematik mencakup : keluhan utama pasien, riwayat penyakit saat ini yang sedang di derita klien, seperti : keluhan sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan urologi, seperti malaise, pucat, uremia yang merupakan gejala gagal ginjal, atau demam akibat infeksi dan keluhan lokal, seperti nyeri, keluhan miksi, disfungsi seksual, atau infertilitas. Selain itu perlu adanya pengkajian terhadap riwayat penyakit lain yang pernah dideritanya maupun pernah diderita keluarganya. Beberapa pertanyaan yang bias diajukan kepada klien adalah :
a)      Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan ada/tidaknya sedimen.
b)     Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih.
c)      Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan sistem perkemihan.

a.      Nyeri
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenitalia dirasakan sebagai nyeri lokal (nyeri yang dirasakan di sekitar organ tersebut) atau berupa referred pain (nyeri yang dirasakan jauh dari tempat organ yang sakit). Inflamasi akut pada organ padat traktus urogenitalia seringkali dirasakan sangat nyeri, hal ini disebabkan karena regangan kapsul yang melingkupi organ tersebut. Maka dari itu, pielonefritis, prostatitis, maupun epididimitis akut dirasakan sangat nyeri, berbeda dengan organ berongga sperti buli-buli atau uretra, dirasakan sebagai kurang nyaman/discomfort.
1.    Nyeri Ginjal
Nyeri ginjal terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Regangan kapsul ini dapat terjadi pada pielonefritis akut yang menumbulkan edema, pada obstruksi saluran kemih yang menjadi penyebab hidronefritis, atau pada tumor ginjal.
2.    Nyeri Kolik
Nyeri kolik terjadi pada spasmus otot polos ureter karena gerakan peristaltik  yang terhambat oleh batu, bekuan darah atau corpus alienum lain. Nyeri ini sangat sakit, namun hilang timbul  bergantung dari gerakan perilstaltik ureter. Nyeri tersebut dapat dirasakan pertama tama di daerah sudut kosto-vertebra, kemudian menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal hingga ke daerah kemalian. Sering nyeri ini diikuti keluhan pada sistem pencernaan, seperti mual dan muntah.
3.    Nyeri Vesika
Nyeri vesika dirasakan pada daerah suprasimfisis. Nyeri terjadi akibat overdistensi vesika urinaria yang mengalami retensi urin atau terdapatnya inflamasi pada buli buli. Nyeri muncul apabila buli-buli terisi penuh dan nyeri akan berkurang pada saat selesai miksi. Stranguria adalah keadaan dimana pasien merasakan nyeri sangat hebat seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi dan kadang disertai hematuria.
4.    Nyeri Prostat
Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yang mengakibatkan edema kelenjar postat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri sulit ditentukan, namun umunya diaraskan pada abdomen bawah, inguinal, perineal, lumbosakral atau nyeri rektum. Nyeri prostat ini sering diikuti keluhan miksi seperti frekuensi, disuria dan bahkan retensi urine.
5.   Nyeri testis/epididimis
Nyeri dirasakan pada kantong skrotum dapat berupa nyeri primer (yakni berasal dari kelainan organ di kantong skrotum) atau refered pain (berasal dari organ di luar skrotum). Nyeri akut primer dapat disebabkan oleh toriso testis atau torsio apendiks testis, epididimitis/orkitis akut, atau trauma pada testis. Inflamasi akut pada testis atau epididimis menyebabkan pergangan pada kapsulnya dan sangat nyeri. Nyeri testis sering dirasakan pada daerah abdomen, sehingga sering dianggap disebabkan kelainan organ abdominal. Blunt pain disekitar testis dapat disebabkan varikokel, hidrokel, maupun tumor testis.
6.   Nyeri penis
Nyeri yang dirasakan pada penis yang sedang flaccid (tidak ereksi) biasanya merupakan refered pain dari inflamasi pada mukosa buli buli atau ueretra, terutama pada meatus uretra eksternum. Nyeri pada ujung penis dapat disebabkan parafimosis atau keradangan pada prepusium atau glans penis. Sedangkan nyeri yang terasa pada saat ereksi mungkin disebabkan oleh penyakit Peyronie atau priapismus (ereksi terus menerus tanpa diikuti ereksi glans).


b.      Keluhan Miksi
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan iritasi, obstruksi, inkontinensia dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi urgensi, polakisuria, nokturia dan disuria; sedangkan keluhan obstruksi meluiputi hesitansi, harus mengejan saat miksi, pancaran urine melemah, intermitensi dan menetes serta masih terasa ada sisa urine sehabis miksi. Keluhan iritasi dan obstruksi dikenal sebagai lower urinary tract syndrome.

1.      Gejala Iritasi
Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing hingga terasa sakit, akibat hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli sehingga inflamasi, terdapat benda asing di dalam buli-buli, adanya obstruksi intravesika atau karena kelainan buli-buli nerogen. Frekuensi, atau polaksuria, adalah frekuensi berkemih yang lebih dari normal (keluhan ini paling sering ditemukan pada pasien urologi). Hal ini dapat disebabkan karena produksi urine yang berlebihan atau karena kapasitas buli buli yang menurun. Nokturia adalah polaksuria yang terjadi pada malam hari. Pada malam hari, produksi urin meningkat pada pasien-pasien gagal jantung kongestif dan edema perifer karena berada pada posisi supinasi. Pada pasien usia tua juga dapat ditemukan produksi urine pada malam hari meningkat karena kegagalan ginjal melakukan konsenstrasi  urine.

2.      Gejala Obstruksi
Normalnya, relaksasi sfingter uretra eksterna akan diikuti pengeluaran urin. Apabila terdapat obstruksi intravesika, awal keluarnya urine menjadi lebih lama dan sering pasien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah  urine keluar, seringkali pancarannya lemah dan tidak jauh, bahkan urine jatuh dekat kaki pasien. Di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti dan kemudian memancar lagi (disebut dengan intermiten), dan miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa ada sisa urine di dalam buli buli dengan masih keluar tetesan urine (terminal dribbling). Apabila buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya, akan terasa nyeri pada daerah suprapubik dan diikuti dengan keinginan miksi yang sakit (urgensi). Lama kelamaan, buli-buli isinya makin penuh hingga keluar urin yang menetes tanpa disadari yang dikenal sebagai inkontinensia paradoksa. Obstruksi uretra karena striktura uretra anterior biasanya ditandai dengan pancaran kecil, deras, bercabang dan kadang berputar putar.
3.      Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan seseorang untuk menahan urine yang keluar dari buli buli, baik disadari ataupun tidak disadari. Terdapat beberapa macam inkontinensia urine, yaitu inkontinensia true atau continuous (urine selalu keluar), inkontinensia stress (Tekanan abdomen meningkat), inkontinensia urge (ada keinginan untuk kencing) dan inkontinensia paradoksa (Buli-buli penuh).
4.      Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah di dalam urine. Hal ini perlu dibedakan dengan bloody urethral discharge, yaitu adanya perdarahan per uretram yang keluar tanpa proses miksi. Porsi hematuria perlu diperhatikan apakah terjadi pada awal miksi (hematuria inisial), seluruh proses miksi (hematuria total) atau akhir miksi (hematuria terminal). Hematuria dapat disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran kemih, mulai dari infeksi hingga keganasan.
5.      Pneumaturia
Pneumaturia adalah berkemih yang tercampur dengan udara, dapat terjadi karena adanya fistula antara buli-buli dengan usus, atau terdapat proses fermentasi glukosa menjadi gas karbondioksida di dalam urine, seperti pada pasien diabetes mellitus.
6.      Hematospermia
Hematospermia atau hemospermia adalah adanya darah di dalam ejakulat, biasa ditemukan pada pasien usia 30-40 tahun. Kurang lebih 85-90% mengeluhkan hematospermia berulang. Hematospermia paling sering disebabkan oleh kelainan pada prostat dan vesikula seminalis. Paling banyak hematospermia tidak diketahui penyebabnya dan dapat sembuh sendiri. Hematospermia sekunder dapat disebabkan oleh paska biopsi prostat, adanya infeksi vesikula seminalis atau prostat, atau oleh karsinoma prostat.
7.      Cloudy Urine
Cloudy urine adalah urine bewarna keruh dan berbau busuk akibat adanya infeksi saluran kemih.


2.  Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan komponen pengkajian kesehatan yang bersifat obyektif. Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk digunakan selama pemeriksaan fsik : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Teknik-teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan semua indera tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang koheren. Teknik-teknik tersebut secara keseluruhan disebut sebagai observasi/pengamatan, dan harus dilakukan sesuai dengan urutan di atas, dan setiap teknik akan menambah data yang telah diperoleh sebelumnya. Dua perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia pasien atau tingkat keparahan gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika abdomen yang diperiksa.


Inspeksi :
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien dengan gangguan sistem perkemihan adalah inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Secara formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama, persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu, dengan cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan.
Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera tersebut, baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif dan obyektif, mengenai pasien, yang akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis dan terapi. Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama bertahun-tahun (ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi intuitif mengenai sumber/penyebab masalah kesehatan pasien segera setelah melihat pasien. Inspeksi pada sistem perkemihan meliputi :
1)     Keadaan umum sistem perkemihan
2)     Keadaan lokalis sistem perkemihan (ginjal, kandung kemih, alat genitalia, rectum, dll)
3)     Penggunaan alat bantu seperti : condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
4)     Dll


Palpasi
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksi  sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang normal, dan apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat teraba. Palpasi juga efektif untuk menilai menganai keadaan cairan pada ruang tubuh.
Palpasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu pada awal selalu digunakan palpasi ringan, dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat mentoleransi. Jika pada awal palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda mungkin melewatkan dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi anda akan mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan bersifat superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada permukaan atau dalam otot. Juga dapat membuat pasien relaks sebelum melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk melakukan palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada kulit pasien, gerakkan jari secara memutar.
Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar. Sedangkan palpasi dalam digunakan untuk menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat dilakukan dengan satu atau dua tangan. Jika dilakukan dengan dua tangan, tangan yang di atas menekan tangan yang di bawah 2-4 cm ke bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa tidak nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.
                Pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknik palpasi dapat dilakukan pada ginjal, kandung kemih, alat genitalia dan rectum klien dengan memperhatikan prinsip diatas untuk mendapatkan informasi tambahan terkait kondisi klien.



Perkusi
Perkusi, merupakan langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda karakteristiknya tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu.
Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara (misalnya paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang daripada struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan pendek. Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti proteksi akustik menyerap suara pada ruang “kedap suara”.
Ada dua metode perkusi langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai). Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat pleksimeter untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil, dan digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat dari gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa repot untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang lain sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang. Kini, jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya agak terangkat di atas permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter, mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera diangkat, agar tidak menyerap suara. Lihat gambar 2.

Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan tangan (Gambar 3). Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan yang dominan yang kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung kepalan bermanfaat untuk toraks posterior, terutama jika perkusi jari tidak berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan yang pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari tangan yang dominan) mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya, nyeri tekan costovertebral angle (CVA) ginjal.
Pada pemeriksaan fungsi sistem perkemihan pada saat dilakukan perkusi mungkin akan dirasakan nyeri pada lokasi yang sakit.  Sehingga perlu diperhatikan dalam melakukan tindakan perkusi agar dilakukan dengan hati-hati dengan memperhatikan ekspresi klien.



Auskultasi
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru, jantung pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keras lemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya.
Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh. Auskultasi dilakukan dengan stetoskop (Gambar 4). Stetoskop regular tidak mengamplifikasi suara. Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung yang ke telinga (earpiece), menghilangkan suara gangguan eksternal dan demikian memisahkan dan meneruskan satu suara saja. Stetoskop khusus yang mengamplifikasi suara juga tersedia dengan akuitas suara yang lebih rendah. Yang penting diperhatikan adalah kesesuaian dan kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus diletakkan pas ke dalam telinga, dan tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci.


Auskultasi adalah keterampilan yang mudah dipelajari tapi sulit interpretasinya. Pertama, suara normal yang bermacam-macam harus dipelajari sebelum dapat membedakan mana suara yang abnormal dan ektra. Ketika menggunakan stetoskop, kurangi suara-suara eksternal yang mengganggu dan suara artefak. Tutup mulut anda dan, jika endpiece telah diletakkan pada permukaan tubuh, tutup mata anda dan berkonsentrasilah. Dengan cara demikian, anda akan mengeliminasi suara yang ditransmisikan melalui mulut yang terbuka, yang dapat berfungsi seperti megaphone, dan gangguan akibat stimulasi visual terus menerus. Pada pemeriksaan sistem perkemihan beberapa suara abnormal yang mungkin ditemukan adalah suara bruit yang merupakan indikasi terjadinya stenosis arteri renal.


C. Pemeriksaan Fisik  Ginjal
Ginjal terletak pada regio posterior, dilindungi oleh iga. Sudut costovertebral adalah regio dimana kita menilai nyeri tekan dan nyeri ketok pada ginjal. Pada level yang lebih bawah pada kwadran kanan atas, pool bawah ginjal kanan, kadang-kadang dapat diraba. Vesica urinaria yang terisi penuh dan uterus hamil dapat diraba di atas simpisis pubis. Beberapa hal penting yang diperhatikan sewaktu pemeriksaan adalah cahaya ruangan cukup baik, klien harus rileks, pakaian harus terbuka dari processus xyphoideus sampai sympisis pubis.  Kondisi rileks dari klien dapat diperoleh dengan cara :
1.       Vesica urinaria harus dikosongkan lebih dahulu
2.       Pasien dalam posisi tidur dengan bantal dibawah kepala dan lutut pada posisi fleksi (bila diperlukan)
3.       Kedua tangan disamping atau dilipat diatas dada. Bila tangan diatas kepala akan menarik dan menegangkan otot perut
4.       Telapak tangan pemeriksa harus cukup hangat, sdan kuku harus pendek. Dengan jalan menggesek gesekan tangan akan membuat telapak tangan jadi hangat.
5.       Lakukan pemeriksaan perlahan lahan, hindari gerakan yang cepat dan tak diinginkan
6.       Jika perlu ajak klien berbicara sehingga pasien akan lebih relak
7.       Jika klien sangat sensitif dan penggeli mulailah palpasi dengan tangan klien sendiri dibawah tangan pemeriksa kemudian secara perlahan lahan tangan pemeriksa menggantikan tangan klien
8.       Perhatikan hasil pemeriksaan dengan memperhatikan rawut muka dan emosi klien


Inspeksi
Atur posisi pasien dengan tidur terlentang, minta klien membuka bajunya. Perhatikan sekitar abdomen klien.  Lakukan inspeksi pada abdominal jika terdapat massa di abdominal atas, massa keras dan padat kemungkinan terjadi keganasan atau infeksi perinefritis.


Palpasi
a.      Palpasi Ginjal Kanan
1.       Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita, paralel pada costa ke-12, dengan ujung jari anda menyentuh sudut kostovertebral. Angkat, dan cobalah mendorong ginjal kanan ke depan (anterior).
2.       Letakkan tangan kanan anda dengan lembut pada kuadran kanan atas, di sebelah lateral dan sejajar terhadap otot rektus (muskulus rektus abdominis dekstra)
3.       Mintalah penderita untuk bernapas dalam. Pada waktu puncak inspirasi, tekanlah tangan kanan anda dalam-dalam ke kuadran kanan atas, di bawah arcus costa, dan cobalah untuk “menangkap” ginjal diantara kedua tangan anda.
4.       Mintalah penderita untuk membuang napas dan menahan napas. Pelan-pelan, lepaskan tekanan tangan kanan anda, dan rasakan bagaimana ginjal akan kembali ke posisi pada waktu ekspirasi. Apabila ginjal teraba (normalnya jarang teraba), tentukan ukurannya, contour, dan ada/tidaknya nyeri tekan.


b.      Palpasi Ginjal Kiri
Untuk meraba ginjal kiri, pindahlah ke sebelah kiri penderita. Gunakan tangan kanan Anda untuk menyanggga dan mengangkat dari belakang, dan tangan kiri untuk meraba pada kuadran kiri atas. Lakukan pemeriksaan seperti ginjal kanan. Ginjal kiri yang normal jarang dapat teraba.

C. Palpasi Aorta
Tekanlah kuat-kuat abdomen bagian atas, sedikit di sebelah kiri garis tengah, dan rasakan adanya pulsasi aorta. Pada penderita di atas 50 tahun, cobalah memperkirakan lebar aorta dengan menekan kedua tangan pada kedua sisi.


Perkusi
Teknik perkusi digunakan untuk mengetahui nyeri ketok pada ginjal.  Nyeri tekan ginjal mungkin ditemui saat palpasi abdomen, tetapi juga dapat dilakukan pada sudut costovertebrae. Kadang-kadang penekanan pada ujung jari pada tempat tersebut cukup membuat nyeri, tetapi seringkali harus digunakan kepalan tangan untuk menumbuhkan nyeri ketok ginjal (ditinju dengan permukaan ulnar kepalan tangan kanan dengan beralaskan volar tangan kiri ( fish percussion). Letakkan satu tangan pada sudut kostovertebra, dan pukullah dengan sisi ulner kepalan tangan Anda.


C. Pemeriksaan Fisik  Genitalia Eksterna

1.  Pemeriksaan fisik genetalia Pria
Pemeriksaan fisik genitalia dengan inspeksi dan palpasi termasuk prosedur rutin yang harus dikerjakan pada penderita dengan indikasi kelainan genitalia pria dan traktus urinarius segmen distal.  Organ genitalia pria terdiri dari penis, scrotum, testis, epididimis, vesika seminalis dan kelenjar prostat. Uretra merupakan saluran berbentuk pipa yang berfungsi saluran pengeluaran urine yang telah ditampung di dalam vesica urinaria (kandung kencing) ke luar badan (dunia luar) dan saluran semen. Saluran tersebut dimulai dari orificium urethra internum dan masuk lewat di dalam prostat, berlanjut berjalan di dalam corpus cavernosum urethrae dan berakhir pada lubang luar pada ujung penis (orificium uretra eksternum). Dengan demikian uretra laki-laki menurut tempat yang dilewati dapat dibedakan menjadi tiga bagian berurutan, yaitu pars prostatica, pars membranosa clan pars spongiosa urethrae.
Penis terdiri atas dua buah corpora cavernosa penis, satu buah corpus cavernosum urethrae (corpus spongiosum penis) dan satu buah corpus cavernosum glandis sebagai lanjutannya. Saluran uretra melewati corpus spongiosum. Penis mempunyai 2 permukaan yaitu permukaan ventral dan dorsal, dan terdiri atas akar, batang dan glans.
Skrotum merupakan kantung yang dibentuk oleh lapisan yang tipis, kulit yang berkerut-kerut (rugous skin) yang menutupi lapisan tebal, tunica dartos yang terdiri dari serat-serat otot polos dan fascia. Skrotum menggantung pada pangkal penis, dimana bagian kiri lebih rendah dibanding yang kanan karena pada skrotum yang kiri funiculus spermaticus lebih panjang. Kulit skrotum terbagi dua oleh median raphe yang memanjang dari bagian ventral korpus penis, melewati pertengahan skrotum sampai ke anus. Dibagian dalam, kedua skrotum dipisahkan oleh septal fold dari tunica dartos. Masing-masing skrotum berisi testis, epididimis dan funiculus spermaticus. Kulit skrotum hiperpigmentasi dan mengandung banyak folikel sebasea yang dapat menyebabkan timbulnya kista. Kelenturan otot dartos menentukan ukuran skrotum; paparan suhu eksternal yang dingin menyebabkan skrotum mengecil, sebaliknya sensasi hangat akan merelaksasikan otot dan memperbesar ukuran skrotum.

Gambar 8. Organ genetalia pria

Hal yang harus diperiksa/dilihat pada saat melakukan pemeriksaan genitalia eksternal pria adalah:
a.       inspeksi kulit dan rambut disekitar genitalia: bertujuan untuk melihat perubahan warna, bercak kemerahan dan sebagainya
b.       inspeksi penis dan skrotum:
-          pasien telah sirkumsisi atau belum
-          ukuran penis dan skrotum (bandingkan kiri dan kanan)
-          adanya lesi
-          bentuk penis (phimosis)
c.       inspeksi meatus eksternal uretra
-          letak muara eksternal (normalnya terletak ditengah gland penis)
-          adanya cairan abnormal yang keluar dari muara (discharge)
d.       Skrotum
-          adanya lesi/perubahan warna
-          pembengkakan
-          memeriksa bagian posterior skrotum

Keadaan anatomis berikut ini sebaiknya diingat sebelum melakukan tindakan procedural seperti memasukkan kateter atau alat lain kedalam uretra pria:
1.       orifisium eksternus glans penis merupakan bagian uretra yang paling sempit.
2.       didalam glans, uretra melebar membentuk fossa terminalis
3.       dekat ujung posterior fossa, dari atapnya terdapat lipatan mukosa yang menonjol ke
4.       lumen
5.       uretra pars membranosa sempit dan terfiksasi
6.       uretra pars prostatika paling luas dan paling lebar
7.       dengan memegang penis ke atas, bentuk uretra yang seperti S berubah menjadi bentuk huruf J

2. Pemeriksaan fisik genetalia Wanita
Genitalia eksternal wanita atau vulva (gambar 9 ) terdiri dari: mons veneris, labia majora, labia minora, vestibulum dan kelenjar-kelenjarnya, introitus vaginal, meatus urethra and clitoris. Saluran uretra wanita panjangnya sekitar 3,8 cm. Uretra bermuara sekitar 2,5 cm dibawah klitoris dan terletak tepat didepan vagina.

Gambar 9. Organ gentelia wanita

Bagian-bagian organ genetalia wanita :
1.       Mons veneris adalah tonjolan bulat dari jaringan lemak diatas simfisis pubis.
2.       Labia mayora adalah dua buah lipatan kulit lebar yang membentuk batas lateral vulva. Kedua labia mayora bertemu dibagian anterior di mons veneris untuk membentuk komisura anterior. Labia mayor dan mons veneneris mempunyai folikel rambut dan kelenjar sebasea.
3.       Labia minora sesuai dengan skrotum pada pria. Labia minora adalah lipatan kulit yang sempit dan berpigmen yang antara labia mayora dan menutupi vestibulum, yang merupakan daerah diantara kedua labia minora. Diantara anterior, kedua labia minora membentuk prepusium klitoris.
4.       Klitoris, yang analog dengan penis, terdiri dari jaringan erektil dan banyak mengandung ujung saraf, klitoris mempunyai satu glans dan dua korpora kavernosa. Meatus uretra eksternal terletak dibagian anterior vestibulum dibawah kritoris.
5.       Kelenjar parauretra, atau kelenjar Skene, adalah kelenjar –kelenjar kecil yang bermuara di lateral uretra. Sekresi kelenjar sebasea di daerah ini melindungi jaringan yang rentan terhadap urin.
6.       Kelenjer Bartholin terdiri dari struktur kecil,ukuran diameter sekitar 0,5 sampai 1 cm, merupakan kelenjer vestibular mayor, terdapat pada batas sisi luar orifisium vagina kearah fourchette.

Ketika melakukan pemeriksaan fisik, usahakan untuk menyentuh pasien dengan punggung tangan sambil mengatakan bahwa akan dilakukan pemeriksaan genitalia. Ini
diperlukan agar pasien merasa nyaman.

  
D. Pemeriksaan Rectal Touche
Pemeriksaan rectal touche dilakukan pada penderita dengan kelainan dan keluhan di daerah rectum, anus dan pemeriksaan prostate pada laki-laki. Pada pemeriksaan ini, kita dapat memilih posisi pasien sbb:
1.       Left lateral prone position Letak miring memudahkan pemeriksaan inspeksi dan palpasi anal kanal dan rektum. Tetapi posisi ini kurang sesuai untuk pemeriksaan peritoneum.
2.       Litothomy position : Posisi litotomi biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak memerlukan pemeriksaan anus secara detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan prostate dan vesika seminalis karena memudahkan akses pada cavum peritoneal.
3.        Knee-chest position : Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi pasien.
4.        Standing elbow-knee position Posisi ini jarang digunakan.







PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA SISTEM PERKEMIHAN



Standar Kompetensi
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu menjelaskan teknik pemeriksaan penunjang pada sistem perkemihan


Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1.    Menjelaskan foto polos abdomen (BNO)
2.    Menjelaskan pemeriksaan IVP dan uretrocystography
§  Menjelaskan persiapan penderita
§  Menjelaskan Indikasi dan kontra indikasi
§  Menjelaskan fungsi, anatomi dan kelainan traktus urinarius (Ginjal, ureter, vesika urinaria, uretra, prostat)
3.    Mendeskripsikan dan menilai  IVP
§  IVP menit ke 5, 15, 30, 45 , dst
§  penilaian terhadap kelainan  pada :
a)   Ren : letak, posisi, jumlah ren, hidronefrosis, infeksi, nefrolithiasis, tumor/massa
b)   Ureter : hidroureter, ureterolithiasis, infeksi, massa, sumbatan/obstruksi
c)   Vesica urinaria : massa/tumor, vesicolithiasis, infeksi, pembesaran prostat
§  Mendeskripsikan dan menilai uretrocystography
a)      strictura, obstruksi
b)     uretrolithiasis
c)      infeksi
d)     pembesaran prostate


A. BNO
Dalam bidang foto rontgen, terdapat beberapa jenis foto yang digunakan. Dan dalam bidang uroradiologi dengan rontgen, ada beberapa jenis foto yang familier, yaitu BNO. BNO dalam bahasa Inggris disebut pula KUB (Kidney Ureter Bladder). Sebelumnya mari kita bedakan dulu antara foto polos abdomen dan foto BNO. Foto polos abdomen tidak dilakukan persiapan atau urus-urus. Pasien dateng ke radiologi, langsung saja difoto. Sedangkan foto BNO, pasien diminta untuk melakukan urus-urus misalnya dengan memakan obat pencahar, meminimalisasi bicara dan merokok, dan puasa tidak makan pada malam sebelum foto dilakukan, agar udara usus dan fekalitnya minimal. Persamaannya, yaitu baik foto polos maupun BNO sama-sama tidak menggunakan kontras.
Hal yang harus kita perhatikan pada foto BNO : 
1)   Preperitoneal fat line, tampak atau tidak
2)   Psoas line dan renal out line, tampak atau tidak
3)   Distribusi udara usus, distensi usus, banyak atau sedikit
4)   Tanda-tanda pneumoperitoneum, ada tidaknya semilunar sign (udara di atas hepar)
5)   Bayangan opasitas : batu, massa intra abdomen, deskripsikan letak, ukuran batu, jumlah batu, bentuk batu
6)   Sistema tulang : fraktur, spondilosis, metastase


Gambar 10. Contoh hasil pemeriksaan BNO

Keterangan :
·         Preperitoneal fat linenya Nampak (yang membentuk pinggang).
·         Psoas linenya juga nampak.
·         Distribusi udara ususnya minimal.
·         Tidak ada tanda-tanda pneumoperitoneum
·         Tidak ada bayangan opasitas abnormal
·         Sistema tulang intak


B. INTRAVENA PIELOGRAPHY (IVP)

Definisi
IVP adalah pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras secara intravena untuk melihat anatomi dan fungsi dari traktus urinarius (ginjal, ureter, vesica urinaria). Intravena di sini berarti bahan kontras diinjeksikan melalui vena. (Boleh vena mana saja, contoh : vena mediana cubiti atau vena renalis). Pada saat media kontras diinjeksikan melalui pembuluh vena pada tangan pasien, media kontras akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan dalam ginjal dan tractus urinary, sehingga ginjal dan tractus urinary menjadi berwarna putih. Dengan IVP, radiologist dapat melihat dan mengetahui anatomy serta fungsi ginjal, ureter dan blass. Biasanya IVP didahului dulu dengan BNO. Sebelum pasien disuntik dengan kontras, pada malam sebelumnya pasien diminta untuk melakukan urus-urus juga sama seperti pada BNO. Kemudian, pasien dites alergi dulu, karena kontras yang digunakan dapat menimbulkan reaksi alergi.

Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan IVP adalah :
1.       Pemeriksaan IVP membantu mengetahui adanya kelainan pada sistem urinary, dengan melihat kerja ginjal dan sistem urinary pasien.
2.       Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengetahui gejala seperti kencing darah (hematuri) dan sakit pada daerah punggung.
3.       Mengetahui adanya kelainan pada sistem tractus urinary dari : batu ginjal,  pembesaran prostat, tumor pada ginjal, ureter dan blass.

Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVP yakni untuk melihat anatomi dan fungsi dari traktus urinarius yang terdiri dari ginjal, ureter, dan bladder, yang meliputi
·         Kelainan kongenital
·         Radang atau infeksi
·         Massa atau tumor
·         Trauma
Diantaranya adalah :
1.       Renal agenesis
2.       Polyuria
3.       BPH (benign prostatic hyperplasia)
4.       Congenital anomali : Duplication of ureter n renal pelvis, Ectopia kidney,  Horseshoe kidney, Malroration
5.       Hydroneprosis
6.       Pyelonepritis
7.       Renal hypertention

Kontra indikasi
1.       Alergi terhadap media kontras
2.       Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung
3.       Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung
4.       Multi myeloma
5.       Neonatus
6.       Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
7.       Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
8.       Hasil ureum dan creatinin tidak normal

Syarat-syarat seseorang boleh melakukan IVP yakni :
1.       Tidak memiliki riwayat alergi
2.       Fungsi ginjalnya baik. Cara untuk mengetahuinya yakni dengan mengukur kadar BUN atau kreatininnya. Karena kontras itu bersifat nefrotoksik dan dikeluarkan lewat ginjal, jadi apabila ginjal rusak atau tidak berfungsi, akan sangat berbahaya bagi pasien.

PERSIAPAN PEMERIKSAAN
1. Persiapan Pasien
a.       Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum pemeriksaan BNO/IVPdilakukan.
b.       Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sayuran yang berserat.
c.        Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat), dicampur 1 gelas air matang untuk urus-urus, disertai minum air putih 1-2 gelas, terus puasa.
d.       Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara guna meminimalisir udara dalam usus.
e.       Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan pemeriksaan, dan sebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta buang air kecil untuk mengosongkan blass.
f.        Berikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan dan penandatanganan informed consent.

2. Persiapan Media Kontras
Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana jumlahnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.

Persiapan Alat dan Bahan
a.  Peralatan Steril
1) Wings needle No. 21 G (1 buah)
2) Spuit 20 cc (2 buah)
3) Kapas alcohol atau wipes
4) Tourniquet
b. Peralatan Non Steril
1) Plester
2) Marker R/L dan marker waktu
3) Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)
4) Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)
5) Baju pasien


PROSEDUR PEMERIKSAAN BNO-IVP
1)     Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP, untuk melihat persiapan pasien
2)     Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui intravena 1 cc saja, diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergis.
3)     Jika tidak ada reaksi alergis penyuntikan dapat dilanjutkan dengan memasang alat compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri.
4)     Setelah itu lakukan foto nephogram dengan posisi AP supine 1 menit setelah injeksi media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke collecting sistem, terutama pada pasien hypertensi dan anak-anak.
5)     Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan ukuran film 24 x 30 untuk melihat pelviocaliseal dan ureter proximal terisi media kontras.
6)     Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film 24 x 30 mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder mulai terisi media kontras
7)     Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran bladder terisi penuh media kontras. Film yang digunakan ukuran 30 x 40
8)      Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi, biasanya dibuat foto blast oblique untuk melihat prostate (umumnya pada pasien yang lanjut usia).
9)     Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect dapat menunjukan adanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada kasus pos hematuri.



KRITERIA GAMBAR
1.       Foto 5 menit post injeksi : Tampak kontras mengisi ginjal kanan dan kiri.
Pada menit ke-5, organ yang dinilai yaitu perginjalan, yang meliputi nefrogram dan sistem pyelocalices (SPC). Nefrogram yaitu bayangan dari ginjal kanan dan kiri yang terisi kontras. Warnanya semiopaque, jadi putihnya sedang-sedang saja.
Yang kita cermati pada menit ke-5 ini yaitu:
·      Letak/posisi ren. Normalnya, ren kanan lebih rendah dibanding ren kiri. Letak keduanya yaitu setinggi V.T12 – V.L3
·      Ukuran ren
·      SPC. Normalnya berbentuk seperti mangkuk (cupping). Namun apabila terjadi hidronefrosis, SPC akan berubah bentuk tergantung pada derajat hidronefrosisnya.
·      Ada 4 grade hidronefrosis :
a)   Hidronefrosis derajat 1. Calices berbentuk blunting, alias tumpul.
b)  Hidronefrosis derajat 2. Calices berbentuk flattening, alias mendatar.
c)   Hidronefrosis derajat 3. Calices berbentuk clubbing, alias menonjol.
d)  Hidronefrosis derajat 4. Calices berbentuk ballooning, alias menggembung.
·      Gambaran batu, baik batu lusen atau opaq. Apabila ada batu, khasnya yaitu ada filling defek.
·      Pada menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-penyakit yang ada di ren, misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis, hidronefrosis, massa/tumor renal, dll.


2. Foto 15 menit post injeksi : Tampak kontras mengisi ginjal, ureter.
3. Foto 30 menit post injeksi (full blass) : Tampak blass terisi penuh oleh kontras
Pada menit ke-15 sampai 30, yang nampak yaitu SPC, kedua ureter, dan vesika urinaria. Tapi kita fokuskan pada pencitraan ureter dan vesika urinaria. Pada ureter, yang diamati yaitu :
1)    Jumlah ureter.
Terkadang, ureter bisa hanya nampak 1 aja, padahal pasien tidak merasakan keluhan apa-apa, dan tidak ada pembesaran di proksimal. Berarti ureternya tetep normal.
2)   Posisi ureter
3)   Kaliber ureter : diameternya, ukurannya normal atau tidak (pembesaran).
4)   Dinding ureter : Apakah dindingnya licin atau tidak, reguler atau irreguler.
5)   Ada tidaknya sumbatan/obstruksi
6)   Ada tidaknya batu, baik lusen maupun opaque. Kemudian nyatakan bentuk, jumlah, ukuran, dan letak batu.

Contoh penyakit pada menit ke 15-30 diantaranya: hidroureter, ureterolithiasis, ureteritis, cystitis, pembesaran prostat, massa vesikolithiasis, dll.

4. Foto Post Miksi : Tampak blass yang telah kosong.



Perawatan Lanjutan
Tidak ada perawatan khusus yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pemeriksaan BNO-IVP ini.

Kelebihan IVP
1.       Bersifat invasif.
2.       IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas, sehingga dokter dapat mendiagnosa dan memberikan pengobatan yang tepat mulai dari adanya batu ginjal hingga kanker tanpa harus melakukan pembedahan
3.       Diagnosa kelainan tentang kerusakan dan adanya batu pada ginjal dapat dilakukan.
4.       Radiasi relative rendah
5.       Relative aman

Kekurangan IVP
1.       Selalu ada kemungkinan terjadinya kanker akibat paparan radiasi yang diperoleh.
2.       Dosis efektif pemeriksaan IVP adalah 3 mSv, sama dengan rata-rata radiasi yang diterima dari alam dalam satu tahun.
3.       Penggunaan media kontras dalam IVP dapat menyebabkan efek alergi pada pasien, yang menyebabkan pasien harus mendapatkan pengobatan lanjut.
4.       Tidak dapat dilakukan pada wanita hamil.



DAFTAR PUSTAKA
1.       Adams. Textbook of Physical Diagnosis.17ed.Williams & Wilkins.1987.
2.       DeGowin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination. McGraw Hill.USA.
3.       Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia Radja Siregar.
EGC 1996
4.       De Jong W.1997.Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC. Jakarta Lynn. S. Bickley; Bates Guide to Physical Examination and History taking, 8 th Edition, Lippincott 2003.
5.       Simadibrata MK, 2006. Pemeriksaan abdomen, urogenital dan anorektal. Dalam:
6.       Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK. S, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, hal:51-55.
7.       Zubir N. Pemeriksaan abdomen. Dalam: Acang N, Zubir N, Najirman, Yuliwansyah R, Eds. Buku Ajar Diagnosis Fisik. Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang. 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar