PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemeriksaan Fisik Sisem Respirasi Pada Anak”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik II B. Semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat dengan baik khususnya dalam pembelajaran
Keperawatan Klinik II B.
Jember, September 2013 Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.................................................................................... ii
PRAKATA.................................................................................................... iii
DAFTAR
ISI................................................................................................. iv
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang ............................................................................ 1
1.2
Rumusan
Masalah........................................................................ 2
1.3
Tujuan. ...........................................................................................
2
1.4
Implikasi
Keperawatan................................................................ 2
BAB
2. PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Pemeriksaan Fisik..................................................... 4
2.2 Tujuan Pemeriksaan Fisik........................................................... 5
2.3
Macam-macam Pemeriksaan Fisik............................................. 5
2.4 Tekhnik Pemeriksaan Fisik........................................................ 7
2.5 Analisa
Hasil Pemeriksaan
Fisik.................................................
13
BAB
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................... 18
3.2Saran................................................................................................ 18
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................... 19
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
pernapasan, perawat perlu melakukan intepretasi dan pemeriksaan terhadap
berbagai prosedur. Status kesehatan klien dengan gangguan pernapasan perlu
dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik dan tindakan kolaboratif dalam
pemeriksaan penunjang untuk memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus menambah distress pernapasan klien. Setelah itu
pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distress pernapasan yang klien alami.
Pemeriksaan pernapasan mengandung aspek penting dalam mengevaluasi kesehatan
klien. Sistem pernapasan terutama berfungsi untuk mempertahankan pertukaran
oksigen dan karbon dioksida dalam paru-paru dan jaringan serta untuk mengatur
keseimbangan asam-basa. Setiap perubahan dalam sistem pernapasan akan
mempengaruhi sistem tubuh yang lainnya. Pada penyakit pernapasan kronis,
perubahan status pulmonal terjadi secara lambat, sehingga memungkinkan tubuh
klien untuk beradaptasi terhadap hipoksia. Namun demikian, pada perubahan
pernapasan akut seperti pneumotoraks atau pneumonia aspirasi, hipoksia terjadi
secara mendadak dan tubuh tidak mempunyai waktu beradaptasi, sehingga dapat
menyebabkan kematian.
Sistem
pernapasan berfungsi untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida
dalam paru-paru dan jaringan serta untuk mengatur keseimbangan asam-basa.
Setiap perubahan dalam sistem pernapasan akan mempengaruhi sistem tubuh
lainnya. Sehingga perlu mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam melakukan
pengkajian riwayat sehat-sakit klien. Apabila data-data yang telah kita kaji
dari hasil pemeriksaan fisik telah didapatkan, maka kita dapat mengetahui
apakah keadaan klien sedang dalam keadaan normal atau abnormal. Oleh karenanya
dalam makalah ini, kelompok kami akan membahas tentang berbagai prosedur pelaksanaan
pemeriksaan fisik yang tepat agar pembaca dapat memahami lebih lanjut mengenai
pemeriksaan fisik pada sistem gangguan pernafasan anak.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apa pengertian
pemeriksaan fisik?
1.2.2
Apa tujuan
pemeriksaan fisik?
1.2.3
Apa saja
macam-macam pemeriksaan fisik?
1.2.4
Bagaimana
tekhnik pemeriksaan fisik yang tepat pada sistem respirasi anak?
1.2.5
Bagaimana
analisa hasil pemeriksaaan fisik pada sistem respirasi anak?
1.3 Tujuan
1.3.1
Memahami dengan
benar definisi pemeriksaan fisik.
1.3.2
Mengetahui
tujuan dilakukan pemeriksaan fisik.
1.3.3
Mengetahui
macam-macam pemeriksaan fisik.
1.3.4
Mengetahui
tekhnik yang tepat saat melakukan pemeriksaan fisik.
1.3.5
Memahami keadaan
normal dan tidak dari analisa hasil pemeriksaan fisik pada sistem respirasi
anak.
1.4 Implikasi
keperawatan
Klien
saat mengalami gangguan pernapasan akan kesulitan kesulitan dalam pembentukan
sputum atau sangat banyak dalam pembentukan sputum, hal ini klien dapat
mengalami dehidrasi, sehingga tidakan perawat memperbanyak dalam memberikan
asupan cairan. Untuk latihan pernapasan ajarkan individu untuk menggunakan
botol tiup atau spidometer intensif setiap jam saat bangun pada neuromuskular
berat, ada baiknya individu dibangunkan selama malam hari. Bantu untuk reposisi, mengubah posisi tubuh
dengan sering dari satu sisi ke sisi yang lainnya (setiap jam jika perlu), hal
ini untuk mempermudah sirkulasi pernapasan.
BAB
2. PEMBAHASAN
2.6
Pengertian
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah sebuah proses dari seorang
tenaga kesehatan dalam memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis
penyakit. Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan merupakan satu dari komponen
proses keperawatan yang merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam
menggali permasalahan sistem pernafasan dari klien meliputi usaha pengumpulan
data tentang status kesehatan seorang klien secara sistematis, menyeluruh,
akurat, singkat dan berkesinambungan (Muttaqin, 2010). Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari
ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap sistem tubuh yang memberikan
informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk membuat
penilaian klinis. Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis
adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk
menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam
medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan
perencanaan perawatan pasien. Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara
sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak yaitu
kaki. Pemeriksaan secara sistematis tersebut disebut teknik Head to Toe. Setelah
pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Adanya petunjuk yang didapat selama dilaksanakan pemeriksaan riwayat dan
fisik, ahli medis dapat menyusun sebuah diagnosis diferensial, yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin menyebabkan
terjadinya gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan
penyebab tersebut. Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian
kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
2.7
Tujuan Pemeriksaan Fisik
Tenaga medis
dalam hal ini perawat melakukan pemeriksaan fisik memiliki tujuan-tujuan
tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan klien. Tujuan tersebut meliputi
hal-hal berikut ini:
1.
Mengetahui kondisi sistem respirasi normal atau tidak
2.
Mengetahui adanya gangguan pada sistem respirasi
3. Menentukan rencana yindakan
keperawatan yang tepat
4. Sebagai skrining rutin untuk meningkatkan perilaku
sejahtera
5. Sebagai tindakan kesehatan preventif
2.8
Macam-macam
Pemeriksaan Fisik
2.8.1 Inspeksi
Inspeksi
merupakan proses observasi dengan menggunakan mata. Inspeksi dilakukan untuk mendeteksi
tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik klien sebagai data
dasar. Inspeksi dilakukan saat pertama kali bertemu dengan klien atau
pemeriksaan yang dilakukan pertama kali. Saat melakukan tindakan ini amati
secara cermat mengenai tingkah laku dan keadaan tubuh klien.
2.8.2 Palpasi
Palpasi
adalah tindakan yang dilakukan menggunakan sentuhan dan rabaan. Palpasi
merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukkan dengan menggunakan tangan untuk
meraba struktur di atas atau di bawah permukaan tubuh. Palpasi dilakukan untuk
mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas,
mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui vocal atau tactile premitus (vibrasi). Selama palpasi
perawat harus mengkaji adanya krepitus (udara dalam jaringan subkutan), nyeri
tekan dinding dada, tonus otot edema, dan fremitus taktil atau vibrasi gerakan
udara melalui dinding dada ketika klien sedang bicara.
Metode
palpasi dilaksanakan untuk mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ.
Palpasi toraks berguna untuk mengetahui abnormalitas yang dikaji saat inspeksi
seperti massa, lesi, dan bengak. Perlu dikaji juga kelembutan kulit terutama
jika pasien mengeluhkan adanya nyeri. Perlu diperhatikan juga adanya getaran
atau tidak pada dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara (vocal
premitus). Palpasi dinding dada posterior saat klien mengucapkan kata-kata
yang menghasilkan vibrasi yang relative keras. Vibrasi ditransmisikan dari
laring melalui jalan napas dan dapat dipalpasi pada dinding dada. Intensitas
vibrasi pada kedua sisi disbandingkan terhadap simetrisnya. Vibrasi terkuat
teraba di atas area yang terdapat konsolidasi paru misalnya Pneumonia.
Terdapat
dua jenis palpasi, yaitu palpasi ringan dan palpasi dalam. Palpasi ringan
banyak digunakan dalam pengkajian dengan cara ujung jari pada satu atau dua
tangan yang digunakan secara simultan. Tangan diletakkan pada area yang akan
dipalpasi dan jari-jari ditekan ke bawah perlahan-lahan sampai ditemukan hasil.
Palpasi dalam dilakukan untuk mengetahui keadaan atau isi abdomen. Biasanya
dilakukan dengan menggunakan dua tangan yang disebut bimanual. Satu tangan
digunakan untuk merasakan bagian yang dipalpasi sedangkan tangan lainnya untuk
menekan ke bawah. Dengan posisi relaks, jari-jari tangan kedua diletakkan
melekat pada jari-jari pertama. Tekanan dilakukan oleh puncuk tangan ke sendi Intrapalngeal distal. Tekanan dilepas
sebelum pindah area kecuali untuk mengetahui adanya nyeri tekan.
2.8.3 Perkusi
Perkusi
merupakan metode pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk. Tujuan perkusi adalah
untuk menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh dengan cara merasakan
vibrasi yang ditimbulkan akibat adanya gerakan yang diberikan ke bawah
jaringan. Metode perkusi dapat membedakan apa yang ada di bawah jaringan
seperti udara, cairan atau zat padat.
2.8.4 Auskultasi
Auskultasi
merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencangkup mendengar suara napas
normal dan suara tambahan (abnormal) dengan menggunakan stetoskop. Perawat
menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung, paru-paru, bunyi bising
usus serta untuk mengukur tekanan darah dan denyut nadi. Suara napas normal
dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas dari laring ke alveoli
dan bersifat bersih.
2.9
Tekhnik Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
torak
a. Atur
posisi klien dan perawat berada di sebelah kanan klien. Mulai pemeriksaan pada
klien dengan posisi duduk dengan semua pakaian di buka sampai pinggang guna
mempermudah perawat melakukan inspeksi.
b.
Atur pencahayaan yang cukup.
c.
Atur suhu dan suasana ruangan nyaman pada anak
Hal ini dilakukan agar anak tidak merasa takut
dengan apa yang akan kita lakukan
d.
Perhatikan kesan pertama pasien: perilaku, ekspresi, penanmpilan umum,
pakainan, postur tubuh, dan gerakan dengan waktu cukup.
e. Hitung
pernafasan selama satu menit penuh.
1. Jika
menghitung pernafasan, observasi laju pernafasan, ritme dan kedalam siklus
pernafasan.
2. Observasi
pergerakan dada pada tiga bagian otak (anterior, posterior dan lateral).
3. Konfirmasi
bahwa pernafasan tenang, simetris dan tanpa usaha.
4. Sebelum
dilanjutkan pada langkah selanjutnya, minta klien untuk menarik napas dalam dan
observasi keterlibatan otot-otot bantu napas.
f. Inspeksi
warna kulit.
Konfirmasi
diameter transfersal dengan diameter anteroposterior seharusnya ratio diameter
ini lebih kurang ratio 2 : 1 pada orang dewasa. Bayi yang baru lahir memiliki
dada yang lebih bulat daripada orang dewasa, dan diameternya sama, ratio kurang
lebih 1 : 1.
g. Inspeksi
struktur skeletal.
Pemeriksa
berdiri di belakan klien dan gambarkan garis imaginer sepanjang batar superior
skapula dari akromion kanan sampai akromion kiri. Garis ini harus tegak lurus
dengan garis vertebral.
2. Palpasi
torak posterior
a.
Daerah yang diperiksa bebas dari gangguan yang menutupi.
b.
Cuci tangan.
c.
Beritahu pasien tentang prosedur dan tujuannnya.
d.
Yakinkan tangan hangat tidak dingin.
e.
Palpasi secara
dangkal bagian posterior torak.
1. Kaji
besar otot daerah tepat di bawah kulit.
2. Palpasi
secara teratur dengan telapak tangan .
3. Harus
diingat untuk mengkaji daerah superior scapula, sampai dengan tulang rusuk ke
12 dan dilanjutkan sejauh mungkin pada garis midaksila pada kedua sisi.
f. Palpasi
dan hitung jumlah tulang rusuk dan sela interkostal.
1. Minta
klien untuk fleksi leher, maka processus
spinalis cervikal ke-7 akan terlihat.
2. Bila
pemeriksa memindakan sedikit tangan ke kiri dan ke kanan dari processus,
pemeriksa akan merasakan tulang rusuk pertama. Hitung tulang rusuk dan sela
interkostal, dan tetap didekat pada garis vertebral.
3. Palpasi
tiap-tiap processus spinal dengan gerakan kearah bawah.
g. Palpasi
torak posterior untuk mengukur ekspansi pernafasan.
1. Letakkan
tangan dengan setingkat dengan tulang rusuk ke 8-10 letakkan kedua ibu jari
dekan dengan garis vertebral dan dengan kulit secara lembut diantara kedua ibu
jari. Pastikan telapak tangan bersentuhan dengan punggung klien.
2. Mintalah
klien untuk menarik napas dalam. Perawat seharusnya merasakan tekanan yang sama
di kedua tangan, dan tangan bergerak menjauhi garis vertebral.
h. Palpasi
untuk menilai taktil fremitus.
1. Gunakan
daerah sendi metacarpophalangeal atau permukaan luar tangan pada saat memeriksa
fremitus.
2. Mintalah
klien untuk mengulangi kata “ninety-nine”
atau “tujuh-tujuh” saat perawat melakukan palpasi.
3. Palpasi
torak anterior.
a. Atur
posisi klien. Klien biasanya berada pada posisi supine untuk melakukan palpasi torak anterior, tetapi beberapa ahli
lebih menyukai posisi duduk.
b. Tentuka
lokasi “landmark” daerah torak posterior.
1. Tentukan
lokasi suprasternal notch dengan jari
tangan. Palpasi turun kebawah dan identifikasi batas-batas bawah manubrium pada
Angel of Louis.
2. Palpasi
secara lateral dan temukan tulang rusuk kedua dan ics kedua. Hitung tulang
rusuk dengan batas sternum.
3. Palpasi
jaringan otot dan jaringan tepat dibawah kulit
c. Palpasi
torak anterior untuk mengukur ekspansi pernafasan.
1. Letakkan
tangan pada dinding anterior dada tepat dibawah batas kosta dengan ibu jari
sedikit terpisah pada garis midsternum.
2. Tekan
kulit diantara ibu jari seperti pada waktu melakukan palpasi dinding posterior.
3. Mintalah
klien untuk menarik napas dalam. Observasi pergerakan ibu jari dan tekanan yang
dikeluarkan terhadap tangan pemeriksa.
d. Palpasi
untuk mengetahui taktil fremitus pada
dinding dada anterior.
1. Teknik
yang digunakan sama dengan palpasi posterior.
2. Gunakan
sendi metakarpophalangeal atau permukaan unlar tangan. Mintalah klien untuk mengucapkan
“tujuh-tujuh” saat pemeriksa melakukan palpasi dinding dada anterior.
4. Perkusi torak posterior.
a. Visualisasi
petunjuk daerah torak.
Sebelum
melakukan perkusi pada torak posterior, visualisasikan garis horisontal, garis
ventrikal, tingkat diafragma dan fisura
paru-paru untuk mengidentifikasi lobus paru.
b. Atur
posisi klien.
Bantu klien untuk membungkuk
kedepan sedikit dan melebarkan bahu.
c. Perkusi
daerah paru.
1. Mulailah
perkusi pada daerah apeks paru-paru dan bergerak ke daerah apeks kanan.
2. Gerakkan
kedalam setiap sela interkostal dengan cara sistemik. Perkusi sampai ke tulang
rusuk paling bawah dan pastikan untuk melakukannya sampai ke garis midaksila
kiri dan kanan.
d. Perkusi
untuk menentukan pergerakan atau ekskursi diafragma.
1. Mulailah
dengan melakukan perkusi pada celah interkosta ketujuh kearah bawah sepanjang
garis scapula sampai batas diafragma. Resonan akan berubah menjadi “dullness”.
2. Beri
tanda pada kulit.
3. Mintalah
klien untuk menarik napas dalam dan menahannya.
4. Perkusi
kembali kearah bawah dari kulit yang berada sampai terdengar lagi suara “dullness”.
5. Sekarang
mintalah klien untuk bernapas normal dan keluarkan napas sebanyak-banyaknya
kemudian tahan napas.
6. Perkusi
kearah atas sampai pemeriksa mendengar suara resonan, beri tanda dan anjurkan
klien untuk bernapas secara normal. Pemeriksa akan mendapatkan tiga tanda
sepanjang garis skapula.
7. Ulangi
prosedur untuk sisi yang lain.
8. Jarak
antara tanda nomer 2 dan 3 berkisar antara 3-6 cm pada orang dewasa yang sehat.
9. Kembalikan
klien pada posisi duduk yang nyaman.
5. Perkusi toraks anterior.
a. Visualisasikan landmark daerah torak anterior. Sebelum
melakukan perkusi dinding dada anterior, visualisasi garis vertikel dan
horisontal. Identifikasi lokasi diafragma dan lobus paru.
b. Perkusi
daerah paru dengan pola yang teratur. Mulailah perkusi pada daerah apeks dan lanjutkan sampai setinggi
diafragma. Lanjutkan perkusi sampai garis midaksila pada masing-masing sisi.
Hindari perkusi diatas sternum, klafikula, tulang rusuk dan jantung.
c. Pastikan
jari-jari dan tangan yang tidak dominan berada pada celah interkosta sejajar
dengan tulang rusuk.
d. Jika
pada klien wanita memiliki payudara besar, mintalah klien untuk mengatur posisi
agar payudaranya ke arah samping selama prosedur ini. Perkusi diatas jaringan
payudara wanita akan menghasilkan suara “dull”.
6. Auskultasi
torak posterior.
a. Sebelum
auskultasi posterior daerah toraks dilakukan, visualisasikan “landmark” daerah tersebut seperti
sebelum perkusi.
b. Auskultasi
trakea.
1. Menggunakan
tekanan yang tegas, letakkan diafragma stetoskop sejalan dengan bernafasnya
klien secara perlahan dengan mulut terbuka.
2. Mulailah
pada garis vertebral C7 dan turun kebawah sampai T3. Disini pemeriksa akan
melakukan auskultasi trakea, dan suara yang terdengar adalah bronkial.
c. Auskultasi
bronkus.
Pindahkan stetoslop kekiri dan
kekanan vertebral setinggi T3-T5. Tepat berada pada bronkus kiri dan kanan dan
suara yang terdengar adalah bronkovesikuler.
d. Auskultasi
paru-paru.
1. Auskultasi
dilakukan dengan pola yang sama separti pada yang dilakukan pada perkusi
paru-paru.
2. Mulai
auskultasi pada bagian apeks kiri dan dilanjutkan seperti pola perkusi.
Pemeriksa akan mendengar suara vesikuler.
3. Dengarkan
pula suara-suara tambahan yang mendahului pada saat siklus inspirasi dan
ekspirasi. Bila mendengar adanya suara tambahan, catat lokasi, kualitas, lama
dan waktu terjadinya selama siklus pernapasan.
7.
Auskultasi torak anterior
a.
Visualisasi petunjuk torak anterior.
b.
Auskultasi diatas trakea. Suara akan jelas berada diatas jugular (suprastenal) notch. Suara diatas trakea
adalah suara bronkial.
c.
Auskultasi diatas bronkus kiri dan kanan.
Daerah ini
berada pada batas sternum sebelah kiri dan kanan pada sela interkosta ke-2 dan
ke-3. Suara yang terdengar adalah bronkovesikuler.
d. Auskultasi paru-paru.
1.
Dengarkan suara vesikuler. Biasanya terdengar pada daerah parenkim paru-paru.
2.
Dengarkan bunyi suara napas tambahan. Suara ini mendahului inspirasi dan
ekspirasi dari siklus pernapasan. Bila pemeriksa mendengar suara tambahan catat
lokasi, kualitas dan waktu terjadinya selama siklus pernapasan.
2.10Analisa Hasil Pemeriksaan
Fisik
Sebelum melakukan
pemeriksaan fisik pada anak, usahakan terlebih dahulu memberikan atau
mengatur kondisi pada anak senyaman
mungkin, supaya dalam melakukan pemeriksaan fisik dapat berjalan dengan lancar.
Namun, jika seandainya anak masih menangis atau takut, perawat dapat menyuruh
ibunya untuk menemani anaknya disampingnya.
2.5.1 Inspeksi
Pemeriksaan
fisik pada inspeksi difokuskan pada setiap bagian tubuh meliputi: warna kulit,
frekuensi pernafasan, bentuk dada, gerakan pernafasan, dan efektivitas dan
frekuensi batuk pada pasien. Perlu
dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh
lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit
kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
Penilaian
warna kulit secara inspeksi dapat dilihat secara langsung. Jika warna kulit
atau membran mukosa kebiruan maka pasien mengalami sianosis. Sianosis dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu antara sianosis perifer dengan sianosis sentral.
Sianosis perifer terjadi pada ekstremitas atau pada ujung hidung atau telinga,
meskipun dengan tekanan oksigen normal, atau bila ada penurunan aliran darah
pada area ini, khususnya bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral
terlihat pada lidah dan bibir, berarti pasien secara nyata mengalami penurunan
tekanan oksigen.
Penilaian
frekuensi pernafasan juga penting sebagai parameter atau tolak ukur dalam
pemeriksaan, yaitu:
a. Normal :
16-24 kali/menit
b. Bradypnneu/olygopneu :
<16 kali/menit
c. Tachypneu/polypneu : >24 kai/menit
d. Apneu :
henti nafas / tidak bernafas
Jika frekuensi pernafasan tidak teratur,
maka:
a. Pada
kelainan otak
b. Asidosis
c. Nyeri
waktu bernafas
Penilaian
bentuk dada secara inspeksi diperlukan untuk melihat seberapa jauh kelainan
yang terjadi pada klien bentuk dada normal pada dewasa ditentukan berdasarkan
perbandingan diameter anteroposterior dalam proporsi tehadap diameter lateral
(1:2).
a. Bentuk
dada yang biasa didapatkan seperti: bentuk dada toraks (panjang dan gepeng)
b. Bentuk
dada toraks enbateau(toraks dada burung)
c. Bentuk
dada toraks enfisematous, didapatkan apabila diameter anteroposterior melebihi
proporsi terhadap diameter lateral (1:1) atau lebih dikenal dengan bentunk dada
tong
d. Bentuk
dada toraks pektusekskavatus (dada cekung ke dalam).
Penilaian
lain yang mendukung pemeriksaan system pernafasan adalah dengan menilai gerakan
pernafasan klien. Dengan selintas pandang, seharusnya perawat dapat menilai
kesimetrisan dada klien. Adanya satu sisi cembung pada pemeriksaan inspeksi
dapat mengindikasikan ada suatu proses di dalam rongga thoraks karena
penimbunan air, pus, udara di rongga pleura, aneurisme aorta, cairan dalam
rongga pericardium, tumor paru atau mediastinum, dan pembesaran jantung atau
abses hati.
Perhatian
adanya asimetris gerakan dinding dada anterior dan posterior. Penilaian
terhadap ekspansi lobus atas paling baik dilakukan dengan inspeksi dari
belakang klien, dengan memerhatikan kedua klavikula selama pernafasan sedang.
Gerakan yang berkurang menunjukkan penyakit paru yang mendasarinya. Sisi yang
terkena akan memperlihatkan gerakan yang terlambat dan menurun. Untuk penilaian
ekspansi lobus bawah diperlukan inspeksi dan palpasi anterior dan posterior.
Gerakan
dinding dada unilateral yang berkurang dapat disebabkan oleh fibrosis paru yang
terlokalisasi, konsolidasi, kolaps, efusi pleura, atau pneumothoraks.
Berkurangnya gerakan dinding dada bilateral menunjukkan adanya kelainan difus
seperti hambatan jalan nafas kronis atau fibrosis paru difus. Ekskrusi
diafragmatik yang menurun mungkin tampak pada klien dengan efusi pleural dan
emfisema. Peningkatan dalam tekanan intra-abdomen seperti yang terjadi pada kehamilan
atau asites, dapat menyebabkan letak diafragma menjadi tinggi.
Inspeksi
Gerakan Pernafasan
|
Deskripsi
/ Penilaian
|
Sifat
Pernafasan dan Kemungkinan Penyebab
|
Normal
orang dewasa
|
12-20
x/menit
|
Sifatnya
abdominal, torako-abdominal. Pada wanita gerakannya sedikit lebih cepat dan
bersifat torakal
|
Normal
anak-anak
|
36-40
x/menit
|
Sifatnya
torakal/torako-abdominal
|
Perbandingan
durasi insprasi-ekspirasi
|
Durasi
2:1
|
Inspirasi
biasanya lebih pendek daripada ekspirasi
|
Takipnea
|
Pernafasan
cepat
|
Biasanya
pada demam, penyakit paru/jantung
|
Bradipnea
|
Pernafasan
lambat
|
Pada
keracunan barbiturat uremia, koma diabetikum,
dan proses dalam otak
|
Asimetri
|
Ketidakseimbangan
antara kiri dan kanan
|
Peneumonia,
TB paru, efusi pericardium/pleura, dan tumor paru.
|
Hiperpnea
|
Pernafasan
lebih dalam, tetapi kecepatannya normal
|
Pada
gangguan asam-basa
|
Apneastik
|
Inspirasi
tersengal-sengal (gasping) diikuti ekspirasi yang sangat pendek dan tidak
efisien
|
Pada
lesi di pusat pernafasan
|
Penilaian
efektivitas dan frekuensi batuk pasien sangat penting untuk
dilaporkan, juga karakteristik sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi,
sehinnga perawat dapat merumuskan diagnosa keperawata secara tepat.
2.5.2 Palpasi
Palpasi
dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada pasien.
Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini
dengan meminta pasien mengatakan “sembilan-sembilan.” Secara normal, bila
pasien mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di tangan
pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada peletakan tangan di dada
kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil ada. Ini
dapat menurun atau takada bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan
paru pasien serta dinding dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural,
penebalan pleural atau pnemotorak akan tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau
vibrasi menurun. Bila pasien mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas,
vibrasi juga takdapat dirasakan. Fremitus taktil agak meningkat pada kondisi
konsolidasi, tetapi deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada dada
pasien dengan napas perlahan, seseorang dapat merasakan ronki yang dapat diraba
yang berhubungan dengan gerakan mukus padajalan napas besar.
2.5.3 Perkusi
Pemeriksaan fisik dengan cara perkusi, perawat biasanya melakukan tindakan ini untuk mengkaji resonansi pulmoner, kondisi organ yang berhubungan dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Jika dari hasil pemeriksaan ini, pada jaringan paru-paru didapat suara perkusi bergaung dan bersuara rendah (sonor) merupakan keadaan yang normal. Sebaliknya apabila didapatkan suara yang lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru-paru yang abnormal berisi udara, kondisi ini dikatakan terjadi suara perkusi abnormal yang disebut Hiperresonan. Suara perkusi normal lainnya, diantaranya terdapat Dullness dan Tympany. Dullness dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru sedangkan Tympany dihasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya bersifat musical. Apabila nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana seluruh areanya berisi jaringan disebut Flatness, suara ini termasuk suara perkusi yang abnormal.
Perkusi
|
Kesan Isi Dominan
|
Diagnosis Banding
|
Hipersonor
|
Udara
|
Pneumothoraks
PPOK
|
Sonor
|
Jaringan
paru
|
Paru
fisiologis
|
Redup
|
Cairan
|
Hidrothoraks
Pyothoraks
atau Empyema
Kilothoraks
|
Pekak
|
Darah
Padat
|
Hematothoraks
Bronkopneumonia
Pneumonia
Massa
mediastinum
Massa
paru
|
2.5.4 Auskultasi
Perawat melakukan
auskultasi untuk mengkaji suara nafas normal dan suara tambahan (abnormal).
Suara napas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas
dari laring ke alveoli dan bersifat bersih. Bronchial merupakan tubular sound yang suaranya dihasilkan
oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring,
dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi
dan tidak ada jeda di antara kedua fase tersebut. Suara normal akan terdengar di
atas trachea atau daerah lekuk suprasternal. Bronkovesikular merupakan
gabungan dari suara napas bronkhial dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring
dengan intensitas sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini
terdengar di daerah dada dimana bronkus tertutup oleh dinding dada. Keadaan normal lainnya yaitu, Vesikular
dimana terdengar lembut, halus seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih
panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan. Sedangkan keadaan
suara yang abnormal terdapat Wheezing, Ronchi, Pleural Fiction Rub dan
Crackles. Wheezing
terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara nyaring,
musical, suara terus-menerus yang disebabkan aliran udara melalui jalan napas
yang menyempit. Ronchi terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi,
karakter suara terdengar perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus-menerus.
Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum. Pleural
fiction rub terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara kasar,
berciut, dan suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura.
Sering kali pasien mengalami nyeri saat bernapas dalam. Crackles, dibagi
menjadi dua jenis yaitu Fine crackles dan Coarse crackles. Setiap fase pada Fine crackles
lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah-patah
akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau bronkhiolus, suara
seperti rambut yang digesekkan. Sedangkan Coarse crackles lebih menonjol
saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat
terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan napas yang besar. Mungkin akan
berubah ketika pasien batuk.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan merupakan satu dari komponen
proses keperawatan yang merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam
menggali permasalahan sistem pernafasan dari klien meliputi usaha pengumpulan
data tentang status kesehatan seorang klien secara sistematis, menyeluruh,
akurat, singkat dan berkesinambungan (Muttaqin, 2010). Tenaga medis
dalam hal ini perawat melakukan pemeriksaan fisik memiliki tujuan-tujuan
tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan klien meliputi: engetahui kondisi sistem respirasi
normal atau tidak, mengetahui adanya gangguan pada sistem respirasi, menentukan
rencana yindakan keperawatan yang tepat, sebagai skrining rutin untuk meningkatkan perilaku sejahter, sebagai tindakan kesehatan preventif.
Macam-macam teknik pemeriksaan fisik ada 4 yaitu: inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
3.2 Saran
Seorang
perawat ketika melakukan pemeriksaan fisik pada pasien, seharusnya seorang
perawat lebih teliti dan dapat mengkondisikan atau memberikan kenyamanan pada
pasien, sehingga pemeriksaan dapat berjalan secara optimal. Ketika melakukan
pemeriksaan fisik perlu menanyakan keadaan pasien terlebih dahulu untuk
mengetahui tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan apa tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar