KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karuni-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Serosis Hepar”. Makalah ini disusun berdasarkan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Klinik III B Program
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan
makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.
Ns. Lantin Sulistyorini, M.Kep, selaku
fasilitator matakuliah Keperawatan Klinik III B Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember;
2.
Ns. Ratna Sari Hardiani, M. Kep, selaku dosen pengajar;
3.
Ayah dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan perhatian
dan dukungannya baik secara materil maupun non materil;
4.
Rekan-rekan satu kelompok
yang sudah bekerjasama dan berusaha semaksimal mungkin sehingga makalah ini
dapat terealisasi dengan baik;
5.
Semua pihak yang secara tidak
langsung membantu terciptanya makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per
satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak
demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Jember, April 2015 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar
Belakang........................................................................................... 1
1.2 Tujuan......................................................................................................... 1
1.3 Implikasi
Keperawatan.............................................................................. 2
BAB 2. TINJAUAN TEORI........................................................................... 3
2.1 Pengertian................................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi................................................................................................ 4
2.3 Etiologi ........................................................................................................ 7
2.4 Tanda dan Gejala....................................................................................... 8
2.5 Patofisiologi................................................................................................. 9
2.6 Komplikasi.................................................................................................. 11
2.7 Pengobatan.................................................................................................. 11
2.8 Pencegahan................................................................................................. 13
BAB 3. PATHWAYS........................................................................................ 14
BAB 4. ASUHAN KEPETAWATAN........................................................... 15
4.1 Pengkajian................................................................................................... 15
4.2 Diagnosa...................................................................................................... 17
4.3 Perencanaan................................................................................................ 19
4.4 Pelaksanaan................................................................................................ 26
4.5 Eavluasi....................................................................................................... 28
BAB 5. PENUTUP........................................................................................... 30
5.1 Kesimpulan................................................................................................. 30
5.2 Saran............................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 31
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hati adalah kelenjar
terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500gr atau 2% berat badan orang
dewasa normal. Hati merupakan organ lunak lentur dan tercetak oleh struktur
sekitarnya. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah
kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk
cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pancreas, dan usus. Hati
memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi
segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat
dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum
falsiformis.
Hati berperan penting
dalam metabolisme tiga makronutrien yang dihantarkan oleh vena porta pasca
absorpsi di usus. Bahan makanan tersebut adalah karbohidrat, protein, dan
lemak. Monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam
hati (glikoginesis). Dari depot
glikogen ini, glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Jika hati mengalami gangguan,
maka metabolisme tubuh tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Salah satu
contoh gangguan hati adalah Sirosis
Hepar.
Sirosis
Hepar adalah
penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distoris arsitektur hati yang normal
oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang
tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Sirosis dapat mengganggu sirkulasi
darah intrahepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan
fungsi hati secara bertahap.
1.2 Tujuan
1.2.1
Mengetahui pengertian Sirosis Hepar;
1.2.2
Mengetahui epidemiologi Sirosis Hepar;
1.2.3
Mengetahui etiologi Sirosis Hepar;
1.2.4
Mengetahui tanda dan gejala Sirosis
Hepar;
1.2.5
Mengetahui patofisiologi Sirosis Hepar;
1.2.6
Mengetahui manifestasai klinis Sirosis Hepar;
1.2.7
Mengetahui komplikasi dan prognosis Sirosis Hepar;
1.2.8
Mengetahui pencegahan Sirosis Hepar;
1.2.9
Mengetahui pengobatan Sirosis Hepar;
1.2.10 Mengetahui
Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sirosis Hepar;
1.3 Implikasi Keperawatan
Sebagai
perawat, kita dituntut mampu untuk memberikan asuhan keperawatan secara optimal
pada pasien. Jika asuhan keperawatan yang diberikan perawat mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, intervensi hingga evaluasi dapat
dilaksanakan dengan tepat dan baik, serta dapat membantu pasien dengan sirosis hepar untuk dapat mempertahankan
kondisi kesehatannya. Dari pengkajian, kita mendapatkan gejala-gejala dan
tanda-tanda khas dari serosis hepar. Ketika kita mengetahui bahwa ada
seseorang yang mengeluh tanda dan gejala dari sirosis hepar
kita dapat langsung memvalidasi data kemudian menganalisanya. Setelah analisa
kita pikir tepat, kita pun dapat mengambil masalah keperawatan apa saja yang
terjadi pada orang tersebut. Kemudian dapat kita rumuskan diagnosa keperawatan.
Setelah
diagnosa ini kita rumuskan, perawat membuat rencana asuhan keperawatan yang
mempunyai tujuan dan kriteria hasil. Diharapkan dengan adanya pelaksanaan dari
rencana asuhan keperawatan tersebut, masalah pasien dapat teratasi (setengah
ataupun keseluruhan). Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan diaplikasikan,
perawat lalu membuat evaluasi yang berguna untuk mengetahui efektivitas
tindakan keperawatan yang telah dilakukan kepada pasien tersebut. Dari
evaluasi, kita dapat mengkaji lagi data-data kesehatan, bukan hanya sebatas
aspek biologis saja. Data-data tersebut dapat berupa aspek psikologis, sosial,
dan spiritual. Ketika perawat memberikan asuhan keperawatannya secara holistik
dan komprehensif kepada pasien, masalah kesehatan yang dialami pasien dapat
tertangani dengan baik. Sehingga pasien
dapat kembali pada kondisinya yang optimal.
BAB 2.
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Istilah Sirosis diberikan
petama kali oleh Laennec tahun 1819, yang berasal dari kata kirrhos yang
berarti kuning orange (orange yellow), karena terjadi perubahan warna
pada nodul-nodul hati yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat
dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari
struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan
mengalami fibrosis.
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat
dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan dengan
distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan
nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal
(Price & Willson, 2005, hal : 493).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang dikarakteristikkan
oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan
selanjutnya aliran darah ke hati (Doenges, dkk, 2000, hal: 544).
Berdasarkan beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah penyakit hati
kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan
proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul
dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan
dari hati.
2.2 Epidemiologi
2.2.1
Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika Seikat
tahun 2001 sebesar13,2 per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di
Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan
kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di kita-kota besar di
Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan
perbandingan antara 1,5 sampai 2:1. Hasil penelitian Suyono dkk
tahun 2006 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan pasien sirosis hati
laki-laki (71%) lebih banyak dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun
merupakan kelompok umur yang terbanyak. Ndraha melaporkan selama Januari
–Maret 2009 di Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7%
laki-laki dan 36,7 % wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60
tahun.
b. Tempat
Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya
berbeda-beda tiap negara. Pada periode 1999-2004 insidensi sirosis
hati di Norwegia sebesar 13,4 per 100.000 penduduk. Dalam kurun waktu lima
tahun (2000-2005) dari data yang dikumpulkan dari Rumah Sakit Adam Malik Medan,
Klinik Spesialis Bunda dan Rumah Sakit PTPN II Medan, ditemukan 232 penderita
sirosis hati.
c. Waktu
Pada tahun 2001di Islandia insidensi sirosis hati 4% dan tahun 2002
sebesar 2,4%. Pada tahun 2002, PMR sirosis hati di dunia yaitu 1,7%. Di
Modolvo terjadi peningkatan, dimana pada tahun 2002 CSDR sirosis hati 89,2% per
100.000 penduduk (CSDR 2002), dan pada tahun 2004 sebesar 99,2% (CSDR
2004). Di
Amerika Serikat terjadi peningkatan persentase kematian akibat sirosis hati
sebesar 3,4 % dari. tahun 2006 ke tahun 2007.
2.2.2
Faktor Risiko
Penyebab
pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan
antara lain:
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor
gangguan nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil
laporan Hadi di dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal
22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4%
penderita kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85% penderita sirosis hati
yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah,
kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai
rendah menengah
b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah
satu penyebab sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh
Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis,
maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B
lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala
sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan
hepatitis virus A
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut
akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada
orang-orang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari
otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut
Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin.
Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan
penimbunan tembaga dalam jaringan hati.
e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua
kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak
dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan
didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan
timbulnya sirosis hati.
f. Sebab-Sebab Lain
1. Kelemahan
jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan
fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis
sentrilobuler.
2. Sebagai
saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat
menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada
kaum wanita.
3. Penyebab
sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik.
Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris.
4. Dari
data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50% kasus,
sedangkan hepatitis C dalam 30-40% . sejumlah 10-20% penyebabnya tidak
diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang bukan B atau C.
2.3 Etiologi
Secara morfologis, penyebab
sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua penyebab yang
dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
a. Hepatitis
virus
Hepatitis virus terutama tipe
B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati, apalagi setelah
penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita
dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk
terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah
dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk
lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis,
bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
b. Zat
hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan
bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut
dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak,
sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang
sering disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme
sangat jarang, namun peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah
pada kerusakan parenkim hati.
c. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi
biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1.
Sejak dilahirkan si penderita menghalami
kenaikan absorpsi dari Fe.
2.
Kemungkinan didapat setelah lahir
(acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik.
Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
Menurut
FKUI, 1999, penyebab sirosis hepatis antara lain:
1.
Malnutrisi
2.
Alkoholisme, karena sifat alkohol itu
sendiri yang merupakan zat toksik bagi tubuh yang langsung terabsorbsi oleh
hati yang dapat juga mengakibatkan perlemakan hati.
3.
Virus hepatis
4.
Kegagalan jantung yang menyebabkan
bendungan vena hepatika
5.
Hemokromatosis (kelebihan zat besi),
karena akan memperberat kerja hati sehingga hati tidak dapat mengolah zat besi
yang dapat diabsorbsi tubuh tetapi zat besi akan tertimbun dalam jumlah banyak
yang dapat menyebabkan sirosis hepar.
6.
Penyakit wilson (penumpukan tembaga yang
berlebihan)
7.
Zat toksik
2.4 Tanda dan Gejala
2.4.1
Gejala
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis,
karena terjadi sama-sama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan,
hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri
lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider
angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan
terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
2.4.2
Tanda
Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya
ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya
ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita
penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan
tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya
kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama
perjalanan penyakit.
b. Timbulnya
asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul
setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi
garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati
membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri
bila ditekan.
d. Hipertensi
portal
Hipertensi
portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai
normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap
aliran darah melalui hati.
2.5 Patofisiologi
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian.
Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan
yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum
alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati merespon kerusakan sel tersebut
dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein,
dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah
sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali
ekstraselular matriks ini dimana akan memacu timbulnya jaringan parut
disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga
ditemukan pembengkakan pada hati.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan
berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi
(ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang
cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan
kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena
di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya
sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga
menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat
menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya
manifestasi klinis. Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya
terjadi peningkatan aliran arteriasplangnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu
menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk
bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal.
Pembebanan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna
menghindari obstruksi hepatik (varises). Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal
pun menurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron
juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan
peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya
menyebabkan retensi cairan dan lama-kelamaan menyebabkan asites dan juga edema.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan
pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati.
Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui
penyebabnya, misal dikarenakan alkohol, hepatitis virus, malnutrisi,
hemokromatis, penyakit Wilson
dan juga ada yang tidak diketahui
penyebabnya yang disebut dengan sirosis kriptogenik. Patofisiologi sirosis
hepatis sendiri dimulai dengan proses
peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan
jaringan ikat yang disertai
nodul.
2.6
Komplikasi dan Prognosis
2.6.1
Komplikasi
Komplikasi
sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
a. Hipertensi
portal
b. Coma/
ensefalopaty hepatikum
c. Hepatoma
d. Asites
e. Peritonitis
bakterial spontan
f. Kegagalan
hati (hepatoselular)
g. Sindrom
hepatorenal
2.6.2
Prognosis
2.7 Pengobatan
Pengobatan sirosis hati pada
prinsipnya berupa:
2.7.1
Simtomatis
2.7.2
Supportif, yaitu:
a.
Istirahat yang cukup
b.
Pengaturan makanan yang cukup dan
seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin
c.
Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat
infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan
perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum
pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b)
terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari
1. Terapi
kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3xseminggu dan RIB
1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang
dari 75kg) yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu.
2. Terapi
induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yanglebih tinggi
dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta
unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
3. Terapi
dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5
juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
d.
Pengobatan yang spesifik dari
sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti
1.
Astises
2.
Spontaneous bacterial peritonitis
3.
Hepatorenal syndrome
4.
Ensefalophaty hepatic
2.7.1
Ad. Asites
Dalat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas:
a.
Istirahat
b.
diet rendah garam: untuk asites ringan
dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat
jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
c.
Diuretik
d.
Pemberian diuretic hanya bagi penderita
yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan
berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi
akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan
encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan
dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4
hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid.
2.8 Pencegahan
Ada 6 cara yang patut dilakukan untuk mencegah
sirosis hati, antara lain:
2.8.1
Senantiasa
menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Jagalah kebersihan diri. Mandilah sebersih mungkin menggunakan sabun.
Baju juga harus bersih. Cuci tangan sehabis mengerjakan sesuatu. Perhatikan
pula kebersihan lingkungan. Hal itu untuk menghindari berkembangnya berbagai
virus yang sewaktu-waktu bisa masuk kedalam tubuh kita
2.8.2
Hindari
penularan virus hepatitis
Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis
hati. Caranya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi virus.
Juga tidak melakukan hubungan seks dengan penderita hepatitis.
2.8.3
Gunakan jarum
suntik sekali pakai.
Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai
penderita hepatitis kemudian digunakan kembali untuk menyuntik orang lain, maka
orang itu bisa tertular virus.
2.8.4
Pemeriksaan
darah donor
Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Permriksaan darah
donor perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar virus
hepatitis.bila darah mengandung virus hepatitis penerima donor akan tertular
dan berisiko terkena sirosis.
2.8.5
Tidak
mengkonsumsi alkohol
Hindari mengkonsumsi alkohol, barang haram ini terbukti merusak fungsi
organ tubuh, termasuk hati. Bila sudah terlanjur sering mengkonsumsi minuman
beralkohol, hentikan kebiasaan itu.
2.8.6
Melakukan
vaksin hepatitis
Lakukan vaksin hepatitis. Vaksin dapat mencegah penularan virus hepatitis
sehingga dapat juga terhindar dari sirosis hati.
BAB 3. PATHWAY
BAB
4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1
Pengkajian
1. Identitas
pasien
Dalam
identitas pasien harus mencakup nama, tempat tanggal lahir, usia, jenis
kelamin, pekerjaan, suku, agama.
2. Keluhan
utama
Pada anak yang mengalami sirosis
hati biasanya terlihat adanya pembesaran perut disertai mual dan lemas.
3. Riwayat
penyakit sekarang
Anak yang mengalami sirosis hepar
biasanya mengalami beberapa tanda dan gejala berikut, diantaranya: mudah lelah
dan lemas, selera makan berkurang, perut terasa kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki laki dewasa timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar,
4. Riwayat
penyakit masa lalu
Dalam mengkaji riwayat penyakit
dahulu, kita tanyakan apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama dimasa
lampau.
5. Riwayat
penyakit keluarga
Mengkaji
apakah di keluarga ada yang menderita penyakit yang berhubungan dengan sirosis
hepar
6. Riwayat
Pemberian Imunisasi
Imunisasi yang biasanya diberikan
untuk mencegah anak mengalami serosis hepar adalah dengan penyuntikan
immunoglobin ketika bayi baru lahir. Selain itu, ketika anak sudah berusia 2
tahun diberikan vaksinasi hepatitisyang diberikan rutin setiap enam bulan
sekali.
7. Observasi
A. Keadaan
umum
Mengkaji tanda tanda vital pasien
meliputi suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah. Selain itu juga perlu mengkaji
kesadaran pasien, apakah pasien dalam keadaan compos mentis, apatis, delirium,
somnolen atau koma.
B. Pola
fungsi kesehatan
a. Aktivitas
Anak yang mengalami sirosis hepar
akan sering mengalami kelelahan, dikarenakan adanya penurunan tonus otot.
b. Eliminasi
Pada anak dengan sirosis hepar,
memiliki warna fese hitam pekat dan urine yang berwarna seperti teh.
c. Nutrisi
Berat badan anak dengan sirosis
hepar akan menurun, dikarenakan anak akan sering merasa mual dan muntah,
sehingga mengalami anoreksia.
d. Neurosensori
Serosis hepar juga dapat
menimbulkan efek buruk bagi mental sang anak. Karena dampak serius yang dapat
ditimbulkan oleh penyakit ini adalah terjadinya kemunduran mental.
e. Nyeri/kenyamanan
Anak yang mengalami serosis hepar
akan mengalami nyeri tekan pada bagian abdomen/ nyeri kuadran kanan atas
f. Konsep
diri
Persepsi orang tua dan anak
terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
g. Hubungan-peran
Peran orang tua sangat dibutuhkan
dalam merawat dan pengobatan anak dengan sirosis hepar.
h. Seksualitas
Pada orang dewasa mengalami
gangguan menstruasi, impoten. Namun pada anak biasanya tidak ada gangguan dalam
reproduksi.
C. Pemeriksaan
fisik
a. Keadaan
umum
Pasien tampak lemah, kesadaran
komposmentis (sadar)
b. Pemeriksaan
tanda vital
TD: 100/60 mmhg, suhu tubuh:
37,5°C, RR: 25kali/menit, nadi: 90kali/menit (regular)
c. Kepala
Kulit kepala lembab, tidak ada lesi
dikepala, wajah pucat
d. Mata
Sclera ikterik, konjungtiva anemis
e. Dada
Inspeksi: penggunaan otot aksesoris
pernafasan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Perkusi: sonor
Auskultasi: suara abnormal paru
(rales)
f. Abdomen
Inspeksi: perut membuncit,
peningkatan lingkar abdomen
Palpasi: ada nyeri tekan ulu hati,
ascites/tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras
Auskultasi: adanya penurunan bising
usus
g. Ekstremitas
Adanya edema, penurunan kekuatan
otot.
4.2
Diagnosa
Keperawatan
1. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya
protein plasma
2. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya
asites
3. Resiko
pendarahan berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi
protrombin, fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan
protrombin) dan hipertensi portal.
4. Nyeri
akut berhubungan dengan spasme otot abdomen
5. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy
4.3
Perencanaan
1. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya
protein plasma
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
dan Kreteria Hasil
|
Intervensi
keperawatan
|
Rasional
|
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya
protein plasma, ditandai dengan:
DS:
a. Orang
tua sang anak mengatakan perut sang anak bertambah besar
b. Orang
tua sang anak mengatakan bahwa kedua
kaki anaknya bengkak
DO:
a. Adanya
asites, shifting dullness (+), fluid wave
(+)
b. Edema
ekstremitas bawah
c. Nilai
Hb 9,5 mg/dl, Ht 30%
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan
yang dibuktikan dengan:
1. Asites
dan edema berkurang
2. Terjadi
keseimbangan intake dan output cairan
(TD: 100/60 mmhg, suhu tubuh: 37,5°C,
RR: 25kali/menit, nadi: 90kali/menit)
|
Mandiri
1. Monitor
intake dan output cairan
2. Monitor
tanda tanda vital
3. Evaluasi
derajat edema (pada skala +1 sampai +4)
4. Timbang
berat badan setiap hari
5. Ukur
lingkar perut setiap hari
Kolaborasi
6. Kolaborasi
dalam pemberian obat diuretic
7. Batasi
natrium dan cairan sesuai indikasi
|
Menunjukkan status
volume sirkulasi, melihat keseimbangan cairan tubuh
Peningkatan TD
biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi mungkin tidak
terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler
Edema terjadi
terutama pada jaringan yang bergantung pada tubuh (tangan, kaki)
Peningkatan berat
badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut
Menunjukkan akumulasi
cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/cairan kedalam
area peritoneal
Digunakan untuk
mengontrol edema dan asites. Menghambat efek aldosteron, meningkatkan
ekskresi air
Natrium dibatasi
untuk meminimalkan retensi cairan dalam area ekstravaskuler
|
2. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya
asites
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
dan Kreteria Hasil
|
Intervensi
keperawatan
|
Rasional
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya
asites, ditandai dengan:
DS:
a. Orang
tua sang anak mengatakan anaknya sering mual
b. Orang
tua sang anak mengatakan bahwa anaknya kurang nafsu makan
DO:
a. Asites
(+)
b. Nilai
laboratorium albumin 2,5 g/dl
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam kebutuhan nutrisi pasien tercukupi
dengan baik yang dibuktikan dengan:
1. Nafsu
makan meningkat
2. Mual
berkurang/hilang
3. Menunjukkan
nilai laboratorium normal
|
Mandiri
1. Bantu
dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alas an diet. Beri pasien makan
apabila pasien mudah lelah, biarkan orang terdekat membantu pasien untuk
makan. Pertimbangkan pilihan makanan yang disukai
2. Berikan
makanan sedikit dan sering
3. Berikan
makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi
4. Berikat
perawatan mulut sebelum dan setelah makan
Kolaborasi
5. Awasi
pemeriksaan laboratorium (glukosa, albumin, total protein, ammonia)
6. Berikan
obat antiemetic sesuai indikasi
|
Diet yang tepat
penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin akan makan lebih baik apabila
keluarga terlibat dan makan makanan yang dia sukai.
Buruknya toleransi
terhadap makan dapat behubungan dengan peningkatan tekanan intra
abdomen/asites.
Pendarahan dari
varises esophagus dapat terjadi pada serosis berat.
Pasien cenderung
mengalami luka atau pendarahan gusi dan rasa tidak enak pada mulut yang dapat
menambah anoreksia
Glukosa menurun
karena gangguan glikogenesis, penurunan simpanan glikogen, atau masukan tidak
adekuat.
Protein menurun
karena gangguan metabolisme, penurunan sistesis hepatic.
Peningkatan kadar
ammonia perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius
Digunakan dengan hati
hati untuk menurunkan mual/muntah dan mengingkatkan asupan makanan
|
3. Resiko
pendarahan berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi
protrombin, fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan
protrombin) dan hipertensi portal.
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kreteria
Hasil
|
Intervensi
Keperawatan
|
Rasional
|
Resiko pendarahan
berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin,
fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan protrombin) dan
hipertensi portal, ditandai dengan:
DS:
a. Orang
tua sang anak mengatakan bahwa sang anak sering mimisan
b. Orang
tua sang anak mengatakan bahwa BAB sang anak berwarna hitam sekitar 10 kali
dalam sehari, muntah darah (+)
DO:
a. BAB
berwarna hitam
b. Terdapat
hematoma pada kedua tungkai
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 2x24 jam tidak terjadi
pendarahan yang dibuktikan dengan:
1. Tidak
menunjukkan adanya pendarahan
2. Tedak
terjadi hematoma
3. Nilai
laboratorium dalam batas normal (Hb, Ht, trombosit)
4. TTV
dalam batas normal (TD: 100/60 mmhg, suhu tubuh: 37,5°C, RR: 25kali/menit,
nadi: 90kali/menit)
|
Mandiri
1. Monitor
tanda tanda vital
2. Amati
manifestasi hemoragi, ekimosis, epitaksis, peteki, pendarahan gusi
3. Anjurkan
pasien untuk menghindari aktivitas yang dapat membuat pasien mengejan saat
defekasi, mengangkat barang berat, bersin, batuk, atau muntah
4. Lakukan
tindakan keamanan untuk mencegah cidera/pendarahan:
a. Mempertahankan
lingkungan yang aman
b. Menyediakan
sikat gigi yang lunak dan menghindari penggunaan tusuk gigi
c. Menganjurkan
makanan yang mengandung vitamin C
d. Menggunakan
jarum kecil saat melakukan peyuntikan
Kolaborasi
5. Monitor
nilai laboratorium
6. Kolaborasi
dalam pemberian obat vitamin K dan propanolol
7. Kolaborasi
dalam pemberian transfuse trombosit
|
Penurunan TD dan peningkatan nadi
menunjukkan kehilangan volume cairan
Menunjukkan adanya perubahan pada
mekanisme pembuluh darah
Meminimalkan pengingkatan tekanan
intraabdominal yang dapat menimbulkan rupture atau pendarahan dari esophagus
dan lambung
Untuk mengurangi resiko
cidera/pendarahan
Indicator terjadinya pendarahan hati
atau terjadinya komplikasi
Vitamin K untuk meningkatkan pembekuan
darah dengan memberikan vitamin larut lemak yang diperlukan untuk mekanisme
pembuluh darah
Propanolol berhuna untuk mengurangi
tekanan portal melalui kerja penyekat beta adrenergic
Meningkatkan nilai trombosit pasien
|
4. Nyeri
akut berhubungan dengan spasme otot abdomen
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kreteria
Hasil
|
Intervensi
Keperawatan
|
Rasional
|
Nyeri akut
berhubungan dengan spasme otot abdomen, ditandai dengan:
DS:
Sang anak kesakitan
saat pemeriksaan palpasi dibagian abdomen
DO:
a. Nyeri
tekan (+) pada abdomen kuadran kanan atas
b. H
+1 pasca tindakan ligasi
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 2x24 jam nyeri
dapat berkurang atau hilang yang dibuktikan dengan:
1. Skala
nyeri berkurang
2. Pasien
tidak meringis kesakitan
3. Pasien
tidak merasa nyeri pada abdomen
|
Mandiri
1. Monitor
keluhan nyeri, skal nyeri, karakteristik nyeri
2. Pertahankan
tirah baring ketika pasien merasa nyeri
3. Berikan
teknik kenyamanan relaksasi nafas dalam dan perubahan posisi
4. Berikan
kompres hangat pada abdomen yang terasa nyeri
Kolaborasi
5. Kolaborasi
dalam pemberian antispasmodic dan sedative sesuai yang diresepkan
|
Gejala nyeri dapat membantu
mendiagnosa penyebab pendarahan
Mengurangi kebutuhan metabolic dan
melindungi hati
Mengurangi nyeri yang ada
Agar pasien rileks dan nyeri berkurang
Mengurangi iritabilitas traktus GI dan
nyeri serta gangguan rasa nyaman pada abdomen
|
5. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kreteria
Hasil
|
Intervensi
Keperawatan
|
Rasional
|
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy, ditandai
dengan:
DS:
Orang tua sang anak mengatakan
bahwa sang anak sering terdiam setelah berktivitas
DO:
a. Wajah
pasien tampak lemas
b. Pasien
tampak lebih banyak diam
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1x24 jam pasien melaporkan peningkatan energy dan
partisipasi dalam aktivitas yang dibuktikan dengan:
1. Peningkatan
kekuatan dan kesehatan pasien
2. Pasien
dapat beraktivitas seperti biasa
|
Mandiri
1. Berikan
diet tinggi kalori dan protein
2. Motivasi
pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
3. Motivasi
dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang
ditingkatkan secara bertahap
Kolaborasi
4. Berikan
suplemen bitamin (A, B kompleks, C, dan K)
|
Memberikan kalori untuk tenaga dan
protein untuk proses penyembuhan
Menghemat tenaga pasien sambil
mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien
Memperbaiki perasaan sehat secara umum
dan ercaya diri
Memberikan nutrient bagi pasien
|
4.4
Pelaksanaan
Diagnosa Keperawatan
|
Implementasi
|
Paraf
|
1. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya
protein plasma
|
1. Memonitor
intake dan output cairan
2. Memonitor
tanda tanda vital
3. Mengevaluasi
derajat edema (pada skala +1 sampai +4)
4. Menimbang
berat badan setiap hari
5. Mengukur
lingkar perut setiap hari
6. Mengkolaborasikan
dalam pemberian obat diuretic
7. Membatasi
natrium dan cairan sesuai indikasi
|
|
2. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya
asites
|
1. Membantu
dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alas an diet. Beri pasien makan
apabila pasien mudah lelah, biarkan orang terdekat membantu pasien untuk
makan. Pertimbangkan pilihan makanan yang disukai
2. Memberikan
makanan sedikit dan sering
3. Memberikan
makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi
4. Memberikan
perawatan mulut sebelum dan setelah makan
5. Mengawasi
pemeriksaan laboratorium (glukosa, albumin, total protein, ammonia)
6. Memberikan
obat antiemetic sesuai indikasi
|
|
3. Resiko
pendarahan berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi
protrombin, fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan
protrombin) dan hipertensi portal.
|
1. Memonitor
tanda tanda vital
2. Mengamati
manifestasi hemoragi, ekimosis, epitaksis, peteki, pendarahan gusi
3. Menganjurkan
pasien untuk menghindari aktivitas yang dapat membuat pasien mengejan saat
defekasi, mengangkat barang berat, bersin, batuk, atau muntah
4. Melakukan
tindakan keamanan untuk mencegah cidera/pendarahan:
a.
Mempertahankan lingkungan yang
aman
b.
Menyediakan sikat gigi yang lunak
dan menghindari penggunaan tusuk gigi
c.
Menganjurkan makanan yang
mengandung vitamin C
d.
Menggunakan jarum kecil saat
melakukan peyuntikan
5. Memonitor
nilai laboratorium
|
|
4. Nyeri
akut berhubungan dengan spasme otot abdomen
|
1. Memonitor
keluhan nyeri, skal nyeri, karakteristik nyeri
2. Mempertahankan
tirah baring ketika pasien merasa nyeri
3. Memberikan
teknik kenyamanan relaksasi nafas dalam dan perubahan posisi
4. Memberikan
kompres hangat pada abdomen yang terasa nyeri
Mengkolaborasi dalam pemberian
antispasmodic dan sedative sesuai yang diresepkan
|
|
5. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy
|
1. Memberikan
diet tinggi kalori dan protein
2. Memotivasi
pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
3. Memotivasi
dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang
ditingkatkan secara bertahap
4. Memberikan
suplemen vitamin (A, B kompleks, C, dan K)
|
|
4.5
Evaluasi
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Catatan Perkembangan
|
Paraf
|
1
|
Kelebihan volume
cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya protein
plasma
|
S: orang tua pasien mengatakan bahwa
pembengkakan pada kaki anaknya telah berkurang
O: edema pada kaki berkurang
A: tujuan tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan
|
|
2
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya asites
|
S: orang tua anak mengatakan “ anak sayasekarang
sudah mau makan banyak sus.”
O: anak tidak mengalami mual, dan
nafsu makan bertambah
A: tujuan tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan
|
|
3
|
Resiko pendarahan
berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin,
fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan protrombin) dan
hipertensi portal.
|
S: orang tua anak mengatakan bahwa
feses anaknya tidak lagi berwarna hitam, dan sang anak tidak lagi mimisan
O: tidak menunjukkan adanya pendarahan
A: tujuan tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan
|
|
4
|
Nyeri akut berhubungan dengan spasme
otot abdomen
|
S: orang tua anak mengatakan “anak
saya masih sedikit kesakitan saat saya pegang perutnya sus.”
O: masih terdapat nyeri didaerah
abdomen
A: tujuan tercpai sebagian
P: lanjutkan tindakan keperawatan
|
|
5
|
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy
|
S: orang tua anak mengatakan bahwa
sang anak mulai aktif ketika diajak bermain
O: anak terlihat lebih aktif saat
beraktivitas
A: tujuan tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan
|
|
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sirosis hati adalah penyakit hati
kronis yang ditandai oleh adanya peradangan
difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi
sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis
dan terjadinya pengerasan dari hati. Penyebab sirosis hati yaitu, virus hepatitis, zat hepatoksis atau
alkoholisme, dan hemokromatis. Meiliki tanda dan gejala kelelahan, hilang nafsu
makan, mual-mual, dan adanya ikterus (penguningan).
5.2 Saran
Penatalaksanaan
yang benar mengenai penyakit sirosis
hepar pada anak harus difahami dengan benar oleh
seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang
diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien,
keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi
kemungkinan yang terjadi.Diharapkan dengan hadirnya makalah ini, mahasiswa
maupun praktisi kesehatan dapat lebih memahami asuhan keperawatan pada anak
dengan ikterus dan dapat mengimplementasikan dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek. 2006. Nursing Interventions Classification (NIC).
Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta:
EGC.
Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcome Classifications (NOC). Mosby Year-Book, St. Louis
Price,
Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Ed 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda
G. Bare. 2001. Keperawatan medikal bedah
2, Ed 8. Jakarta: EGC.
Suryapost. 2011. 6 Cara Mencegah Sirosis Hati. Diakses http://suryapost.com/2011/01/6-cara-mencegah-sirosis-hati.html
(14 Maret
2015, pukul 14.01 WIB)
Wilkinson,
M. Judith dan nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9
Diagnosis NANDA Intervensi NIC Kreteria Hasil NOC. EGC: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar