Jumat, 11 September 2015

ASUHAN KEPERAWATAN SEROSIS HEPAR



KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuni-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Serosis Hepar”. Makalah ini disusun berdasarkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik III B Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.           Ns. Lantin Sulistyorini, M.Kep, selaku fasilitator matakuliah Keperawatan Klinik III B Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember;
2.           Ns. Ratna Sari Hardiani, M. Kep, selaku dosen pengajar;
3.           Ayah dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan perhatian dan dukungannya baik secara materil maupun non materil;
4.           Rekan-rekan satu kelompok yang sudah bekerjasama dan berusaha semaksimal mungkin sehingga makalah ini dapat terealisasi dengan baik;
5.           Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.


Jember, April 2015                                                                                          Penulis








DAFTAR ISI


Halaman Judul
Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1  Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2  Tujuan......................................................................................................... 1
1.3  Implikasi Keperawatan.............................................................................. 2
BAB 2. TINJAUAN TEORI........................................................................... 3
2.1 Pengertian................................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi................................................................................................ 4
2.3 Etiologi ........................................................................................................ 7
2.4 Tanda dan Gejala....................................................................................... 8
2.5 Patofisiologi................................................................................................. 9
2.6 Komplikasi.................................................................................................. 11
2.7 Pengobatan.................................................................................................. 11
2.8 Pencegahan................................................................................................. 13
BAB 3.  PATHWAYS........................................................................................ 14
BAB 4. ASUHAN KEPETAWATAN........................................................... 15
4.1 Pengkajian................................................................................................... 15
4.2 Diagnosa...................................................................................................... 17
4.3 Perencanaan................................................................................................ 19
4.4 Pelaksanaan................................................................................................ 26
4.5 Eavluasi....................................................................................................... 28
BAB 5. PENUTUP........................................................................................... 30
5.1 Kesimpulan................................................................................................. 30
5.2 Saran............................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 31
           

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500gr atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak lentur dan tercetak oleh struktur sekitarnya. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pancreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis.
Hati berperan penting dalam metabolisme tiga makronutrien yang dihantarkan oleh vena porta pasca absorpsi di usus. Bahan makanan tersebut adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikoginesis). Dari depot glikogen ini, glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh.  Jika hati mengalami gangguan, maka metabolisme tubuh tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Salah satu contoh gangguan hati adalah Sirosis Hepar.
Sirosis Hepar adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distoris arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap.

1.2  Tujuan
1.2.1     Mengetahui pengertian Sirosis Hepar;
1.2.2     Mengetahui epidemiologi Sirosis Hepar;
1.2.3     Mengetahui etiologi Sirosis Hepar;
1.2.4     Mengetahui tanda dan gejala  Sirosis Hepar;
1.2.5     Mengetahui patofisiologi Sirosis Hepar;
1.2.6     Mengetahui manifestasai klinis Sirosis Hepar;
1.2.7     Mengetahui komplikasi dan prognosis Sirosis Hepar;
1.2.8     Mengetahui pencegahan  Sirosis Hepar;
1.2.9     Mengetahui pengobatan  Sirosis Hepar;
1.2.10 Mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sirosis Hepar;

1.3  Implikasi Keperawatan
Sebagai perawat, kita dituntut mampu untuk memberikan asuhan keperawatan secara optimal pada pasien. Jika asuhan keperawatan yang diberikan perawat mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, intervensi hingga evaluasi dapat dilaksanakan dengan tepat dan baik, serta dapat membantu pasien dengan sirosis hepar  untuk dapat mempertahankan kondisi kesehatannya. Dari pengkajian, kita mendapatkan gejala-gejala dan tanda-tanda khas dari serosis hepar. Ketika kita mengetahui bahwa ada seseorang yang mengeluh tanda dan gejala dari sirosis hepar kita dapat langsung memvalidasi data kemudian menganalisanya. Setelah analisa kita pikir tepat, kita pun dapat mengambil masalah keperawatan apa saja yang terjadi pada orang tersebut. Kemudian dapat kita rumuskan diagnosa keperawatan.
Setelah diagnosa ini kita rumuskan, perawat membuat rencana asuhan keperawatan yang mempunyai tujuan dan kriteria hasil. Diharapkan dengan adanya pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan tersebut, masalah pasien dapat teratasi (setengah ataupun keseluruhan). Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan diaplikasikan, perawat lalu membuat evaluasi yang berguna untuk mengetahui efektivitas tindakan keperawatan yang telah dilakukan kepada pasien tersebut. Dari evaluasi, kita dapat mengkaji lagi data-data kesehatan, bukan hanya sebatas aspek biologis saja. Data-data tersebut dapat berupa aspek psikologis, sosial, dan spiritual. Ketika perawat memberikan asuhan keperawatannya secara holistik dan komprehensif kepada pasien, masalah kesehatan yang dialami pasien dapat tertangani dengan baik. Sehingga  pasien dapat kembali pada kondisinya yang optimal.









BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1  Pengertian
Istilah Sirosis diberikan petama kali oleh Laennec tahun 1819, yang berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning orange (orange yellow), karena terjadi perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Price & Willson, 2005, hal : 493).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang dikarakteristikkan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati (Doenges, dkk, 2000, hal: 544).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.

2.2  Epidemiologi
2.2.1        Distribusi dan Frekuensi
a.       Menurut Orang
Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika Seikat tahun 2001 sebesar13,2 per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di kita-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 1,5 sampai 2:1. Hasil penelitian Suyono dkk tahun 2006 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan pasien sirosis hati laki-laki (71%) lebih banyak dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun merupakan kelompok umur yang terbanyak. Ndraha melaporkan selama Januari –Maret 2009 di Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki dan 36,7 % wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60 tahun.
b.      Tempat
Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya berbeda-beda tiap negara. Pada periode 1999-2004 insidensi sirosis hati di Norwegia sebesar 13,4 per 100.000 penduduk. Dalam kurun waktu lima tahun (2000-2005) dari data yang dikumpulkan dari Rumah Sakit Adam Malik Medan, Klinik Spesialis Bunda dan Rumah Sakit PTPN II Medan, ditemukan 232 penderita sirosis hati.
c.       Waktu
Pada tahun 2001di Islandia insidensi sirosis hati 4% dan tahun 2002 sebesar 2,4%. Pada tahun 2002, PMR sirosis hati di dunia yaitu 1,7%. Di Modolvo terjadi peningkatan, dimana pada tahun 2002 CSDR sirosis hati 89,2% per 100.000 penduduk (CSDR 2002), dan pada tahun 2004 sebesar 99,2% (CSDR 2004). Di Amerika Serikat terjadi peningkatan persentase kematian akibat sirosis hati sebesar 3,4 % dari. tahun 2006 ke tahun 2007.
2.2.2        Faktor Risiko
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan antara lain:
a.       Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4% penderita kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85% penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah
b.      Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis, maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
c.       Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol
d.      Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.
e.       Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1.      Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2.      Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
f.       Sebab-Sebab Lain
1.      Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis sentrilobuler.
2.      Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
3.      Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris.
4.      Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50% kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40% . sejumlah 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang bukan B atau C.

2.3  Etiologi
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada  dua penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
a.       Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
b.      Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang  bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.
c.       Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1.      Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2.      Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.



Menurut FKUI, 1999, penyebab sirosis hepatis antara lain:
1.      Malnutrisi
2.      Alkoholisme, karena sifat alkohol itu sendiri yang merupakan zat toksik bagi tubuh yang langsung terabsorbsi oleh hati yang dapat juga mengakibatkan perlemakan hati.
3.      Virus hepatis
4.      Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
5.      Hemokromatosis (kelebihan zat besi), karena akan memperberat kerja hati sehingga hati tidak dapat mengolah zat besi yang dapat diabsorbsi tubuh tetapi zat besi akan tertimbun dalam jumlah banyak yang dapat menyebabkan sirosis hepar.
6.      Penyakit wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan)
7.      Zat toksik

2.4  Tanda dan Gejala
2.4.1        Gejala
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
2.4.2        Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a.       Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.

b.      Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c.        Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d.      Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.

2.5  Patofisiologi
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis. Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteriasplangnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan dan lama-kelamaan menyebabkan asites dan juga edema. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui penyebabnya, misal dikarenakan alkohol, hepatitis virus, malnutrisi, hemokromatis, penyakit Wilson dan juga ada yang tidak diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis kriptogenik. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul.





2.6  Komplikasi dan Prognosis
2.6.1        Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
a.       Hipertensi portal
b.      Coma/ ensefalopaty hepatikum
c.       Hepatoma
d.      Asites
e.       Peritonitis bakterial spontan
f.       Kegagalan hati (hepatoselular)
g.      Sindrom hepatorenal
2.6.2        Prognosis

2.7  Pengobatan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:
2.7.1        Simtomatis
2.7.2        Supportif, yaitu:
a.    Istirahat yang cukup
b.    Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c.    Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari
1.      Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3xseminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu.
2.      Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yanglebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
3.      Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
d.    Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti
1. Astises
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic
2.7.1        Ad. Asites
Dalat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas:
a.       Istirahat
b.      diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
c.       Diuretik
d.      Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.




2.8     Pencegahan
Ada 6 cara yang patut dilakukan untuk mencegah sirosis hati, antara lain:
2.8.1        Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Jagalah kebersihan diri. Mandilah sebersih mungkin menggunakan sabun. Baju juga harus bersih. Cuci tangan sehabis mengerjakan sesuatu. Perhatikan pula kebersihan lingkungan. Hal itu untuk menghindari berkembangnya berbagai virus yang sewaktu-waktu bisa masuk kedalam tubuh kita
2.8.2        Hindari penularan virus hepatitis
Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis hati. Caranya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi virus. Juga tidak melakukan hubungan seks dengan penderita hepatitis.
2.8.3        Gunakan jarum suntik sekali pakai.
Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai penderita hepatitis kemudian digunakan kembali untuk menyuntik orang lain, maka orang itu bisa tertular virus.
2.8.4        Pemeriksaan darah donor
Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Permriksaan darah donor perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar virus hepatitis.bila darah mengandung virus hepatitis penerima donor akan tertular dan berisiko terkena sirosis.
2.8.5        Tidak mengkonsumsi alkohol
Hindari mengkonsumsi alkohol, barang haram ini terbukti merusak fungsi organ tubuh, termasuk hati. Bila sudah terlanjur sering mengkonsumsi minuman beralkohol, hentikan kebiasaan itu.
2.8.6        Melakukan vaksin hepatitis
Lakukan vaksin hepatitis. Vaksin dapat mencegah penularan virus hepatitis sehingga dapat juga terhindar dari sirosis hati.







BAB 3. PATHWAY



                                                                                                          







BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1    Pengkajian
1.    Identitas pasien
Dalam identitas pasien harus mencakup nama, tempat tanggal lahir, usia, jenis kelamin, pekerjaan, suku, agama.
2.    Keluhan utama
Pada anak yang mengalami sirosis hati biasanya terlihat adanya pembesaran perut disertai mual dan lemas.
3.    Riwayat penyakit sekarang
Anak yang mengalami sirosis hepar biasanya mengalami beberapa tanda dan gejala berikut, diantaranya: mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut terasa kembung, mual, berat badan menurun, pada laki laki dewasa timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar,
4.    Riwayat penyakit masa lalu
Dalam mengkaji riwayat penyakit dahulu, kita tanyakan apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama dimasa lampau.
5.    Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji apakah di keluarga ada yang menderita penyakit yang berhubungan dengan sirosis hepar
6.    Riwayat Pemberian Imunisasi
Imunisasi yang biasanya diberikan untuk mencegah anak mengalami serosis hepar adalah dengan penyuntikan immunoglobin ketika bayi baru lahir. Selain itu, ketika anak sudah berusia 2 tahun diberikan vaksinasi hepatitisyang diberikan rutin setiap enam bulan sekali.
7.    Observasi
A.    Keadaan umum
Mengkaji tanda tanda vital pasien meliputi suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah. Selain itu juga perlu mengkaji kesadaran pasien, apakah pasien dalam keadaan compos mentis, apatis, delirium, somnolen atau koma.

B.     Pola fungsi kesehatan
a.       Aktivitas
Anak yang mengalami sirosis hepar akan sering mengalami kelelahan, dikarenakan adanya penurunan tonus otot.
b.      Eliminasi
Pada anak dengan sirosis hepar, memiliki warna fese hitam pekat dan urine yang berwarna seperti teh.
c.       Nutrisi
Berat badan anak dengan sirosis hepar akan menurun, dikarenakan anak akan sering merasa mual dan muntah, sehingga mengalami anoreksia.
d.      Neurosensori
Serosis hepar juga dapat menimbulkan efek buruk bagi mental sang anak. Karena dampak serius yang dapat ditimbulkan oleh penyakit ini adalah terjadinya kemunduran mental.
e.       Nyeri/kenyamanan
Anak yang mengalami serosis hepar akan mengalami nyeri tekan pada bagian abdomen/ nyeri kuadran kanan atas
f.       Konsep diri
Persepsi orang tua dan anak terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
g.      Hubungan-peran
Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat dan pengobatan anak dengan sirosis hepar.
h.      Seksualitas
Pada orang dewasa mengalami gangguan menstruasi, impoten. Namun pada anak biasanya tidak ada gangguan dalam reproduksi.

C.     Pemeriksaan fisik
a.       Keadaan umum
Pasien tampak lemah, kesadaran komposmentis (sadar)
b.      Pemeriksaan tanda vital
TD: 100/60 mmhg, suhu tubuh: 37,5°C, RR: 25kali/menit, nadi: 90kali/menit (regular)
c.       Kepala
Kulit kepala lembab, tidak ada lesi dikepala, wajah pucat
d.      Mata
Sclera ikterik, konjungtiva anemis
e.       Dada
Inspeksi: penggunaan otot aksesoris pernafasan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Perkusi: sonor
Auskultasi: suara abnormal paru (rales)
f.       Abdomen
Inspeksi: perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen
Palpasi: ada nyeri tekan ulu hati, ascites/tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras
Auskultasi: adanya penurunan bising usus
g.      Ekstremitas
Adanya edema, penurunan kekuatan otot.

4.2    Diagnosa Keperawatan
1.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya protein plasma
2.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya asites
3.    Resiko pendarahan berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin, fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan protrombin) dan hipertensi portal.
4.    Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot abdomen
5.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy




























4.3    Perencanaan
1.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya protein plasma
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kreteria Hasil
Intervensi keperawatan
Rasional
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya protein plasma, ditandai dengan:
DS:
a.     Orang tua sang anak mengatakan perut sang anak bertambah besar
b.     Orang tua sang anak mengatakan bahwa  kedua kaki anaknya bengkak
DO:
a.    Adanya asites, shifting dullness (+), fluid wave  (+)
b.    Edema ekstremitas bawah
c.    Nilai Hb 9,5 mg/dl, Ht 30%

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan yang dibuktikan dengan:
1.    Asites dan edema berkurang
2.    Terjadi keseimbangan intake dan output cairan
(TD: 100/60 mmhg, suhu tubuh: 37,5°C, RR: 25kali/menit, nadi: 90kali/menit)

Mandiri
1.    Monitor intake dan output cairan

2.    Monitor tanda tanda vital





3.    Evaluasi derajat edema (pada skala +1 sampai +4)

4.    Timbang berat badan setiap hari

5.    Ukur lingkar perut setiap hari




Kolaborasi
6.    Kolaborasi dalam pemberian obat diuretic


7.    Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi
Menunjukkan status volume sirkulasi, melihat keseimbangan cairan tubuh

Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler

Edema terjadi terutama pada jaringan yang bergantung pada tubuh (tangan, kaki)

Peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut

Menunjukkan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/cairan kedalam area peritoneal

Digunakan untuk mengontrol edema dan asites. Menghambat efek aldosteron, meningkatkan ekskresi air

Natrium dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan dalam area ekstravaskuler

2.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya asites
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kreteria Hasil
Intervensi keperawatan
Rasional
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya asites, ditandai dengan:
DS:
a.    Orang tua sang anak mengatakan anaknya sering mual
b.    Orang tua sang anak mengatakan bahwa anaknya kurang nafsu makan
DO:
a.       Asites (+)
b.      Nilai laboratorium albumin 2,5 g/dl


Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam kebutuhan nutrisi pasien tercukupi dengan baik yang dibuktikan dengan:
1.    Nafsu makan meningkat
2.    Mual berkurang/hilang
3.    Menunjukkan nilai laboratorium normal
Mandiri
1.    Bantu dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alas an diet. Beri pasien makan apabila pasien mudah lelah, biarkan orang terdekat membantu pasien untuk makan. Pertimbangkan pilihan makanan yang disukai
2.    Berikan makanan sedikit dan sering


3.    Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi
4.    Berikat perawatan mulut sebelum dan setelah makan



Kolaborasi
5.    Awasi pemeriksaan laboratorium (glukosa, albumin, total protein, ammonia)
6.    Berikan obat antiemetic sesuai indikasi
Diet yang tepat penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin akan makan lebih baik apabila keluarga terlibat dan makan makanan yang dia sukai.

Buruknya toleransi terhadap makan dapat behubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen/asites.

Pendarahan dari varises esophagus dapat terjadi pada serosis berat.

Pasien cenderung mengalami luka atau pendarahan gusi dan rasa tidak enak pada mulut yang dapat menambah anoreksia

Glukosa menurun karena gangguan glikogenesis, penurunan simpanan glikogen, atau masukan tidak adekuat.

Protein menurun karena gangguan metabolisme, penurunan sistesis hepatic.

Peningkatan kadar ammonia perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius

Digunakan dengan hati hati untuk menurunkan mual/muntah dan mengingkatkan asupan makanan

3.    Resiko pendarahan berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin, fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan protrombin) dan hipertensi portal.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kreteria Hasil
Intervensi Keperawatan
Rasional
Resiko pendarahan berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin, fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan protrombin) dan hipertensi portal, ditandai dengan:
DS:
a.    Orang tua sang anak mengatakan bahwa sang anak sering mimisan
b.    Orang tua sang anak mengatakan bahwa BAB sang anak berwarna hitam sekitar 10 kali dalam sehari, muntah darah (+)
DO:
a.       BAB berwarna hitam
b.      Terdapat hematoma pada kedua tungkai

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam  tidak terjadi pendarahan yang dibuktikan dengan:
1.     Tidak menunjukkan adanya pendarahan
2.     Tedak terjadi hematoma
3.     Nilai laboratorium dalam batas normal (Hb, Ht, trombosit)
4.      TTV dalam batas normal (TD: 100/60 mmhg, suhu tubuh: 37,5°C, RR: 25kali/menit, nadi: 90kali/menit)

Mandiri
1.    Monitor tanda tanda vital
2.    Amati manifestasi hemoragi, ekimosis, epitaksis, peteki, pendarahan gusi
3.    Anjurkan pasien untuk menghindari aktivitas yang dapat membuat pasien mengejan saat defekasi, mengangkat barang berat, bersin, batuk, atau muntah
4.    Lakukan tindakan keamanan untuk mencegah cidera/pendarahan:
a.       Mempertahankan lingkungan yang aman
b.      Menyediakan sikat gigi yang lunak dan menghindari penggunaan tusuk gigi
c.       Menganjurkan makanan yang mengandung vitamin C
d.      Menggunakan jarum kecil saat melakukan peyuntikan
Kolaborasi
5.    Monitor nilai laboratorium
6.    Kolaborasi dalam pemberian obat vitamin K dan propanolol
7.    Kolaborasi dalam pemberian transfuse trombosit
Penurunan TD dan peningkatan nadi menunjukkan kehilangan volume cairan

Menunjukkan adanya perubahan pada mekanisme pembuluh darah

Meminimalkan pengingkatan tekanan intraabdominal yang dapat menimbulkan rupture atau pendarahan dari esophagus dan lambung

Untuk mengurangi resiko cidera/pendarahan

Indicator terjadinya pendarahan hati atau terjadinya komplikasi

Vitamin K untuk meningkatkan pembekuan darah dengan memberikan vitamin larut lemak yang diperlukan untuk mekanisme pembuluh darah

Propanolol berhuna untuk mengurangi tekanan portal melalui kerja penyekat beta adrenergic



Meningkatkan nilai trombosit pasien

4.    Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot abdomen

Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kreteria Hasil
Intervensi Keperawatan
Rasional
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot abdomen, ditandai dengan:
DS:
Sang anak kesakitan saat pemeriksaan palpasi dibagian abdomen
DO:
a.    Nyeri tekan (+) pada abdomen kuadran kanan atas
b.    H +1 pasca tindakan ligasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam  nyeri dapat berkurang atau hilang yang dibuktikan dengan:
1.      Skala nyeri berkurang
2.      Pasien tidak meringis kesakitan
3.      Pasien tidak merasa nyeri pada abdomen






Mandiri
1.      Monitor keluhan nyeri, skal nyeri, karakteristik nyeri

2.      Pertahankan tirah baring ketika pasien merasa nyeri
3.      Berikan teknik kenyamanan relaksasi nafas dalam dan perubahan posisi
4.      Berikan kompres hangat pada abdomen yang terasa nyeri
Kolaborasi
5.      Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic dan sedative sesuai yang diresepkan


Gejala nyeri dapat membantu mendiagnosa penyebab pendarahan

Mengurangi kebutuhan metabolic dan melindungi hati
Mengurangi nyeri yang ada

Agar pasien rileks dan nyeri berkurang

Mengurangi iritabilitas traktus GI dan nyeri serta gangguan rasa nyaman pada abdomen

5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy

Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kreteria Hasil
Intervensi Keperawatan
Rasional
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy, ditandai dengan:
DS:
Orang tua sang anak mengatakan bahwa sang anak sering terdiam setelah berktivitas
DO:
a.     Wajah pasien tampak lemas
b.     Pasien tampak lebih banyak diam

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam pasien melaporkan peningkatan energy dan partisipasi dalam aktivitas yang dibuktikan dengan:
1.      Peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien
2.      Pasien dapat beraktivitas seperti biasa



Mandiri
1.      Berikan diet tinggi kalori dan protein

2.      Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat

3.      Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap
Kolaborasi
4.      Berikan suplemen bitamin (A, B kompleks, C, dan K)

Memberikan kalori untuk tenaga dan protein untuk proses penyembuhan

Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien

Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan ercaya diri

Memberikan nutrient bagi pasien

4.4    Pelaksanaan
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Paraf
1.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya protein plasma

1.    Memonitor intake dan output cairan
2.    Memonitor tanda tanda vital
3.    Mengevaluasi derajat edema (pada skala +1 sampai +4)
4.    Menimbang berat badan setiap hari
5.    Mengukur lingkar perut setiap hari
6.    Mengkolaborasikan dalam pemberian obat diuretic
7.    Membatasi natrium dan cairan sesuai indikasi


2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya asites
1.    Membantu dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alas an diet. Beri pasien makan apabila pasien mudah lelah, biarkan orang terdekat membantu pasien untuk makan. Pertimbangkan pilihan makanan yang disukai
2.    Memberikan makanan sedikit dan sering
3.    Memberikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi
4.    Memberikan perawatan mulut sebelum dan setelah makan
5.    Mengawasi pemeriksaan laboratorium (glukosa, albumin, total protein, ammonia)
6.    Memberikan obat antiemetic sesuai indikasi

3.      Resiko pendarahan berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin, fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan protrombin) dan hipertensi portal.

1.    Memonitor tanda tanda vital
2.    Mengamati manifestasi hemoragi, ekimosis, epitaksis, peteki, pendarahan gusi
3.    Menganjurkan pasien untuk menghindari aktivitas yang dapat membuat pasien mengejan saat defekasi, mengangkat barang berat, bersin, batuk, atau muntah
4.    Melakukan tindakan keamanan untuk mencegah cidera/pendarahan:
a.       Mempertahankan lingkungan yang aman
b.      Menyediakan sikat gigi yang lunak dan menghindari penggunaan tusuk gigi
c.       Menganjurkan makanan yang mengandung vitamin C
d.      Menggunakan jarum kecil saat melakukan peyuntikan
5.    Memonitor nilai laboratorium

4.      Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot abdomen
1.    Memonitor keluhan nyeri, skal nyeri, karakteristik nyeri
2.    Mempertahankan tirah baring ketika pasien merasa nyeri
3.    Memberikan teknik kenyamanan relaksasi nafas dalam dan perubahan posisi
4.    Memberikan kompres hangat pada abdomen yang terasa nyeri
Mengkolaborasi dalam pemberian antispasmodic dan sedative sesuai yang diresepkan

5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy

1.    Memberikan diet tinggi kalori dan protein
2.    Memotivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
3.    Memotivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap
4.     Memberikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C, dan K)


4.5    Evaluasi
No
Diagnosa Keperawatan
Catatan Perkembangan
Paraf
1
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya protein plasma

S: orang tua pasien mengatakan bahwa pembengkakan pada kaki anaknya telah berkurang
O: edema pada kaki berkurang
A: tujuan tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan

2
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya asites
S: orang tua anak mengatakan “ anak sayasekarang sudah mau makan banyak sus.”
O: anak tidak mengalami mual, dan nafsu makan bertambah
A: tujuan tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan

3
Resiko pendarahan berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin, fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan protrombin) dan hipertensi portal.
S: orang tua anak mengatakan bahwa feses anaknya tidak lagi berwarna hitam, dan sang anak tidak lagi mimisan
O: tidak menunjukkan adanya pendarahan
A: tujuan tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan

4
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot abdomen
S: orang tua anak mengatakan “anak saya masih sedikit kesakitan saat saya pegang perutnya sus.”
O: masih terdapat nyeri didaerah abdomen
A: tujuan tercpai sebagian
P: lanjutkan tindakan keperawatan

5
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy

S: orang tua anak mengatakan bahwa sang anak mulai aktif ketika diajak bermain
O: anak terlihat lebih aktif saat beraktivitas
A: tujuan tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan








                                                       
BAB 5. PENUTUP

5.1  Kesimpulan
Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati. Penyebab sirosis hati yaitu, virus hepatitis, zat hepatoksis atau alkoholisme, dan hemokromatis. Meiliki tanda dan gejala kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, dan adanya ikterus (penguningan).

5.2  Saran
Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit sirosis hepar  pada anak harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.Diharapkan dengan hadirnya makalah ini, mahasiswa maupun praktisi kesehatan dapat lebih memahami asuhan keperawatan pada anak dengan ikterus dan dapat mengimplementasikan dengan benar.











DAFTAR PUSTAKA

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek. 2006. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcome Classifications (NOC). Mosby Year-Book, St. Louis
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Ed 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan medikal bedah 2, Ed 8. Jakarta: EGC.
Suryapost. 2011. 6 Cara Mencegah Sirosis Hati. Diakses http://suryapost.com/2011/01/6-cara-mencegah-sirosis-hati.html (14 Maret 2015, pukul 14.01 WIB)
Wilkinson, M. Judith dan nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 Diagnosis NANDA Intervensi NIC Kreteria Hasil NOC. EGC: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar