ILMU KEPERAWATAN KLINIK IIIB (IKK IIIB)
DIARE
MAKALAH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul Diare.
Dalam proses
penelitian dan penulisan tidak terlepas dari bantuan, dukungan dan doa dari
berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih
yang tulus kepada:
1.
Tuhan
Yang Maha Esa
2.
Ns.
Lantin Sulistyorini M.Kes., selaku Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Ilmu
Keperawatan Klinik IIIB
3.
Iis
Rahmawati, S.Kp., M.Kes., selaku Dosen
Pengajar Mata Kuliah Ilmu Keperawatan Klinik IIIB Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Jember
4.
Informan
yang telah sangat membantu penulis dengan memberikan informasi yang sangat
dibutuhkan
5.
Teman-teman
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember
Penulis menyadari
bahwa dalam melakukan penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga semua bermanfaat
bagi kita, Amin.
Jember,
3 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diare
adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya dan terjadi paling sdikit tiga kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10
g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10
g/kg/24 jam.
Diare pada anak
masih merupakan problem kesehatan dengan angka kematian yang masih tinggi
terutama pada anak umur 1-4 tahun, yang memerlukan penatalaksanaan yang tepat
dan memadai. Secara umum penatalaksanaan diare akut ditujukan untuk mencegah
dan mengobati, dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, malabsorpsi akibat
kerusakanmukosa usus, penyebab diare yang spesifik, gangguan gizi serta
mengobati penyakit penyerta.
Sebagian besar
dari diare akut disebabkan oleh karena infeksi. Banyak dampak yang dapat
terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat
dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam
basa. Bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat
mengalami invasi sistemik. Beberapa cara penanganan dengan menggunakan
antibiotika yang spesifik dan antiparasit, pencegahan dengan vaksinasi serta
pemakaian probiotik telah banyak diungkap di beberapa penelitian.
Resiko diare
pada anak apabila tidak di tangani adalah dehidrasi. Jika terserang diare, bisa
kehilangan lima liter air setiap hari. Bersama dengan air ini, kita juga
menghilangkan zat mineral (elektrolit) yang penting untuk fungsi tubuh yang
normal. Elektrolit utama adalah natrium dan kalium. Dehidrasi berat dapat
menyababkan tubuh menjadi syok dan dapat mematikan.
Bayi dan anak
merupakam kelompok umur yang sering mengalami diare, masalah ini biasanya di
timbulkan bukan hanya karena infeksi tetapi dapat pula disebabkana karena
kebersihan makanan intoleransi terhadap karbohidrat, lemak, dan protein. Jika
tidak ditangani akan menyebabkan kekurangan keseimbangan volume cairan dan
elektrolit (dehidrasi, syok hipovolemik) atau berakibat fatal atau kematian.
1.2
Tujuan
1.
Mengetahui
tentang pengertian diare pada anak
2.
Mengetahui
etiologi diare pada anak
3.
Mengetahu
patofisiologi diare pada anak
4.
Memahami
manifestasi klinis diare pada anak
5.
Mengetahui
dan memahami asuhan keperawatan yang tepat untuk diberikan kepada pasien anak
dengan diare
1.3
Implikasi Keperawatan
Untuk
tenaga kesehatan khususnya perawat , manfaat dari mempelajari dan memahami
konsep dasar keperawatan dengan pasien diare adalah meningkatkan mutu asuhan
keperawatan
1.4
BAB 2.
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Menurut World
Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan
bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam
sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah.
Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun
pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat
(Simatupang, 2004). Penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
termasuk bakteri, virus dan parasit lainnya seperti jamur, cacing dan protozoa.
Salah satu bakteri penyebab diare adalah bakteri Escherichia Coli
Enteropatogenik (EPEC). Budiarti (1997) melaporkan bahwa sekitar 55% anak-anak
di Indonesia terkena diare akibat infeksi EPEC. Gejala klinis diare yang
disebabkan infeksi EPEC adalah diare yang berair sangat banyak yang disertai
muntah dan badan sedikit demam.
Diare
adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari
biasanya ( 3 atau lebih per hari ) yang disertai perubahan bentuk dan
konsistensi tinja dari penderita. Secara klinis penyebab diare dapat
dikelompokkan dalam golongan 6 besar yaitu karena Infeksi, malabsorbsi, alergi,
keracunan, immuno defisiensi, dan penyebab lain, tetapi yang sering ditemukan
di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan.
Adapun penyebab-penyebab tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
misalnya keadaan gizi, kebiasaan atau perilaku, sanitasi lingkungan, dan
sebagainya.
2.2 Epidemiologi
Menurut Departemen
Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia pada tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk
semua golongan umur dan 1,5 episode
setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause
Specific Death Rate (CSDR) diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per
1000 balita. Kejadian diare pada anak
laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan secara
fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di negara yang sedang
berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari
sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan
turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003). Kejadian
diare di negara berkembang antara 3,5-7 episode setiap anak pertahun dalam dua
tahun pertama dan 2-5 episode pertahun dalam 5 tahun pertama kehidupan.
Departemen kesehatan RI dalam surveinya tahun 2000 mendapatkan angka kesakitan
diare sebesar 301/1000 penduduk, berarti meningkat dibanding survei tahun 1996
sebesar 280/1000 penduduk, diare masih merupakan penyebab kematian utama bayi
dan balita.
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enteric dan
meningkatkan resiko terjadinya diare. Perilaku tersebut antara lain tidak
memberi ASI secara penuuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang
tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi yang
diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman
karena botol susah dibersihkan.
2.3 Etiologi
Penyebab diare
dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
a.
Faktor
infeksi
1.
Infeksi
enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada
anak. Infeksi enteral ini meliputi :
a.
Infeksi
bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, dll
b.
Infeksi
virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, dll
c.
Infestasi
parasit : Cacing, Protozoa, Jamur
2.
Infeksi
parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar pencernaan, seperti Otitis
Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis
dsb. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun.
b.
Faktor
malabsorbsi
1.
Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida dan
Monosakarida. Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah
intoleransi laktosa.
2.
Malabsorbsi
lemak
3.
Malabsorbsi
protein
c.
Faktor
makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
d.
Faktor
psikologis : rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar.
e.
Faktor
Pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja
sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat
pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya
diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar
dengan penyakit (Giyantini, 2000).
f.
Faktor
Lingkungan
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu: sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan prilaku manbusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan prilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes RI,
2002).
g.
Faktor
Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena
itu, pengobatan dengan makanan yang baik merupakan komponen utama penyembuhan
diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal
karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi (Suharyono,
1989). Faktor gizi dilihat berdsarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang =
<90-70, buruk = <70 dengan BB per TB (Dyumadias, 1990).
Penyebab diare
ditinjau dari patofisiologinya yaitu:
1.
Diare
sekresi (virus/kuman, hiperperistaltik usus halus, defisiensi imun/SigA).
2.
Diare
osmotik (malabsorpsi makanan, kurang energi protein, bayi berat badan lahir
rendah)
Penyebab diare
ditinjau dari jenis diare yang diderita yaitu:
a.
Diare
akut
1.
Rotavirus
merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang paling sering.
2.
Bakteri
penyebab diare akut antara lain organisme Eschericia
coli dan Salmonella serta Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile dapat diberikan
terapi antibiotik.
3.
Penyebab
lain diare akut adalah infeksi lain (misal infeksi traktus urinarius dan
pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan, antibiotik, toksin yang
teringesti, irritable bowel syndrome, enterokolitis,
dan intoleransi terhadap laktosa.
b.
Diare
kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab berikut ini:
1.
Sindrom
malabsorpsi
2.
Defek
anatomis
3.
Reaksi
alergik
4.
Intoleransi
laktosa
5.
Respons
inflamasi
6.
Imunodefisiensi
7.
Gangguan
motilitas
8.
Gangguan
endokrin
9.
Parasit
10.
Diare
nonspesifik kronis
c.
Faktor
predisposisi diare antara lain usia yang masih kecil, malnutrisi, penyakit kronis,
penggunaan antibiotik, air yang terkontaminasi, sabitasi atau higiene buruk,
pengolahan dan penyimpanan makanan yang tidak tepat.
2.4
Tanda dan Gejala
Gejala-gejala yang ditunjukkan penderita diare antara lain :
- Anak
cengeng
- Suhu
meningkat
- Nafsu makan kurang
- Buang air besar menjadi kehijauan, karena
tercampur empedu.
- Muntah
Bila keadaan semakin berat akan terjadi dehidrasi dengan
gejala-gejala :
1.
Rasa
haus
2.
Mulut
kering
3.
Mata
cekung
4.
Pada
anak kelhiangan berat badan normal
5.
Bibir
kering
6.
Nadi
cepat dan lemah
Manifestasi
klinis berdasarkan tingkat keparahan diare yaitu:
1.
Diare
ringan dengan karakteristik sedikit pengeluaran feses yang encer tanpa gejala
lain
2.
Diare
sedang dengan karakterisitk pengeluaran feses cair atau encer beberapa kali,
peningkatan suhu tubuh, muntah dan iritabilitas (kemungkinan), tidak ada
tanda-tanda dehidrasi (biasanya), dan kehilangan berat badan atau kegagalan
menambah berat badan
3.
Diare
berat dengan karakteristik pengeluaran feses yang banyak, gejala dehidrasi
sedang sampai berat, terlihat lemah, menangis lemah, iritabilitas, gerakan yang
tak bertujuan, respons yang tidak sesuai, dan kemungkinan letargi, sangat
lemah, atau terlihat koma
2.5
Patofisiologi
Diare terjadi bila terdapat gangguan transport
terhadap air dan elektrolit pada saluran pencernaan yang menyebabkan terjadinya
peningkatan keenceran dan frekuensi tinja (Hidayat 2006). Diare infeksi
merupakan penyebab diare tersering. Diare infeksi terjadi karena disebakan oleh
makanan dan air yang terkontaminasi oleh bakteri, virus (Adenovirus enteric dan Robavirus),
dan parasit( Biardia Lambiachristopudium)
yang masuk melalui rute fecal-oral.
Contoh bakteri penyebab diare seperti Escherchia coli, Shigella sp, dan Salmonella S. Infeksi virus atau bakteri
tersebut dapat terjadi di usus halus distal atau usus besar (Netty
Febriyanti:2008). Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal
sehingga menurunkan area permukaan intestinal. Sel mast dalam mukosa usus
mengeluarkan histamine dan serotin. Histamin menyebabkan reaksi semacam
anafilatik local sehingga terjadi kontraksi otot halus yang mempengaruhi
pergerakan usus serta vasodilatasi yang menyebabkan keluarnya cairan usus.
Serotin dalam usus dapat mempengaruhi transfer air dan elektrolit dan
pengeluaran mucus oleh sel globet .
Diare non infeksius dapat disebakan oleh obat, toksin,
dan malabsorpsi, keracunan, alergi dan psikologi.Malabsorpsi disebakan karena
terganggunya enzim dalam tubuh. Enzim adalam suatu protein yang dibutuhkan
untuk memecahkan makanan sehingga menjadi bagian yang lebih mudah untuk diserap
oleh usus halus. Gejala malabsorpsi seperti kembung pada perut, nafsu makan
menurun, diare dan perut tidak nyaman. Diare akibat obat-obatan dapat terjadi
melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama air dapat ditarik kedalam lumen usus
secara osmotic. Kedua, ekosistem bakteri usus terganggu sehingga organism
patologis berkembang dan menyebabkan proses sekretonik dan inflamasi.
Mekanisme gangguan tersebut ada lima kemungkinan, yaitu (Daldiyono,
1990):
a. Osmolaritas intraluminer yang meningkat
(diare osmotic);
Diare
osmotic terjadi karena asupan dari bahan
makanan yang tidak dapat diabsorpsi dengan baik karena adanya penurunan area
intestinal, bahan makanan yang tidak dapat diabsorpsi tersebut larut dalam air
yang menyebabkan retensi air dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b.
Sekresi cairan dan elektrolit meningkat (diare sekretonik);
Diare sekretorik terjadi akibat peningkatan
sekresi ion-ion dalam lumen usus sehingga peningkatan jumlah cairan intra
lumen. Yang khas dari diare ini secara klinis ditemukan diare dengan volume
tinja yang banyak sekali meskipun tengah melakukan puasa makan/minum (Simadibrata
:2006). Masukan cairan yang kurang dapat menyebakan anoreksia dan turgor kulit
menurun. Obat obatan, hormone, toksin
dapat menyebabkan aktivitas sekretorik ini. Hormon yang diduga antara lain
gastrin, sekretin, kolesistokinin dan glikogen.
c. Absorbsi elektrolit berkurang;
Inflamasi yang terjadi di intestinal
menyebabkan penurunan absorpsi cairan dan elektrolit. Sejumlah cairan seperti
sodium potassium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstra seluler kedalam
tinja yang mengakibatkan dehidrasi, kekurangan elektrolit mengakibatkan
asidosis metabolic. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga kotoran tertimbun
dalam tubuh, terjadi penimbunan asam laktat dan terjadi anoreksia.
d. Motalitas usus yang meningkat
(hiperperistaltik) atau waktu transit yang pendek;
Peningkatan motalitas usus menyebabkan
penurunan waktu kontak antara makananan yang akan dicerna dengan mukosa usus
sehingga terjadi penurunan reabsorbi dan peningkatan cairan dalam tinja. Dapat
terjadi hipovolemik jaringan berkurang, terjadi hipoksia asidosis mengakibatkan
perdarahan diotak, kesadaran menurun, jika tidak segera ditangani menyebabkan
kematian.
e.
Sekresi eksudat (diare eksudat).
Makanan yang tidak dapat diabsorbsi dengan
baik, retensi dan sekresi ion, air, mucus, protein , sel darah putih meningkat
dalam lumen usus menyebabkan pembentukan eksudat dan tinja disertai lender atau
darah.
2.6
Komplikasi & Prognosis
2.6.1 Komplikasi
Sebagai
akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai
macam komplikasi, seperti:
a. Dehidrasi
(ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik dan hipertonik)
b. Renjatan
hipovolemik
c. Hipokalemia
d. Hipoglikemia
e. Intoleransi
laktosa sekunder
f. Kejang,
terutama pada dehidrasi hipertonik
g. Malnutrisi
energi protein
2.6.2 Prognosis
Banyak kemungkinan yang
akan terjadi jika anak mengalami diare.
Oleh karenanya penanganan harus dilakukan secara cepat dan tepat
terutama penangan pada pasien yang mengalami dehidrasi berat. Jika anak
mengalami dehidrasi berat dapat mengakibatkan rejatan atau syok hipovolemik. Adanya penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya
sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan
penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukkan pada anak
2.7
Pengobatan
2.7.1
Diare Akut
Semua anak dengan diare, harus diperiksa apakah menderita dehidrasi
dan klasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat, dehidrasi ringan atau sedang atau tanpa dehidrasi dan
beri pengobatan yang sesuai.
a.
Diare dengan dehidrasi berat
Anak
yang menderita dehidrasi berat memerlukan rehidrasi intravena secara cepat
dengan pengawasan yang ketat dan dilanjutkan dengan rehidrasi oral segera
setelah anak membaik. Pada daerah yang sedang mengalami KLB kolera, berikan
pengobatan antibiotik yang efektif terhadap kolera.
Curigai kolera pada anak umur di atas 2 tahun yang
menderita diare cair akut dan menunjukkan tanda dehidrasi berat, jika kolera
berjangkit di daerah tempat tinggal anak. Nilai dan tangani dehidrasi seperti penanganan diare akut lainnya. Beri pengobatan antibiotik oral yang sensitif untuk
strain Vibrio cholerae, di daerah tersebut. Pilihan lainnya adalah:
tetrasiklin, doksisiklin, kotrimoksazol, eritromisin dan kloramfenikol. Berikan
zinc segera setelah anak tidak muntah lagi.
Selanjutnya, pemantauan. Nilai kembali
anak setiap 15 – 30 menit hingga denyut nadi radial anak teraba. Jika hidrasi
tidak mengalami perbaikan, beri tetesan infus lebih cepat. Selanjutnya, nilai
kembali anak dengan memeriksa turgor, tingkat kesadaran dan kemampuan anak
untuk minum, sedikitnya setiap jam, untuk memastikan bahwa telah terjadi
perbaikan hidrasi. Mata yang cekung akan membaik lebih lambat dibanding tanda-tanda lainnya dan tidak begitu bermanfaat
dalam pemantauan.
Jika tanda
dehidrasi masih ada, ulangi
pemberian cairan intravena seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Dehidrasi
berat yang menetap (persisten) setelah pemberian rehidrasi intravena jarang
terjadi; hal ini biasanya terjadi hanya bila anak terus menerus BAB cair selama
dilakukan rehidrasi.
Jika kondisi
anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda dehidrasi ringan, hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4 jam. Jika anak
bisa menyusu dengan baik, semangati ibu untuk lebih sering memberikan
ASI pada anaknya.
Jika tidak
terdapat tanda dehidrasi, anjurkan ibu untuk menyusui anaknya lebih
sering. Lakukan observasi pada anak setidaknya 6 jam sebelum pulang dari rumah
sakit, untuk memastikan bahwa ibu dapat meneruskan penanganan hidrasi anak
dengan member larutan oralit.
Semua anak harus mulai minum larutan oralit (sekitar 5ml/kgBB/jam).
ketika anak bisa minum tanpa kesulitan (biasanya dalam waktu 3–4 jam untuk
bayi, atau 1–2 jam pada anak yang lebih besar). Hal ini memberikan basa dan
kalium, yang mungkin tidak cukup disediakan melalui cairan infus. Ketika
dehidrasi berat berhasil diatasi, beri tablet zinc.
b. Diare dengan Dehidrasi Sedang atau Ringan
Pada umumnya, anak-anak dengan dehidrasi sedang/ringan harus diberi
larutan oralit, dalam waktu 3 jam pertama di klinik saat anak berada dalam
pemantauan dan ibunya diajari cara menyiapkan dan memberi larutan oralit.
Diagnosis: jika anak memiliki dua atau lebih tanda berikut, anak menderita dehidrasi ringan/sedang yaitu:
a.
Gelisah/rewel
b.
Haus
dan minum dengan lahap
c.
Mata
cekung
d.
Cubitan
kulit perut kembalinya lambat
Perhatian: Jika anak hanya menderita salah satu dari tanda di atas
dan salah satu tanda dehidrasi berat (misalnya: gelisah/rewel dan malas minum),
berarti anak menderita dehidrasi sedang/ringan.
Tatalaksananya yaitu:
a.
Pada
3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai dengan
berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak tidak diketahui),
seperti yang ditunjukkan dalam bagan 15 berikut ini. Namun demikian, jika anak
ingin minum lebih banyak, beri minum lebih banyak.
b.
Tunjukkan
pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu sendok teh setiap 1 – 2
menit jika anak berumur di bawah 2 tahun; dan pada anak yang lebih besar,
berikan minuman oralit lebih sering dengan menggunakan cangkir.
c.
Lakukan
pemeriksaan rutin jika timbul masalah
1)
Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih lambat
(misalnya 1 sendok setiap 2 – 3 menit)
2)
Jika kelopak mata anak
bengkak, hentikan
pemberian oralit dan beri minum air matang atau ASI.
d.
Nasihati
ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau.
e.
Jika ibu tidak dapat
tinggal di klinik hingga 3 jam,
tunjukkan pada ibu cara menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus
oralit secukupnya kepada ibu agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah
ditambah untuk rehidrasi dua hari berikutnya.
f.
Nilai
kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang terlihat
sebelumnya
(Catatan: periksa kembali anak sebelum 3
jam bila anak tidak bisa minum larutan oralit atau keadaannya terlihat
memburuk.)
1.
Jika tidak terjadi
dehidrasi, ajari ibu
mengenai empat aturan untuk perawatan di rumah
(i)
beri
cairan tambahan.
(ii)
beri
tablet Zinc selama 10 hari
(iii) lanjutkan pemberian minum/makan
(iv) kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:
a)
anak
tidak bisa atau malas minum atau menyusu
b)
kondisi
anak memburuk
c)
anak
demam
d)
terdapat
darah dalam tinja anak
2. Jika anak masih mengalami dehidrasi
sedang/ringan, ulangi pengobatan untuk 3 jam berikutnya dengan larutan
oralit, seperti di atas dan mulai beri anak makanan, susu atau jus dan berikan
ASI sesering mungkin.
3. Jika timbul tanda
dehidrasi berat
4. Meskipun
belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum
oralit misalnya karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan cara:
beri cairan intravena secepatnya.
5. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam.
6. Juga beri
oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum.
7. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.
Beritahu ibu berapa banyak tablet zinc yang
diberikan kepada anak: Di bawah umur 6
bulan: ½ tablet (10 mg) per hari6 bulan ke atas: 1 tablet (20 mg) per hari. Melanjutkan pemberian makan yang
bergizi merupakan suatu elemen yang penting dalam tatalaksana diare.
a.
ASI
tetap diberikan
b.
Meskipun
nafsu makan anak belum membaik, pemberian makan tetap diupayakan pada anak
berumur 6 bulan atau lebih.
Jika
anak biasanya tidak diberi ASI, lihat kemungkinan untuk relaktasi (yaitu memulai lagi pemberian ASI setelah dihentikan)
atau beri susu formula yang biasa diberikan. Jika anak berumur 6 bulan atau
lebih atau sudah makan makanan padat, beri makanan yang disajikan secara segar
dan dimasak, ditumbuk atau digiling.
Berikut adalah makanan yang direkomendasikan:
1. Sereal atau makanan lain yang mengandung zat tepung dicampur dengan
kacang-kacangan, sayuran dan daging/ikan, jika mungkin, dengan 1-2 sendok teh
minyak sayur yang ditambahkan ke dalam setiap sajian.
2. Makanan Pendamping ASI lokal yang direkomendasikan dalam pedoman Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) di daerah tersebut.
3. Sari buah segar seperti
apel, jeruk manis dan pisang dapat diberikan untuk penambahan kalium.
Bujuk
anak untuk makan dengan memberikan makanan setidaknya 6 kali sehari. Beri
makanan yang sama setelah diare berhenti dan beri makanan tambahan per harinya
selama 2 minggu.
c.
Diare
Tanpa Dehidrasi
Anak
yang menderita diare tetapi tidak mengalami dehidrasi harus mendapatkan cairan
tambahan di rumah guna mencegah terjadinya dehidrasi. Anak harus terus mendapatkan
diet yang sesuai dengan umur mereka, termasuk meneruskan pemberian ASI.
Diagnosis
Diare tanpa dehidrasi dibuat bila anak tidak mempunyai dua atau lebih tanda
berikut yang dicirikan sebagai dehidrasi ringan/sedang atau berat.
1)
Gelisah/
rewel
2)
Letargis
atau tidak sadar
3)
Tidak
bisa minum atau malas minum
4)
Haus
atau minum dengan lahap
5)
Mata
cekung
6)
Cubitan
kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat (Turgor jelek)
Tatalaksananya yaitu:
1)
Anak
dirawat jalan.
2)
Ajari
ibu mengenai 4 aturan untuk perawatan di rumah:
a)
beri
cairan tambahan
b)
beri
tablet Zinc
c)
lanjutkan
pemberian makan
d)
nasihati
kapan harus kembali
3)
Beri
cairan tambahan, sebagai berikut:
a)
Jika
anak masih mendapat ASI, nasihati ibu untuk menyusui anaknya lebih sering dan
lebih lama pada setiap pemberian ASI. Jika anak mendapat ASI eksklusif, beri
larutan oralit atau air matang sebagai tambahan ASI dengan menggunakan sendok.
Setelah diare berhenti, lanjutkan kembali ASI eksklusif kepada anak, sesuai
dengan umur anak.
b)
Pada
anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri satu atau lebih cairan di bawah
ini:
1.
larutan
oralit
2.
cairan
rumah tangga (seperti sup, air tajin, dan kuah sayuran)
3.
air
matang
4.
Untuk
mencegah terjadinya dehidrasi, nasihati ibu untuk memberi cairan tambahan –
sebanyak yang anak dapat minum:
5.
untuk
anak berumur < 2 tahun, beri + 50–100 ml setiap kali anak BAB
6.
untuk
anak berumur 2 tahun atau lebih, beri + 100–200 ml setiap kali anak BAB.
Ajari
ibu untuk memberi minum anak sedikit demi sedikit dengan menggunakan cangkir.
Jika anak muntah, tunggu 10 menit dan berikan kembali dengan lebih lambat. Ibu
harus terus memberi cairan tambahan sampai diare anak berhenti. Ajari ibu untuk
menyiapkan larutan oralit dan beri 6 bungkus oralit (200 ml) untuk dibawa
pulang.
Beri tablet zinc
a.
Ajari
ibu berapa banyak zinc yang harus diberikan kepada anaknya:
b.
Di
bawah umur 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari Umur 6 bulan ke atas : 1 tablet
(20 mg) per hari Selama 10 hari
c.
Ajari
ibu cara memberi tablet zinc:
1. Pada bayi: larutkan tablet zinc pada sendok dengan sedikit air
matang, ASI perah atau larutan oralit.
2. Pada anak-anak yang lebih besar: tablet dapat dikunyah atau
dilarutkan Ingatkan ibu untuk memberi tablet zinc kepada anaknya selama 10 hari
penuh.
3. Lanjutkan pemberian makan
4. Nasihati ibu kapan harus kembali untuk kunjungan ulang
Nasihati ibu untuk membawa anaknya kembali jika anaknya bertambah
parah, atau tidak bisa minum atau menyusu, atau malas minum, atau timbul demam,
atau ada darah dalam tinja. Jika anak tidak menunjukkan salah satu tanda ini
namun tetap tidak menunjukkan perbaikan, nasihati ibu untuk kunjungan ulang
pada hari ke-5. Nasihati juga bahwa pengobatan yang sama harus diberikan kepada
anak di waktu yang akan datang jika anak mengalami diare lagi.
2.7.2 Diare Persisten
Menurut WO (2009) diare persisten adalah
diare akut dengan atau tanpa disertai darah dan berlanjut sampai 14 hari atau
lebih. Jika terdapat dehidrasi sedang atau berat, diare persisten
diklasifikasikan sebagai “berat”. Jadi diare persisten adalah bagian dari diare
kronik yang disebabkan oleh berbagai penyebab. Panduan berikut ditujukan untuk
anak dengan diare persisten yang tidak menderita gizi buruk. Anak yang
menderita gizi buruk dengan diare persisten, memerlukan perawatan di rumah
sakit dan penanganan khusus Pada daerah
yang mempunyai angka prevalensi HIV tinggi, curigai anak menderita HIV
jika terdapat tanda klinis lain atau faktor risiko. Lakukan pemeriksaan
mikroskopis tinja untuk melihat adanya isospora.
a. Diare
Persisten Berat
Diagnosis:
Bayi
atau anak dengan diare yang berlangsung selama ≥ 14 hari, dengan tanda
dehidrasi, menderita diare persisten berat sehingga memerlukan perawatan di rumah
sakit.
Tatalaksana:
Nilai anak untuk tanda
dehidrasi dan beri cairan sesuai
Rencana Terapi B atau C. Larutan oralit efektif bagi kebanyakan anak dengan
diare persisten. Namun demikian, pada sebagian kecil kasus, penyerapan glukosa
terganggu dan larutan oralit tidak efektif. Ketika diberi larutan oralit,
volume BAB meningkat dengan nyata, rasa haus meningkat, timbul tanda dehidrasi
atau dehidrasi memburuk dan tinja mengandung banyak glukosa yang tidak dapat
diserap. Anak ini memerlukan dehidrasi intravena sampai larutan oralit bisa
diberikan tanpa menyebabkan memburuknya diare.
Pengobatan
rutin diare persisten dengan antibiotik tidak efektif dan tidak boleh
diberikan. Walaupun demikian pada anak yang mempunyai infeksi non intestinal
atau intestinal membutuhkan antibiotik khusus. Periksa setiap anak dengan diare persisten apakah menderita infeksi
yang tidak berhubungan dengan
usus seperti pneumonia, sepsis, infeksi saluran kencing, sariawan mulut
dan otitis media. Jika ada, beri pengobatan yang tepat.
a.
Beri
pengobatan sesuai hasil kultur tinja (jika bisa dilakukan).
b.
Beri zat gizi mikro dan vitamin yang sesuai.
c.
Obati diare persisten yang disertai darah dalam
tinja dengan antibiotic oral yang efektif untuk Shigella .
d.
Berikan pengobatan untuk amubiasis (metronidazol oral: 50 mg/kg, dibagi 3 dosis, selama 5 hari) hanya
jika:
1)
pemeriksaan
mikroskopis dari tinja menunjukkan adanya trofozoit Entamoeba histolytica dalam sel darah; ATAU
2)
dua
antibiotik yang berbeda, yang biasanya efektif untuk shigella, sudah diberikan
dan tidak tampak adanya perbaikan klinis.
e. Beri
pengobatan untuk giardiasis (metronidazol:
50 mg/kg, dibagi 3 dosis, selama 5 hari) jika kista atau trofosoit Giardia
lamblia terlihat di tinja.
f. Beri
metronidazol 30 mg/kg dibagi 3 dosis, bila ditemukan Clostridium defisil (atau tergantung hasil kultur). Jika ditemukan Klebsiela spesies
atau Escherichia coli patogen,
antibiotik disesuaikan dengan hasil sensitivitas dari kultur.
Perhatian
khusus tentang pemberian makan sangat penting diberikan kepada semua anak
dengan diare persisten. ASI harus terus diberikan sesering mungkin selama anak
mau.
Prinsip pengobatan diare adalah:
a.
Rehidrasi, yaitu
mengganti cairan yang hilang, dapat melalui mulut (minum) maupun melalui infus
(pada kasus dehidrasi berat).
b.
Pemberian makanan yang
adekuat dan jangan sampai memuasakan anak. Pemberian makanan seperti yang
diberikan sebelum sakit harus dilanjutkan, termasuk pemberian ASI. Pada diare
yang ringan tidak diperlukan penggantian susu formula.
2.8
Pencegahan
Diare umumnya ditularkan melaui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly dan Finger.
Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus
rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan adalah:
1.
Penyiapan makanan yang
higienis
2.
Penyediaan air minum
yang bersih
3.
Kebersihan perorangan
4.
Cuci tangan sebelum
makan
5.
Pemberian ASI eksklusif
6.
Buang air besar pada
tempatnya (WC, toilet)
7.
Tempat buang sampah
yang memadai
8.
Berantas lalat agar
tidak menghinggapi makanan
9.
Lingkungan hidup yang
sehat
10. Teruskan pemberian Air Susu Ibu (ASI)
11. Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang untuk pemberian makanan
pendamping ASI setelah bayi berusia 4 bulan.
12. Menjaga kebersihan dengan menjadikan kebiasaan mencuci tangan untuk seluruh
anggota keluarga. Cucilah tangan sebelum makan atau menyediakan makanan
untuk anak.
13. Ingat untuk menjaga kebersihan dari makanan atau minuman yang kita makan.
Juga kebersihan perabotan makan ataupun alat bermain si kecil.
14. Teruskan Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
15. Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang untuk pemberian makanan
pendamping ASI setelah bayi berusia 4 bulan.
16. Ingat untuk menjaga kebersihan dari makanan
atau minuman yang kita makan. Juga kebersihan perabotan makan ataupun alat
bermain anak.
BAB 3.
PATHWAYS
Terlampir
BAB 4.
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Diare dapat terjadi melalui beberapa faktor diantaranya yaitu faktor infeksi dan faktor
malabsorbsi. Pada faktor infeksi terdapat infeksi enteral yang merupakan infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas,
dsb), infeksi virus (Enterovirus,
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis)
dan jamur (C. albicans). Selanjutnya yaitu infeksi parenteral yang merupakan
infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis
media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Sedangkan pada faktor malabsorbsi yaitu malabsorbsi karbohidrat, diantaranya disakarida
(intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang
terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi
lemak dan protein. Faktor malabsorbsi meliputi, faktor makanan dan faktor psikologis.
Pada faktor makanan diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi,
beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu, sedangkan pada faktor
psikologis diare dapat terjadi karena
faktor psikologis (rasa takut dan cemas), hal ini jarang terjadi tetapi dapat
ditemukan pada anak yang lebih besar. Selain faktor faktor yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat mendorong terjadinya diare antara lain keadaan
gizi, sosio, demografi, lingkungan dan perilaku. Data pengkajian dapat
meliputi:
a. Identitas Klien:
1. Nama
Nama klien dibutuhkan sebagai identitas klien.
2. Jenis Kelamin
Tidak ada perbedaan yang dominan antara banyaknya penderita diare
anak laki-laki dan perempuan.
3. Umur
Umur dapat mengindikasikan penyebab dari diare akibat infeksi parenteral yang biasa terjadi pada anak di bawah umur 2 tahun.
4. Alamat
Alamat klien dapat mengindikasikan lingkungan klien yang
dapat berpengaruh terhadap sehat sakit klien. Misalnya lingkungan atau perumahan padat penduduk
yang kumuh biasanya rentan untuk menderita diare.
5. Sumber
informasi
Sumber
informasi ini dapat diperoleh dari orang tua klien.
6. Tanggal
MRS
Tanggal
masuk rumah sakit sangat penting sebagai data pada identitas klien
7. Nomor
Registrasi
Nomor
registrasi sebagai data pada identitas klien sehingga perawat lebih mudah
mengidentifikasi dan melakukan asuhan keperawatan pada klien
b.
Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling
dirasakan oleh anak, dalam hal ini dalam melakukan pengkajian adalah yang
berhubungan pada sistem gastrointestinal atau pencernaan anak. Pada bayi,
keluhan tidak dapat diungkapkan, sehingga hanya dapat di manifestasikan melalui
perilaku bayi. Akan tetapi beda halnya dengan anak, keluhan utama sudah dapat
diungkapkan seperti sakit perut dan sering BAB ≥ 3 kali sehari. Pada saat pengkajian klien biasanya
mengeluh badannya lemas dan diare.
c. Riwayat Kesehatan
1.
Riwayat Penyakit sekarang
Riwayat
Penyakit sekarang merupakan keluhan yang terjadi sekarang. Jika pada keluhan
utama tidak dijelaskan proses munculnya
riwayat penyakit sekarang, maka pada pengkajian selanjutnya dapat dimunculkan
berbagai keluhan lainnya. Hal yang ditanyakan pada anak atau orang tuanya
adalah bagaimana kronologis atau alur sehingga keluhan tersebut terjadi dan tindakan yang dilakukan untuk
mengatasinya, termasuk pengobatan yang dilakukan ketika keluhan tersebut
terjadi. Berbagai keluhan yang muncul diantaranya seperti sakit perut, badan
lemas, berkeringat, muntah, dehidrasi, menangis, sering BAB ≥ 3 kali sehari
dengan konsistensi feses yang cair.
2.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada riwayat penyakit dahulu, perawat dapat mengkaji
waktu atau berapa lama klien mengalami diare dan apakah sebelumnya mengalami
penyakit yang dapat memicu terjadinya diare, seperti alergi (fruktosa dan
laktosa). Perlu ditanyakan juga apakah beberapa hari sebelumnya pernah
mengkonsumsi makanan pedas dan buah-buahan tertentu.
3.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dapat ditanyakan apakah
dalam keluargan juga ada yang mengalami penyakit diare yang sama. Perlu dikaji
juga keadaan atau lingkungan rumah dan komunitas. Selain itu juga perlu
ditanyakan makanan yang sering dikonsumsi oleh keluarga, apakah suka
mengkonsumsi makanan yang pedas sehingga dapat memicu terjadinya diare.
4.
Riwayat
Pemberian Imunisasi
Diare
juga sering timbul apabila anak tidak diberi imunisasi. Oleh karena itu perlu
ditanyakan pada orang tua apakah anak pernah dilakukan imunisasi atau tidak.
Jika tidak, anjurkan campak segera setelah berumur sembilan bulan.
5.
Riwayat Tumbuh Kembang
Riwayat
Pertumbuhan dan perkembangan
b.
Pertumbuhan
1.
Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar
antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
2.
Kenaikan lingkar kepala: 12 cm ditahun pertama
dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
3.
Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham
pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
4.
Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
c.
Perkembangan
1.
Tahap perkembangan Psikoseksual
Fase anal :Pengeluaran tinja menjadi
sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/
egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana,
hubungna interpersonal, bermain).
2.
Tahap perkembangan psikososial
Perkembangan ketrampilan motorik dan
bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh
Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua
untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif
menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
3.
Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan
kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
a.
Berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan
sedikitpun 2 hitungan (GK)
b.
Meniru membuat garis lurus (GH)
c.
Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata
(BBK)
d.
Melepasa pakaian sendiri (BM)
6
Riwayat
imunisasi: Menurut penjelasan ibu klien, klien kurang teratur mengikuti
imunisasi
1.
Pemeriksaan
Fisik Umum Diare pada Klien Anak
a)
Keadaan
umum: klien lemah, panas, muntah, gelisah, rewel, lesu, dan kesadaran menurun
b)
Pengukuran
panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala,
lingkar abdomen membesar.
c)
Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi
abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah,
minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit
atau kelihatan bisa minum
d)
Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat
> 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
e)
Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt
dan lemah, tensi menurun pada diare sedang
f)
Sistem
integumen: warna kulit pucat, turgor menurun > 2 detik, suhu meningkat >
37derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memanjang > 2
detik, kemerahan pada daerah perianal
g)
Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai
anuria (200-400 ml/ 24 jam), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
2.
Pemeriksaan
Head to toe
a)
Kepala
: Ubun-ubun tak teraba cekung
karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.
b)
Mata : Simetris, cekung, konjungtiva merah
muda, sklera putih.
c)
Mulut : Mukosa bibir kering, tidak ada
stomatitis, lidah bersih.
d)
Hidung : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada polip.
e)
Telinga : Simetris, tidak ada benjolan, lubang
telinga bersih, tidak ada serumen.
f)
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, limfe, tidak ada bendungan vena jugularis.
g)
Dada
Inspeksi : Dada simetris, bentuk bulat datar,
pergerakan dinding dada simetris, tidak ada retraksi otot bantu pernapasan.
Palpasi : Tidak ada benjolan mencurigakan
Perkusi : Paru-paru sonor, jantung dullnes
Auskultasi: Irama nafas
teratur, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
h)
Perut
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Peristaltik
meningkat 40x/mnt
Palpasi : Turgor
kulit tidak langsung kembali dalam 1 detik
Perkusi :
Hipertimpan,perut kembung
i)
Punggung : Tidak ada kelainan tulang belakang
(kyfosis, lordosis, skoliosis) tidak ada nyeri gerak
j)
Genetalia : Tidak odem, tidak ada kelainan,
kulit perineal kemerahan
k)
Anus :
Tidak ada benjolan mencurigakan,kulit daerah anus kemerahan
l)
Ekstremitas : Lengan kiri terpasang infus, kedua kaki
bergerak bebas, tidak ada odem
3.
Kebutuhan
dasar
a)
Pola
ilminasi: Akan mengalami penurunan
yaitu BAB lebih dari empat kali sehari, BAK sedikit dan jarang.
b)
Pola
nutrisi: di awali dengan mual, muntah dan anorexia, menyebankan penurunan berat
badan klien.
c)
Pola
tidur dan istirahat: Akan tergantung akan adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
d)
Pola
hygiene: kebiasan biasa mandi setiap hari.
e)
Aktivitas:
Akan tergantung dengan kondisi tubuh yang lemah dan adanya rasa nyeri akibat
distensi abdomen\
4
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada diare dapat berupa:
a.
Pemeriksaan
barium usus
Penderita menelan barium dan perjalanannya melewati kerongkongan
dipantau melalui fluoroskopi (teknik rontgen berkesinambungan yang
memungkinkan barium diamati atau difilmkan). Dengan fluoroskopi, dokter dapat
melihat kontraksi dan kelainan anatomi kerongkongan (misalnya penyumbatan atau
ulkus). Gambaran ini sering kali direkam dengan sebuah film atau kaset video.
Selain cairan barium, bisa juga dengan makanan yang dilapisi barium. Sehingga
bisa ditentukan lokasi penyumbatan atau bagian kerongkongan yang tidak
berkontraksi secara normal. Cairan barium yang ditelan bersamaan dengan makanan
yang dilapisi barium dapat memperlihatkan kelainan seperti:
1)
Selapu
kerongkongan (dimana sebagian kerongkongan tersumbat oleh jaringan fibrosa)
2)
Divertikulum
Zenker (kantong kerongkongan)
3)
Erosi
dan ulkus kerongkongan
4)
Varises
kerongkongan
5)
Tumor
b.
Sigmoideskopi
atau kolonoskopi
Kolonoskopi
adalah suatu pemeriksaan kolon (usus besar) mulai dari anus, rektum, sigmoid,
kolon desendens, kolon transversum, kolon asendens, sampai dengan sekum dan
ileum terminale.
1)
Indikasi
Kolonoskopi
a)
Perdarahan
gastrointestinal baik segar (hematoschezia) atau melena.
b)
Diare
kronik yang mengandung lendir dan atau darah
c)
Dugaan
inflammatory bowel disease.
d)
Nyeri
abdomen menahun dan berulang.
e)
Pengamatan
kanker: inflammatory bowel disease,
Polyposis syndrome
f)
Indikasi
terapi: pengangkatan polip, pengangkatan benda asing, dekompresi megakolon
toksik, dilatasi striktura, kauterisasi lesi berdarah.
2)
Kontraindikasi
Kolonoskopi
a)
Kontraindikasi
umum : Peritonitis, renjatan dan kejang
b)
Kontraindikasi
khusus : megakolon toksik, aneurisma aorta abdominal, hepatomegali atau splenomegali hebat, asites masif.
c)
Kontraindikasi
relatif : Peradangan usus yang akut dan
fulminan, gangguan perdarahan atau
gangguan fungsi trombosit, hepatitis virus akut , HBs antigenemia,
kifosis vertebra servikalis, hernia,
anemia berat
c.
Biopsi
Diare
inflamatorik dapat disertai dengan leukositosis, kenaikan laju endap darah atau
hipoalbuminemia. Ciri utama diare inflamatorik adalah ditemukannya darah baik
secara makroskopis maupun mikroskopis dan leukosit di dalam tinja. Evaluasi
lanjutan yaitu pemeriksaan endoskopi gastrointestinal bagian atas atau
kolonoskopi dengan biopsi untuk tindakan diagnostik.
d.
Pemeriksaan
radiologi abdomen
Tes radiologik dapat mempunyai peranan diagnostik pada pasien
dengan dugaan malabsorpsi. Radiograf abdomen dapat menunjukkan kalsifikasi
pankreas pada pasien dengan pankreatitis kronik. Pemeriksaan USG abdomen,
pemindaian CT atau endoskopik retrograd kolangiopankreatografi juga dapat
digunakan dalam mengevaluasi kemungkinan penyakit pankreas.
Suatu foto abdomen jarang dapat membantu
dalam diagnosa nyeri abdomen yang kronis kecuali bila terdapat indikasi klinis
khusus tentang penyebabnya. Foto polos abdomen tidak membantu menegakkan
diagnosa kehamilan ektopik yang ruptur dan juga tidak bisa mengesampingkan
adanya apendisitis akut. Oleh karena itu foto abdomen diperuntukkan bagi
penderita-penderita yang klinis amat mencurigakan misalnya obstruksi usus,
perforasi ulcus duodeni/gaster/usus, nyeri renal atau bilier dengan kolik yang
khas, benda asing, pada bayi barulahir dengan meconium. Kelainan radiologis yang didapat haruslah
dikorelasikan dengan riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis. Bila penderita
nampaknya menderita akut abdomen dan terdapat kesulitan untuk mendapatkan
kelainan klinis yang khas, bisa dipertimbangkan adanya suatu obstruksi.
Walaupun demikian, bila penderita amat sakit, kesan klinislah yang menentukan
pengobatan meskipun hasil foto tidaklah diagnostik.
e. Tes fungsi hati
Tes fungsi hati untuk mengukur kemampuan hati melakukan fungsi
normal, misalnya: albumin serum untuk mengukur sintesis protein, waktu
protrombin untuk mengukur faktor pembekuan, bilirubin untuk mengukur konjugasi
dan ekskresi garam empedu, atau pengukuran enzim hati (alkali fosfatase,
transminase), yang merupakan indikator kerusakan hati.
f.
Pemeriksan
tinja
Mikroskopis warna
feses dimulai berwarna coklat muda sampai warna kuning yang bercampur dengan
lendir, darh atau pus yang mana konsestensinya encer.
Mikroskopis jumlah sel
eitel leukosit dan eritrosit terdiri dari dari PH feces, biasanya menurun yang
menunjukan keadan feces yang asam dan kadar kadar gula yang diduga (ada sugar
itoleran)
g.
Pemeriksan
darah
Pemeriksaan darah lengkap dapat berupa PH cadangan alkali dan
elektrolit untuk menentukan gangguan untuk keseimbanagam asam basa.
4.2 Diagnosa
1. Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan
dengan infeksi bakteri ditandai dengan seringnya BAB sampai ≥ 3 kali sehari dan
feses dalam keadaan cair.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan hiperperistaltik, kram abdomen, diare dan iritasi jaringan ditandai
dengan pasien mengatakan sakit perut dan wajah meringis sambil memegangi area
yang sakit.
3. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik,
pemasukan terbatas dan pengeluaran yang berlebihan melalui feses.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan menurunnya intake dan absorbsi makanan serta cairan.
4.3
Perencanaan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan infeksi
bakteri ditandai dengan seringnya BAB sampai ≥ 3 kali sehari dan feses dalam
keadaan cair.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
3x24 jam diare dapat teratasi, dengan Kriteria Hasil:
1. Fungsi usus stabil.
2. BAB anak berkurang dan konsistensi
normal.
3. Tanda-tanda vital normal.
|
1. Kaji tanda-tanda vital klien.
|
Mengetahui keadaan umum pasien.
|
2. Observasi adanya demam, takikardi,
ansietas dan kelemahan.
|
Mengetahui tanda terjadinya perforasi
atau toksik megakolon.
|
|||
3. Catat frekuensi BAB, karakteristik, jumlah
dan faktor pencetus
|
Mengetahui keadaan klien dan membantu
mengkaji keparahan penyakit
|
|||
4. Berikan intake makanan dan cairan per
oral secara bertahap
|
Pemberian secara bertahap dapat menjaga
periode istirahat pada kolon, sedangkan pemasukan kembali mencegah dan diare.
|
|||
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
terkait pemberian antibiotik (sesuai indikasi).
|
Mengobati infeksi supuratif lokal.
|
|||
2.
|
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan hiperperistaltik, kram abdomen, diare dan iritasi jaringan ditandai
dengan pasien mengatakan sakit perut dan wajah meringis sambil memegangi area
yang sakit.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
1x24 jam nyeri pada klien teratasi dengan Kriteria Hasil:
1. Rasa nyaman terpenuhi.
2. Klien tidak meringis kesakitan dan
memegangi perutnya yang sakit.
3. Wajah rileks.
|
1.
Kaji keluhan nyeri klien dan catat area nyeri,
durasi, karakteristik serta intensitasnya menggunakan skala nyeri
|
Keluhan nyeri klien dapat menunjukkan
penyebaran penyakit atau terjadinya komplikasi, misalnya perforasi dan toksik
megakolon.
|
2.
Berikan posisi nyaman pada klien misalnya lutut
fleksi.
|
Menurunkan tegangan abdomen dan mendukung
pengurangan nyeri.
|
|||
3.
Observasi adanya isiorektal dan fistula perianal.
|
Fistula dapat terjadi karena adanya erosi
dan kelemahan dinding usus.
|
|||
4.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain terkait
modifikasi diet yang sesuai indikasi.
|
Pemberian periode istirahat pada usus
dapat menurunkan nyeri dan kram abdomen.
|
|||
5.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain terkait
pemberian analgesik dan obat lainnya sesuai indikasi.
|
Pemberian analgesik dapat mengurangi
nyeri.
|
|||
3
|
Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan
dengan status hipermetabolik, pemasukan terbatas dan pengeluaran yang
berlebihan melalui feses
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
3x24 jam klien akan memperlihatkan tanda-tanda dan mempertahankan hidrasi
yang adekuat dengan Kriteria Hasil:
1.
Turgor kulit kembali normal.
2.
Membran mukosa lembab.
Intake output seimbang.
|
1.
Kaji
tanda-tanda dehidrasi seperti kulit dan membran mukosa kering.
2.
Observasi masukan dan haluaran.
3.
Anjurkan klien untuk banyak minum.
4.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain terkait
pemberian obat diare sesuai indikasi
|
1. Menunjukkan tanda kehilangan cairan
berlebihan atau dehidrasi.
2. Memberikan informasi tentang keseimbangan
cairan dan intake yang masuk sebagai pengganti cairan.
3. Sebagai pemenuhan kembali cairan yang
hilang
4.
Menurunkan hilangnya cairan pada usus.
|
4
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan menurunnya intake dan absorbsi makanan serta cairan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
3x24 jam klien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat sehingga dapat
mempertahankan berat badannya dengan Kriteria Hasil:
1.
Klien akan toleran dengan diet yang sesuai dengan
peningkatan berat badan dalam batas normal sesuai berat badan ideal
2.
Klien tidak mual, tidak muntah
3.
Nafsu makan meningkat
4.
Kalori sesuai dengan berat badan
|
1. Nilai status nutrisi klien dilihat dari
sebelum sakit dan berat badan sekarang
2. Kaji keluhan rasa mual klien
3. Berikan makanan dengan suplemen nutrisi
untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
4. Anjurkan orang tua untuk memberikan makan
dengan teknik persi kecil tapi sering
|
1. Mengkaji toleransi pemberian makanan
2. Mengetahui nafsu makan klien serta
menemukan tindakan yang adekuat
3. Meningkatkan intake nutrisi yang adekuat
4. Meningkatkan kepatuhan terhadap program
terapeutik
|
4.4
Pelaksanaan
4.4.1 Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan infeksi bakteri
ditandai dengan seringnya BAB sampai ≥ 3 kali sehari dan feses dalam keadaan
cair.
a. Mengkaji
tanda-tanda vital klien.
b. Mengobservasi
adanya demam, takikardi, ansietas dan kelemahan.
c. Mencatat
frekuensi BAB, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus.
d. Memberikan
masukan makanan dan cairan per oral secara bertahap
e. Melakukan
kolaborasi dengan tim kesehatan lain terkait pemberian
antibiotik
(sesuai indikasi).
4.4.2 Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan hiperperistaltik, kram abdomen, diare dan iritasi jaringan
ditandai dengan pasien mengatakan sakit perut dan wajah meringis sambil
memegangi area yang sakit
a. Mengkaji
keluhan nyeri klien dan catat lokasinya, lamanya, karakteristik serta
intensitasnya menggunakan skala nyeri.
b. Memberikan
posisi nyaman pada klien misalnya lutut fleksi.
c. Mengobservasi
adanya isiorektal dan fistula perianal.
d. Melakukan
kolaborasi dengan tim kesehatan lain terkait modifikasi diet yang sesuai
indikasi.
e. Melakukan
kolaborasi dengan tim kesehatan lain terkait pemberian analgesik dan obat
lainnya sesuai indikasi.
4.4.3 Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik,
pemasukan terbatas dan pengeluaran yang berlebihan melalui feses
a. Mengkaji
tanda kekurangan cairan, seperti kulit dan membran mukosa kering.
b. Mengobservasi
masukan dan haluaran,
c. Menganjurkan
klien untuk banyak minum.
d. Melakukan
kolaborasi dengan tim kesehatan lain terkait pemberian obat diare sesuai
indikasi.
4.4.4 Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya intake dan absorbsi makanan serta
cairan.
a.
Menilai status nutrisi klien dilihat dari sebelum
sakit dan berat badan sekarang
b.
Mengkaji keluhan rasa mual klien
c.
Memberikan makanan dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi
d.
Menganjurkan orang tua untuk memberikan makan dengan
teknik persi kecil tapi sering
4.5
Evaluasi
1.
Klien tidak diare lagi
2.
Konsistensi feses berbentuk dan tidak cair
3.
Klien tidak merasa mual dan nyeri
4.
Menunjukkan
pemenuhan cairan yang adekuat ditandai dengan tanda-tanda vital normal, turgor
kulit baik, ubun-ubun tidak cekung, membran mukosa lembab, dan mata tidak
cekung.
5.
Nutrisi
klien adekut dan ditandai dengan peningkatan berat badan sesuai dengan usianya.
BAB 5.
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan
pengertian di atas kelompok dapat menyimpulkan bahwa diare adalah suatu infeksi
yang menyerang membrane mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan
frekuensi buang air besar lebih dari empat kali dalam konsistensi cair yang
mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit serta konsep tumbuh kembang pada
anak infant.
5.2
Saran
Saran dari
beberapa kesimpulan diatas dengan melaksanakan asuhan keperawatan pada anak
dengan diare, maka perlu adanya saran untuk memperbaiki dan meingkatkan mutu
asuhan keperawatan, adapun saran sebagai berikut :
1.
Untuk
mahasiswa keperawatan diharapkan untuk lebih memahami tentang asuhan
keperawatan anak dengan diare sehingga dalam melakukan asuhan keperawatan lebih
komprehensif.
2.
Untuk
perawata diharapkan untuk meningkatkan konsep keperawatan anak dengan cara
diskusi, seminar dan pembacaan buku-buku yang berkaitan dengan masalah-masalah
keperawatan anak sehingga dalam melakukan proses keperawatan di rumah sakit
lebih komprehensif.
3.
Untuk
keluarga diharapkan dapat menjaga pola hidpu sehat salah satunya dengan
melakukan cuci tangan sebelmu dan seudah makan.
DAFTAR
PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan:
Konsep Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika
Budiarti, S. 1997. Pendekatan pada Sel Hep-2 dan Keragaman Serotipe
O
Escherichia Coli
Enteropatogenik Isolat Indonesia. J. Berkala Ilmu
Kedokteran 29:105-110
Daldiyono, dkk., 1990. Kanker Kolon
dan Peran Diit Tinggi Serat, Kejadian
di Negeri Barat. Gizi Indonesia. Vol. 15
DEPKES RI 2002, Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia. Departemen
Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Dyumadias. dkk.1990. Aplikasi
Antropometri Sebagai Alat Ukur Status Gizi di
Indonesia, Jakarta.
Herlman, T. Heather.2012. NANDA International Diagnosis
Keperawatan :
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.
Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Muscari, Mary E. 2005. Panduan
Belajar: Keperawatan Pediatrik. Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Netty Febriyanti Sugiarto. 2008. Uji
Antidiare Jamu dan pada Mencit Putih
Jantan. Universitas Indonesia
Jakarta., lontar.ui.ac.id:
29 Mei 2014.
Priyanto, Agus dan Lestari, Sri. 2009. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta
Salemba Medika.
Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan
Kejadian
Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Program
Pascasarjana,
Medan: Universitas Sumatera Utara
Sudoyo, Aru W, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dkk, 2006, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Suharyono,dkk. 2003. Gastrologi Anak Praktis
Cetakan Keempat. Balai Penerbit
FK
UI Gaya Baru. Jakarta Departemen Kesehatan RI, 2003. Indikator
Indonesia
Sehat 2010,Jakarta.
WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit: Pedoman
bagi Rumah Sakit Tingkat
Pertama di Kabupaten/Kota.
Jakarta: WHO dan
DEPKES RI.
Internet
https://www.academia.edu/8512134/askep_diare (26 Februari 2015 pukul
21:24)
LAMPIRAN
As part of a school thesis for research I’ve got to search sites with relevant information on given topic and provide them to teacher our opinion and the article. Your post helped me a lot. This is my first time see here. From the tons of comments on your articles, I guess I’m not just one having all the enjoyment right here! I just couldn’t leave your website before telling you that I truly enjoyed the best high quality articles you present for your visitors? Will be returning again frequently to check up on brand new posts.
BalasHapusObat Asam Lambung
Obat Maag
Manfaat Puasa
Obat Asam Lambung
As part of a school thesis for research I’ve got to search sites with relevant information on given topic and provide them to teacher our opinion and the article. Your post helped me a lot. This is my first time see here. From the tons of comments on your articles, I guess I’m not just one having all the enjoyment right here! I just couldn’t leave your website before telling you that I truly enjoyed the best high quality articles you present for your visitors? Will be returning again frequently to check up on brand new posts.
BalasHapusObat Maag
Obat Tipes
Obat Maag
Ada Obat Herbal Alami yang aman & efektif. Untuk Panggilan Cure Total +2349010754824, atau email dia drrealakhigbe@gmail.com Untuk Janji dengan (Dr.) AKHIGBE hubungi dia. Pengobatan dengan Obat Herbal Alami. Untuk: Demam Berdarah, Malaria. Menstruasi yang Nyeri atau Tidak Teratur. HIV / Aids. Penderita diabetes. Infeksi vagina. Keputihan Vagina. Gatal Dari Bagian Pribadi. Infeksi payudara. Debit dari Payudara. Nyeri & Gatal pada Payudara. Nyeri perut bagian bawah. Tidak Ada Periode atau Periode Tiba-tiba Berhenti. Masalah Seksual Wanita. Penyakit Kronis Tekanan Darah Tinggi. Rasa sakit saat berhubungan seks di dalam Pelvis. Nyeri saat buang air kecil. Penyakit Radang Panggul, (PID). Menetes Sperma dari Vagina Serta Untuk jumlah sperma rendah. Penyakit Parkinson. Lupus. Kanker. TBC Jumlah sperma nol. Bakteri Diare.Herpatitis A&B, Rabies. Asma. Ejakulasi cepat. Batu empedu, Ejakulasi Dini. Herpes. Nyeri sendi. Pukulan. Ereksi yang lemah. Erysipelas, Tiroid, Debit dari Penis. HPV. Hepatitis A dan B. STD. Staphylococcus + Gonorrhea + Sifilis. Penyakit jantung. Pile-Hemorrhoid. Rematik, tiroid, Autisme, pembesaran Penis, Pinggang & Nyeri Punggung. Infertilitas Pria dan Infertilitas Wanita. Dll. Ambil Tindakan Sekarang. hubungi dia & Pesan untuk Pengobatan Herbal Alami Anda: +2349010754824 dan kirimkan email ke drrealakhigbe@gmail.com Catatan Untuk Pengangkatan dengan (Dr.) AKHIGBE. Saya menderita kanker selama setahun dan tiga bulan meninggal karena sakit dan penuh patah hati. Suatu hari saya mencari melalui internet dan saya menemukan kesaksian penyembuhan herpes oleh dokter Akhigbe. Jadi saya menghubungi dia untuk mencoba keberuntungan saya, kami berbicara dan dia mengirimi saya obat melalui jasa kurir dan dengan instruksi tentang cara meminumnya. . Saya tidak benar-benar tahu bagaimana itu terjadi tetapi ada kekuatan dalam pengobatan herbal Dr Akhigbe. Dia adalah dokter jamu yang baik.
BalasHapus