Bab
1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama
akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun
pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland,
1998:649).Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori
protein. (Suriadi, 2001:196). Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering
ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus
diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda
defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212)
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering
dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat
berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau
jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga
gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
Dalam
keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup
dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat
terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan
ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan
keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Keadaan ini
memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya
baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin. Pemberian terapi cairan
dan elektrolit. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah
diare berat.
Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan,
pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium,
timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.Penanganan KKP berat Secara garis
besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan
rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam
jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
1.2 Tujuan
1.2.1
Mengetahui
pengertian dari marasmus;
1.2.2
Mengetahui
epidemiologi dari marasmus;
1.2.3
Mengetahui
etiologi dari marasmus;
1.2.4
Mengetahui
manifestasi klinis dari marasmus pada anak;
1.2.5
Mengetahui
patofisiologi dari marasmus;
1.2.6
Mengetahui
komplikasi dan prognosis dari marasmus pada anak;
1.2.7
Mengetahui
pengobatan dari pada marasmus pada anak anak;
1.2.8
Mengetahui
pencegahan dari marasmus pada anak;
1.2.9
Mengetahui
asuhan keperawatan dari masalah marasmus pada anak.
1.3 Implikasi
Keperawatan
Sistem mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan.. Sebagai
perawat kita harus mampu untuk memberikan
asuhan keperawatan secara optimal pada pasien. Asuhan
keperawatan yang diberikan pada pasien meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Jika asuhan keperawatan dilakukan
dengan baik dan tepat maka kita akan dapat membantu kesembuhan pasien.
Ketika
kita menemui pasien yang mengalami tanda dan gejala yang mengindikasikan adanya
gangguan pada sistem pencernaannya, kita dapat melakukan pengkajian kemudian
menganalisanya. Setelah menganalisa kita dapat mengambil masalah keperawatan
apa saja yang terjadi pada pasien. Kemudian kita dapat memunculkan diagnosa
keperawatan.
Setelah
diagnosa ini kita rumuskan, perawat dapat membuat rencana asuhan keperawatan
yang mempunyai tujuan dan kriteria hasil. Diharapkan dengan adanya pelaksanaan
dari rencana asuhan keperawatan tersebut, masalah pasien dapat teratasi
sebagian maupun teratasi sepenuhnya. Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan
diaplikasikan, perawat lalu membuat evaluasi yang berguna untuk mengetahui
efektivitas tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dari evaluasi,
kita dapat mengkaji lagi data-data kesehatan pasien yang dapat meliputi aspek
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Ketika perawat melakukan asuhan
keperawatan secara holistic maka masalah kesehatan yang dialami pasien dapat
tertangani dengan baik. Lalu pasien dapat kembali pada kondisinya yang optimal.
Bab
2. TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Marasmus
adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori
yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan
mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
Marasmus
adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup
atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang
menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson,
1999:212).
Marasmus adalah MEP berat yang
disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat terjadi
bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori
dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat
berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.( Mochtar, 2001). Marasmus
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi,
2001:196).
Marasmus
adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak
cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit
klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Gizi
buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara
berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan
(standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan
standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi
kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk Gizi buruk yang
disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor
(Dorland, 2000).
Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi Kurang Energi Protein(KEP). Kurang Energi Protein terjadi saat kebutuhan
tubuh akan energi, protein, dan lemak tidak tercukupi oleh makanan. Marasmus
terjadi saat adanya kekurangan energi yang parah. Marasmus dapat disebabkan
oleh asupan makanan yang sangat kurang, penyakit infeksi, prematuritas, maupun
penyakit pada masa neonatus. Asupan makanan yang berkurang dapat disebabkan
oleh ketiadaan pangan ataupun kemiskinan yang menyebabkan ketidakmampuan
membeli makanan. Selain itu, penyakit yang menyebabkan peningkatan kebutuhan
energi, nafsu makan berkurang, dan gangguan penyerapan zat gizi dapat pula
menyebabkan kekurangan energi protein.
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
Penyebab
utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet
yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan
orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi
kongenital. (Nelson,1999).
Marasmus
dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang
tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering
diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain
seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi,
gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf
pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
Namun,
secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
a.
Masukan makanan yang kurang
Marasmus
terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b.
Infeksi
Infeksi
yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya
infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis
kongenital.
c.
Kelainan
struktur bawaan
Misalnya:
penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum,
palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus,
cystic fibrosis pancreas.
d.
Prematuritas
dan penyakit pada masa neonates
Pada
keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang
e.
Penyebab
utama marasmus adalah kurang kalori protein
Perilaku
diet yang tidak cukup, kebiasaan makan
yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena
kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
f.
Marasmus
dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang
tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering
diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain
seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi,
gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat.
(Dr. Solihin, 1990:116).
2.4 Tanda dan
Gejala
Menurut
FKUI (1985 : 361), Ngastiyah (2005 : 259) dan Markum (1991 : 166) tanda dan
gejala dari marasmus adalah :
1.
Anak
cengeng, rewel, dan tidak bergairah.
2.
Diare.
3.
Mata
besar dan dalam.
4.
Wajah
seperti orang tua.
5.
Pertumbuhan
dan perkembangan terganggu.
6.
Terjadi
atrofi otot.
7.
Jaringan
lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit menurun
8.
Perut
membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
9.
Nadi
lambat dan metabolisme basal menurun.
10.
Vena
superfisialis tampak lebih jelas.
11.
Tulang
pipi dan dagu kelihatan menonjol.
12.
Anoreksia.
13.
Sering
bangun malam.
2.5 Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan
kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92).
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan
hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat
terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan
ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton
bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak
dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan
menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi
seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina
Mursada, 2002:11).
Pada keadaan ini yang terlihat jelas ialah pertumbuhan yang kurang
atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawa kulit. Pada
mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup
jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang
diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh itu sendiri. Hal ini menyebabkan
cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya membantu memenuhi
kebutuhan energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit
esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena
itu, pada marasmus berat terkadang masih ditemukan asam amino yang normal,
sehingga hati masih dapat membentuk albumin yang cukup .
Proses metabolik
anak pada dasarnya sama, akan tetapi relative lebih aktif dibandingkan dengan
orang dewasa. Anak membutuhkan lebih banyak makanan untuk tiap kilogram berat
badannya untuk pertumbuhan dan pertukaran energi yang lebih aktif. Tubuh yang
hidup seperti halnya dengan mesin memerlukan bahan bakar dan bahan untuk
pengganti maupun perbaikan. Anak yang sedang tumbuh memerlukan makanan tambahan
untuk pertumbuhan. Keperluan ini dapat dipenuhi dengan pemberian makanan yang
mengandung cukup kalori. Dalam makanan tersebut harus cukup tersedia protein,
karbohidrat, mineral, air, vitamin dan beberapa macam asam lemak dalam jumlah
tertentu.
Pada keadaan
awal, umumnya tidak ditemukan kelainan biokimia, tetapi pada keadaan lanjut
akan didapatkan kadar albumin yang rendah, sedangkan globulin yang meninggi.
Jika kebutuhan akan kalori telah
dipenuhi, tetapi makanan yang diberikan tidak mengandung semua nutrient yang
esensial untuk manusia, maka secara lambat kesehatan orang tersebut akan
terganggu. Gejala yang timbul tergantung kepada kekurangan jenis nutrient dalam
dietnya. Defisiensi protein akan mengakibatkan timbulnya gejala defisiensi
protein atau lebih dikenal dengan nama Kwashiorkor. Defisiensi vitamin A yang
berlangsung lama menimbulkan penyakit defisiensi vitamin A atau Xeropthalmia.
Defisiensi vitamin D mengakibatkan penyakit yang disebut Rikets dan sebagainya.
2.6 Komplikasi
Kompikasi yang dapat dialami oleh penderita gizi buruk sangatlah
bervariasi. Sistem organ yang terganggu akibat kurang gizi adalah pencernaan,
ginjal, jantung dan gangguan hormonal. Kematian juga dapat terjadi jika derajat
penyakitnya semakin berat dan disertai komplikasi penyakit infeksi. Berikut
komplikasi yang mungkin terjadi,
1.
Infeksi
tuberculosisi
2.
Parasitosis,
disentri
3.
Malnutrisi
kronik
4.
Gagguan
tumbuh kembang.
5.
Hipoglikemia
6.
Hipotermia
7.
Dehidrasi
8.
Gangguan
fungsi vital
9.
Gangguan
keseimbangan elektrolit
2.7 Pengobatan
dan Prognosis
2.7.1 Pengobatan
Dalam proses pengobatan KEP berat
terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi.
Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap
fase.
a. Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan
pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi
protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama
1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang
diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi.
Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur
ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika berat
badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di
atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan
lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut.
1.
Pemberian
energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
2.
Jumlah
cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
3.
Sumber
protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran 1/3,
2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi
ditambahkan 5% glukosa, dan
4.
Makanan
diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam.
Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi,
perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
b. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap
makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan
ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan
2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
c. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia
sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP.
Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya
tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan
kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
1. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat
tanda-tanda hipoglikemia.
2. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
3. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila
terdapat hipomagnesimia.
4. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI
peroral atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia,
vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis
maksimal 400.000 SI.
5. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan
per-oral. Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang
biasanya menyertai KKP berat.
2.7.2 Prognosis
Malnutrisi yang hebat
mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering disebabkan oleh karena
infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi atau
karena malnutrisi sendiri. Prognosis ini tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan,
walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian
tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irrever- sibel dari
sel-sel tubuh akibat under nutrition.
2.8 Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap penyakit marasmus dapat
dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut
memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan
dan penyuluhan gizi. Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi
insidensi dan menurunkan angka kematian. Oleh karena itu, ada beberapa faktor
yang menjadi yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk
melakukan pencegahan dapat melakukan beberapa langkah adalah sebagai berikut.
a.
Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2
tahun yang merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi.
b.
Pemberian makanan tambahan yang bergizi pada
umur 3 tahun ke atas.
c.
Pencegahan penyakit infeksi, dengan
meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan.
d.
Pemberian imunisasi.
e.
Mengikuti program keluarga berencana untuk
mencegah kehamilan terlalu kerap.
f.
Penyuluhan atau pendidikan kesehatan gizi
tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka
panjang kepada ibu-ibu yang memiliki balita. Penyuluhan pada masyarakat
mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah karbohidrat, lemak, protein,
vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat badan)
g.
Pemantauan (surveillance) yang teratur
pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi dengan cara penimbangan
berat badan tiap bulan.
h.
Faktor ekonomi,dalam world food conference
di Roma tahun 1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang
cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat
yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan
pendudukan merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan
yang bergizi baik di samping kuantitasnya.
Merencanakan pengaturan makan untuk seorang bayi atau anak. Jika kita hendak
menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka kita perlu
melakukan beberapa langkah adalah sebagai berikut.
a.
Menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien
dengan menggunakan data tentang kebutuhan nutrien.
b.
Menentukan jenis bahan makanan yang dipilih
untuk menterjemahkan nutrien yang diperlukan dengan menggunakan daftar
komposisi nutrien dari berbagai macam bahan makanan.
c. Menentukan
jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan (menu) yang dikehendaki.
Bab 3. PATHWAYS
Rendahnya Sosial Kurangnya
Protein Malabsorbsi,
infeksi
Ekonomi dan kalori anoreksia
Intake
kurang dari Keb Tubuh
Defisiensi
protein dan kalori Defisiensi
Pengetahuan
Marasmus
Kurang vit. A, C& E Lipolisis
protein asam amino
esensial &
<<
kolagen produksi
albumin
Turgor kulit menurun Daya tahan tubuh Kemampuan Fisik lemah
Gg integritas kulit
Keadaan umum Atrofi
otot
Lemah
Kulit wajah keriput Perub. Pertumbuhan &
Risiko tinggi perkembangan
Gg citra tubuh Infeksi
Intoleransi
aktivitas
Cairan dari pembuluh Infeksi saluran cerna
darah lebih tinggi
Anoreksia Nafsu makan
Kelebihan volume cairan Penurunan
BB
Defisit volume cairan Gangguan nutrisi kurang dari Keb. tubuh
Bab 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1
Pengkajian
4.1.1 Anamnesa
a. Identitas
klien, meliputi:
1. Nama
klien: sesuai dengan nama pasien.
2. Usia:
klien marasmus biasanya berusia kurang dari 5 tahun (balita)
3. Jenis
kelamin: terjadi pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan
4. Agama:
bergantung pada pasien
5. Pendidikan:
anak biasanya belum sekolah, sedangkan orangtua anak biasanya berpendidikan
rendah.
6. Alamat: klien dengan marasmus biasanya bertempat
tinggal di daerah dengan pemukiman kumuh atau pemukiman padat penduduk.
b. Identitas
Orang tua (penanggung), meliputi:
1. Nama
orang tua: sesuai dengan nama bapak dan ibu atau keluarga penanggung dari
klien.
2. Alamat
orang tua: sama dengan anak
3. Pendidikan
orang tua: biasanya orang tua klien berpendidikan rendah.
4. Pekerjaaan
orang tua: pekerjaan orangtua klien dengan marasmus biasanya adalah sebagai
buruh atau dengan status sosial ekonomi rendah.
c. Data
subjektif
1. Ibu
pasien mengatakan bahwa anaknya sering mual dan muntah.
2. Ibu
pasien mengatakan bahwa pasien sering rewel dan nangis terus padahal sudah
diberi makan.
3. Ibu
pasien mengatakan bahwa anaknya semakin kurus badannya.
4. Ibu
pasien mengatakan bahwa anaknya juga sering diare.
d. Data
Objektif
1. Pasien
tampak sangat kurus,
2. Rambut
pasien tampak kemerahan,
3. Perut
pasien terlihat cekung,
4. Wajah
pasien tampak seperti orang tua (berkerut)
5. Kulit
pasien tampak keriput.
e.
Keluhan
utama :
f.
Riwayat
kesehatan
1.
Riwayat
kesehatan sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit
dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun),
bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya
gangguan kekurangan gizi.
2.
Riwayat
kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk Rs karena
alergi, Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal,
hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan,
tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk),
psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu
dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat
kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
3.
Riwayat
kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian
komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit
pasien dan lain-lain.
4.1.2
Pengkajian pola fungsi kesehatan
a. Pola
nutrisi: klien mengalami penurunan nafsu makan dan mual muntah.
b. Pola
eliminasi: klien biasanya mengalami diare.
c. Pola
aktivitas dan integritas ego: klien biasanya mengalami gangguan aktifitas
karena mengalami kelemahan tubuh yang disebabkan oleh gangguan metabolism.
d. Pola
istirahat dan tidur: klien sering rewel karena selalu merasa lapar meskipun
sudah diberi makan sehingga sering terbangun pada malam hari.
e. Pola
higiene: kebersihan diri klien kurang, kulit tampak kusam, rambut kemerahan.
f. Pola
pernapasan: adanya suara whezzing dan
ronkhi akibat adanya penyakit penyerta seperti bronkopneumonia.
g. Pola
keamanan: klien sangat rentan untuk terjangkit infeksi karena system imun yang
menurun.
h. Pola
seksualitas: tidak mengalami gangguan.
4.1.3
Pengkajian
Fisik
Meliputi
pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan
pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan
kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga
tentang penyakit pasien dan lain-lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan
metode head to toe yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran,
tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan
genito-urinaria.
a.
Pengkajian fisik
dengan metode head to toe
1. Keadaan
umum klien, meliputi: kesadaran composmentis: lemah, rewel, kebersihan kurang,
berat badan kurang, tinggi badan, nadi cepat dan lemah, suhu meningkat, dan
pernapasan takipneu.
2. Kepala:
lingkar kepala klien biasanya lebih kecil dari normal, warna rambut kusam.
3. Muka:
tampak seperti wajah orang tua.
4. Mata:
konjungtiva anemis.
5. Hidung:
biasanya terdapat sekret dan terpasang selang NGT untuk memenuhi intake nutrisi.
6. Mulut:
biasanya terdapat lesi, mukosa bibir kering dan bibir pecah-pecah.
7. Leher:
biasanya mengalami kaku duduk.
8. Torax
: adanya tarikan dada saat bernapas
9. Abdomen:
perut cekung, terdapat ascites, bising usus meningkat, suara hipertimpani.
10.
Ekstremitas
atas: lingkar atas abnormal, akral
dingin dan pucat.
11.
Ektremitas
bawah: terjadi edema tungkai.
12.
Kulit : keadaan
turgor kulit menurun, kulit keriput, CRT: > 3 detik, (Capernito,2000).
b. Pemeriksaan
fisik abdomen antara lain:
1. Inspeksi
a) klien
tampak kurus, ada edema pada muka dan kaki;
b) warna
rambut kemerahan, kering dan mudah patah/dicabut;
c) mata
terlihat cekung dan pucat;
d) terlihat
pergerakan usus;
e) ada
pembesaran/edema pada tungkai.
2. Auskultasi
a) bunyi
peristaltik usus meningkat;
b) bunyi
paru-paru wheezing dan ronchi.
3. Perkusi
a) terdengar
adanya shifting dullnees;
b) terdengar
bunyi hipertimpani.
4. Palpasi
hati: terjadi pembesaran hati.
c. Pemeriksaaan
fisik untuk pertumbuhan anak.
1. Mengukur
tinggi badan dan berat badan anak
2. Menghitung
indeks massa tubuh, yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi
badan (dalam meter)
3. Mengukur
ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik
menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya
dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper).
Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal
sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
4. Status
gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur lingkar lengan atas (LLA) untuk
memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang
tidak berlemak).
d.
Pemeriksaan
Laboratorium
1. Biokimia:
Hb anemia karena kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi, asam folat
dan berbagai vitamin, kadar albumin yang rendah karena kurangnya konsumsi
protein, kadar globumin
normal atau sedikit tinggi, kadar asam
amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada asam amino non
esensial.
2. Biopsi:
ditemukan perlemakan ringan
sampai berat, fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononuklear. Pada
perlemakan berat hampir semua sel hati mengandung vakual lemak yang besar.
3. Autopsi:
menunjukkan kelainan pada hampir semua organ tubuh,
seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang,
atrofi virus usus, detrofi sistem limfold dan atrofi kelenjar timus.
Fokus
pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri
(berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit).
Tanda
dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
1.
Penurunan
ukuran antropometri.
2.
Perubahan
rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut).
3.
Gambaran
wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra.
4.
Tanda-tanda
gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal).
5.
Perut
tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi
diare.
6.
Edema
tungkai.
7.
Kulit
kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis
terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut,
ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
4.2
Analisa Data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Problem
|
1.
|
DS
: Keluarga klien mengeluhkan badan klien lemah
DO:
berat badan turun, berat badan tidak sesuai dengan tinggi badan, edema,
rambut kering, kusam, jarang, putih dan mudah dicabut, kulit kering dan
bersisik, hepar membesar, hb rendah, mata pucat dan cekung.
|
intake
makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang)
|
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
2.
|
DS:
respon verbal dari klien dan keluarga.
DO: klien BAB lebih
dari 3kali dalam sehari
|
diare,
mual, muntah
|
Defisit
volume cairan
|
3.
|
DS:
keluarga klien menyatakan klien tidak bergairah dan lesu.
DO:
klien kulit bersisisk, kering
|
gangguan
nutrisi/status metabolik
|
Gangguan
integritas kulit
|
4.
|
DS:respon verbal
klien yang terlihat tidak ceria.
DO:
klien lemah, lesu, pusing, Hb rendah, BB tidak sesuai dengan tinggi badan,
mata pucat
|
kerusakan pertahanan
tubuh
|
Resiko
tinggi infeksi
|
5.
|
DS:
pernyataan keluarga tentang ketidakmampuan keluarga merawat klien DO:klien
mengalami anoreksia dan mual.
|
kurang
informasi
|
Defisiensi pengetahuan
|
6.
|
DS: keluarga klien mengeluhkan
tidak adanya nafsu makan pada klien.
DO: BB turun dan jauh
dari IMB, terlihat perut yang buncit dan klien mengalami anoreksia serta
mual.
|
melemahnya
kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau
nutrisi yang tidak adekuat.
|
Perubahan pertumbuhan
dan perkembangan
|
7.
|
DS: keluarga klien mengatakan anaknya takut atau bertemu dengan orang
asing
DO: Wajah pasien tampak seperti orang tua (berkerut)
|
perubahan wajah yang menyerupai orang
tua
|
Gangguan citra diri
|
8.
|
DS : keluarga pasien
mengatakan anaknya merasa sakit jika terlalu banyak gerak
DO : pasien hanya
mampu berbaring di tempat tidur
|
Kurang adekuatnya transport oksigen ke
seluruh sel.
|
Intoleransi
aktifitas
|
9.
|
DS : keluarga pasien
mengatakan kaki pasien bengkak
DO : terdapat pitting
edema pada kaki pasien
|
Penurunan
konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic plasmayang
kemudian menyebabkan filtrasi cairan
yang keluar dari pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang
direabsorpsi kurang dari normal.
|
Kelebihan volume cairan
|
4.3 Diagnosa
1.
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak
adekuat (nafsu makan berkurang).
2.
Defisit
volume cairan berhubungan dengan diare.
3.
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
4.
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
5.
Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi.
6.
Perubahan
pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan
ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.
7.
Gangguan
citra diri berhubungan dengan perubahan wajah yang menyerupai
orang tua ditandai dengan anak menjadi pemalu dan tidak percaya diri dan
memalingkan wajah.
8.
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat
malnutrisi.
9.
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi).
4.3 Intervensi
Keperawatan
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Rencana Tindakan
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang)
(Wong, 2004), yang ditandai dengan:
DS : Klien mengeluh
badan lemah, anoreksia, lesu, mudah lelah
DO: berat badan
turun, berat badan tidak sesuai dengan tinggi badan, edema, rambut kering,
kusam, jarang, putih dan mudah dicabut, kulit kering dan bersisik, hepar
membesar, hb rendah, mata pucat dan cekung.
|
Pasien mendapat
nutrisi yang adekuat.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan, diharapkan pasien akan dapat
- meningkatkan masukan oral.
- Nafsu makan meningkat
- badan tidak lemah, ceria dan segar
- BB normal, hb normal
- edema hilang
- rambut distribusi rata, hitam nampak berminyak
- hepar tidak membesar
|
1. Dapatkan riwayat diet
2. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi
anak atau ada disaat makan
3. Gunakan alat makan yang dikenalnya
4. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan
bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka
5. Sajikan makansedikit tapi sering
6. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap
porsi secara terpisah
7. berikan makanan TKTP, dilakukan secara bertahap
8. observasi intake dan output
9. observasi TTV
10. kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk
pemberian vitamin dan gizi untuk makanannya.
11. penyuluhan kesehatan
|
1. Riwayat diet untuk data klien
2. Sebagai support untuk anak ketika makan
3. Untuk menambah semangat makan si anak
4. Mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,
memberi semangat untuk anak
5. Menggunakan alat makan yang dikenal oleh anak akan
menambah semangat untuk makanm
6. Memenuhi kebutuhan nutrisi anak.
7. Mempertahankan keseimbangan kebutuhan protein dan
kalori anak
8. Memastikan haluaran output sesuai dengan intake
anak
9. Memenuhi kebutuhan anak untuk kebutuhan tubuhnya
10. Menambah pengetahuan anak dan keluarga
|
2.
|
Defisit volume cairan
berhubungan dengan diare, mual, muntah.
DS: respon verbal
dari klien dan keluarga.
DO: klien BAB sehari
> 3kali
|
Tidak terjadi
dehidrasi
Setelah
dilakukan tindakan keerawatan, diharakan klien akan daat:
-
Mukosa bibir
lembab
-
tidak terjadi peningkatan suhu
-
turgor kulit baik
|
1. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda
dehidrasi
2. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
3. Ukur kaluaran urine dengan akurat
4. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
5. Tawarkan makanan ringan
6. Atur kemungkinan transfusi
7. Pelihara IV line
8. Monitor respon klien dengan penambahan cairan
|
1. Untuk mengetahui TTV dan tanda dehidrasi anak
2. Untuk mengetahui cairan pada anak
3. Untuk mengetahui keseimbangan antara input dan
output
4. Meningkatkan nutrisi klien
5. Mempercepat pemulihan volume cairan yang berkurang
6. Mencegah infeksi
7. Mengidentifikasi apakah terdapat reaksi alergi
atau reaksi yang tidak diinginkan.
|
3
|
Gangguan integritas
kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
DS: keluarga klien
menyatakan klien tidak bergairah dan lesu.
DO: klien kulit
bersisisk, kering.
|
Tujuan
: Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria
hasil :
a. kulit tidak kering
b. kulit tidak bersisik
c. elastisitas normal
|
1.
Monitor
kemerahan, pucat,ekskoriasi
2.
Dorong mandi
2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
3.
Massage kulit
Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
4.
Ubah posisi
baring pasien setiap 2 jam.
|
1. Mencegah terjadinya kerusakan pada kulit
2. Mandi dapat menjaga kebersihan kulit
3. Massage dapat mencegah terjadinya kerusakan kulit
4. Baring yang sering akan mengakibatkan penekanan
pada kulit
|
4
|
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, ditandai dengan: badan lemah,
lesu, pusing, Hb rendah, BB tidak sesuai dengan tinggi badan, mata pucat
DS:respon verbal klien yang terlihat tidak ceria.
DO: klien lemah, lesu, pusing, Hb rendah, BB tidak
sesuai dengan tinggi badan, mata pucat
|
Tujuan
:Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria
hasil:
a. suhu tubuh normal (36,60 C-37,70
C)
b. lekosit dalam batas normal
c. badan tidak lemah dan ceria
d. pusing berkurang
e. Hb normal kembali
f. BB normal kembali
g. mata tidak pucat
|
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan
2. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien
bersih/steril
3. Instruksikan tenaga kesehatan dan keluarga dalam
prosedur kontrol infeksi
4. berikan makanan TKTP
5. monitoring TTV
6. Beri antibiotik sesuai program
|
1. Tangan yang bersih akan terhindar dari kuman
2. Alat yang bersih/steril tidak akan mengakibatkan
infeksi
3. Mempertahankan keseimbangan kebutuhan protein dan
kalori anak
4. Memastikan TTV anak tetap dalam batas normal
5. Antibiotik sebagai pengobatan
|
5.
|
Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan
ketidakmampuan keluarga merawat klien dan anoreksia
DO:klien mengalami
anoreksia dan mual.
DS: ketidakmampuan
keluarga merawat klien
|
Tujuan
: pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria
hasil:
-
Menyatakan
kesadaran dan perubahan pola hidup
-
mengidentifikasi
hubungan tanda dan gejala.
|
1. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
2. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai
indikasi
3. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan
cairan adekuat
4. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien
|
6. Pengetahuan orang tua pasien mempengaruhi
perawatan pasien
7. Jawaban sesuai indikasi agar tidak membingungkan
orangtua pasien
8. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
9. Menambah wawasan orangtua klien dalam perawatan
pasien.
|
6.
|
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
berhubungan dengan melemahnya kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder
akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.
DS: tidak adanya nafsu makan klien.
DO: BB turun dan jauh dari IMB,
terlihatperut yang buncit dan klien mengalami anoreksia serta mual.
|
Tujuan : Anak mampu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil : Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya. |
1. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan
yang sesuai dengan kelompok usia.
2. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
3. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi
tugas perkembangan
4. Berikan mainan sesuai usia anak.
|
1. Tiap anak mempunyai tugas perkembangan sesuai
dengan usianya
2. Memastikan perkembangan anak tetap dalam batas
normal
3. Memberikan kesempatan anak untuk tetap
beraktivitas
4. Mainan yang sesuai dengan usia akan membuat anak
tertarik dan kooperatif
|
7.
|
Gangguan
citra diri berhubungan dengan perubahan wajah yang menyerupai orang tua
ditandai dengan anak menjadi pemalu dan tidak percaya diri dan memalingkan
wajah
|
Tujuan : Anak mampu mengubah
body image menjadi positif.
- Kriteria hasil :
a. mempertahankan interaksi sosial
b. mampu mengidentifikasi kekuatan personal
c. body image positif
|
1. Kaji secara verbal dan nonverbal Respon pasien
terhadap tubuhnya
2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
3. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan dan
prognosis penyakit
4. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam
kelompok kecil
|
1. Mengkaji seberapa besar gangguan yang muncul
2. Dapat dijadikan sumber motivasi
3. Meyakinkan pasien tentang perawatan maupun medis
yang dilakukan dapat mempercepat proses penyembuhan dandapat memberi pasien
harapan positif
4. Mempermudah kontak sosial dan membangkitan PD
pasien
|
8.
|
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder
akibat malnutrisi.
|
Tujuan
: Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria
hasil : Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
|
1.
Berikan
permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
2.
Bantu
semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien
|
1. Agar tidak terjadi dikubitus pada anak
2. Untuk memaksimalkan gerak pasien
3. Agar anak merasa nyaman jika dengan keluarga dan
keluarga mampu mandiri
|
9.
|
Kebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein
(malnutrisi).
|
Tujuan :
Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil
:
a.
Menyebutkan
faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema
b.
Memperlihatkan
penurunan edema perifer dan sacral.
|
1.
Pantau
kulit terhadap tanda luka tekan
2.
Ubah
posisi sedikitnya 2 jam
3.
Kaji
masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.
|
1. Luka tekan sulit kembali semula jika terdapat
edema
2. Agar tidak terjadi dikubitus/perlukaan
3. Agar cairan tidak menumpuk
4. Terjadi edema jika intake dan output tidak
seimbang
|
4.4
Implementasi Keperawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Implementasi
Keperawatan
|
Tanda
tangan
|
1
|
Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan
berkurang)
|
|
|
2
|
Defisit volume cairan
berhubungan dengan diare, mual, muntah
|
1.
Mendapatkan riwayat tanda-tanda vital
2.
Menghitung input dan output klien
3.
Mengukur haluaran keakuratan urin klien
|
|
3
|
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
|
1. Menggunakan
lotion setiap setelah mandi pada kulit klien.
2. Mendorong
orangtua dalam memandikan klien 2x sehari.
3. Mendapatkan
massage kulit secara rutin tiap 2 hari sekali.
|
|
4
|
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
|
1. Melakukan
cuci tangan sebelum dan setelah tindakan
2. Menginstruksikan
tim kesehatan dan keluarga untuk protap kontrol nfeksi
3. Menyajikan
makanan tinggi karbohidrat dan protein
4. Mendapatkan
riwayat tanda-tanda vital
|
|
5
|
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
|
1. Meningkatkan
program pendidikan kesehatan kepada keluarga klien
2. Mendapatkan
riwayat diet sesuai indikasi
3. Mendorong
keluarga untuk menyajikan makanan tinggi serat dan intake cairan yang adekuat
|
|
6
|
Perubahan
pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya kemampuan fisik
dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.
|
1. Meningkatkan
pendidikan kesehatan yang sesuai tumbuh kembang klien
2. Mendapatkan
riwayat pemeriksaan DDST
3. Mendorong
keluarga untuk membantu klien memenuhi tugas perkembangan
4. Modifikasi
tempat tidur klien dengan adanya mainan yang sesuai seusia klien
|
|
7
|
Gangguan citra diri berhubungan dengan
perubahan wajah yang menyerupai orang tua ditandai dengan anak menjadi pemalu
dan tidak percaya diri dan memalingkan wajah
|
1. Menjelaskan tentang pengobatan, perawatan dan
prognosis penyakit
2. Mendorong klien mengungkapkan perasaanya
3. Memfasilitasi kontak dengan individu lain dalam
kelompok kecil
|
|
8.
|
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem
transport oksigen sekunder akibat malnutrisi.
|
1.
Memberikan
permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
2.
Membantu
semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien
|
|
9.
|
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan
protein (malnutrisi).
|
1
Memantau
kulit terhadap tanda luka tekan
2
Mengubah
posisi sedikitnya 2 jam
3
Mengkaji
masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.
|
|
4.5
Evaluasi
No
|
Diagnosa
|
Evaluasi
|
Nama
dan Paraf
|
1
|
Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan
berkurang)
|
S: orang tua pasien
mengatakan “sus, anak saya nafsu makan ”
O: BB pasien naik
A: tujuan telah
tercapai
P: hentikan tindakan
keperawatan
|
|
2
|
Defisit volume cairan
berhubungan dengan diare, mual, muntah
|
S: orang tua pasien
mengatakan “sus, anak saya sudah tidak diare lagi.”
O: mukosa bibir
lembab dan turgor kulit membaik
A: tujuan telah
tercapai
P:
hentikan tindakan keperawatan
|
|
3
|
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
|
S: orang tua pasien
mengatakan “sus, anak saya sudah tidak bersisik lagi kulitnya.”
O: kulit sudah
elastic dan tidak bersisik
A: tujuan telah
tercapai
P: hentikan tindakan
keperawatan
|
|
4
|
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
|
S: orang tua pasien
mengatakan “sus, anak saya sudah tidak pucat lagi matanya.”
O: suhu normal dan Hb
normal
A: tujuan telah
tercapai
P: hentikan tindakan
keperawatan
|
|
5
|
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
|
S: orang tua pasien
mengatakan “sus, saya suda tau penyebabnya.”
O: Nampak perubahan
persepsi dari segi kognitif
A: tujuan telah
tercapai
P: hentikan tindakan
keperawatan
|
|
6
|
Perubahan
pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya kemampuan fisik
dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak
adekuat.
|
S: orang tua pasien
mengatakan “sus, anak saya sudah mau bermain.”
O: aktivitas motorik
sudah dilakukan sesuai tumbuh kembang
A: tujuan telah
tercapai
P: hentikan tindakan
keperawatan
|
|
7
|
Gangguan
citra diri berhubungan dengan perubahan wajah yang menyerupai orang tua
ditandai dengan anak menjadi pemalu dan tidak percaya diri dan memalingkan
wajah
|
S: orang tua pasien
mengatakan “sus, anak saya sudah ngomong dengan orang lain.”
O: pasien dapat
berinteraksi dengan orang sekitar
A: tujuan telah
tercapai
P: hentikan tindakan
keperawatan
|
|
8
|
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport
oksigen sekunder akibat malnutrisi.
|
S : orang tua pasien
mengatakan bahwa anaknya mulai mau bermain dengan mainannya
O : pasien mulai mau
dan mampu bermain
A : tujuan telah
tercapai
P : hentikan tindakan
keperawatan
|
|
9
|
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan
protein (malnutrisi).
|
S : ibu pasien
mengatakan bahwa kaki anaknya sedikit membaik tidak bengkak (kempes)
O : edema berkurang,
luka tekan semakin berkurang
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan
tindakan keperawatan
|
|
BAB 5. PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang sering ditemui
pada Balita. Penyebabnya multifaktorial antara lain asupan makanan yang kurang,
faktor penyakit dan faktor lingkungan serta ketidaktahuan untuk memilih makanan
yang bergizi dan keadaan ekonomi yang rendah. Diagnosis berdasarkan gambaran
klinis yaitu untuk menentukan penyebab dari perlunya anamnesis makanan dan
penyakit lain. Pencegahan terhadap marasmus ditujukan kepada penyebab dan
memerlukan pelayanan kesehatan, serta penyuluhan yang baik. Pengobatan marasmus
ialah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein. Penatalaksanaan di rumah
sakit yang dibagi atas: tahap awal, tahap penyesuaian dan rehabilitasi.
5.2 Saran
Sebagai seorang
perawat diharapakan kita mampu memahami konsep penyakit dan asuhan keperawatan
marasmus sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien.
DAFTAR
PUSTAKA
Berhman,
Kliegman dan Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan
Anak Vol 1. Jakarta: EGC.
Carpenito, L. J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Edisi 10. Jakarta : EGC
Chris Brooker. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.
Wong,
L. D & Whaleys, 2004. Pedoman
Klinis Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3,
Jilid 2.Jakarta: Media Aescullapius.
Markum,
A, H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta :
FKUI.
McCloskey,
Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC).Mosby
NANDA .2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006:
Definisi & Klasifikasi, Alih Bahasa: Budi Santoso. Prima Medika
Ngastiyah,
2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC
Adiningsih. 2010. Waspadai Gizi Balita Anda Tip Mengatasi anak sulit makan Sulit makan
sayur dan minum susu. Jakarta: Gramedia.
terimakasih banyak ya sob, sangat menarik sekali..
BalasHapusthank kak, bisa ada wawasan lbh ttg askep ni btw ngbantu bgt :)
BalasHapus